PROFIL
PAROKI
ST. PERAWAN MARIA DIKANDUNG TANPA NODA
I.
Pengantar
Jambore Remja Kevikepan Bangka Belitung,
yang lebih dikenal dengan “Jambore Bangka Belitung Kerasulan Anak Remaja II
(Jangkar II) telah dilaksanakan di Belinyu, yakni di Paroki St. Perawan Maria
Dikandung Tanpa Noda. Semua umat Katolik, termasuk rekan-rekan remaja, Keuskupan Pangkalpinang pasti telah mengenal
paroki ini. Meskipun telah mengenalnya, namun panitia sengaja menampilkan
selayang pandang profil paroki ini supaya semakain mengenal secara lebih
mendalam. Penegnalan yang mendalam akan menimbulakn rasa kecintaan akan wilayah
paroki ini. Umat Paroki Belinyu, meskipun dalam jumlah dan perkembangannya,
sangat kecil tetapi mereka telah menujukan kerja sama yang luar biasa untuk
mensukseskan acara Jangkar II. Kerjasa sama dan partisipasi umat Belinyu yang
bagus ini menunjukan bahwa misi Gereja
Keuskupan Pangkalpinang yang tertuang dalam dokumen MGP mulai dihidupi.
II.
Peta
wilayah
Paroki St. Perawan Maria Dikandung Tanpa
Noda secara georafis terletak di Kabupaten Bangka Induk. Batas wilayah paroki
ini Utara berbatasan dengan Kecamatan Belinyu, wilayah Barat berbatasan dengan
Kecamatan Kelapa dan Jebus, serta Wilayah Timur dan Selatan berbatasan dengan
Kecamatan Riau Silip.wilayah kampung atau desa yang tercakup dalam paroki ini
adalah Kuto Panji, Romodong, Bintet, Guming Pelawan, Desa Tirus (Lumut), Tuing,
Mapur dan Deniang. Menurut data tahun 2018, Paroki ini memiliki lima (5)
wilayah Pelayanan Pastoral dan Sepuluh (10) Komunitas Basis Gerejawi (KBG).
III.
Sejarah
Pastor
Y.Y. Langenhoff, tahun 1863 sudah mendirikan sebuah gereja di Belinyu. Gereja
itu diberi nama: Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda. Ada catatan menyebutkan bahwa pada tahun 1868 jumlah
orang Katolik ada 80 orang. Pada tahun 1885 bangunan gereja hampir semua
diperbaiki. Tetapi sejak 1889 jumlah umat di belinyu makin berkurang. Pada
permulaan abad XX jumlah orang Katolik di Belinyu tinggal sedikit dan mereka
mempunyai kebiasaan melakukan ibadat agak aneh. Pada hari minggu mereka sering
berkumpul dalam gedung gerja dan “ mengaum bersama” pertanda mereka memanjatkan
doa. Maka mereka sering menjadi bahan
tawaan orang lain.
Pada bulan September tahun 1929 Bruder
Gerard, SS.CC datang ke Belinyu, untuk mempersiapkan pembukaan stasi. Mula-mula
dia mengalami banyak kesulitan sebab tanah milik misi ditempati orang banyak
tanpa ijin. Namun akhirnya stasi Belinyu berhasil dibuka pada tanggal 5
November 1929 dengan datangnya Pater Zaat, dan tanggal dijadikan sebagai
tanggal ini dijadikan sebagai tanggal pendirian pendirian paroki.
Sebelumnya Pater Zaat, SS.CC sudah
belajar bahasa Tionghoa di Seremban (Malaka), sebagai persiapan akan tugasnya
sebagai Pastor di Belinyu. Pastor Zaat, SS.CC berhasil memulihkan nama baik
Gereja Katolik di Belinyu.
Pada tahun 1931 para suster pemeliharaan
Ilahi dari Belanda datang ke Belinyu dan mendirikan sekolah-sekolah serta
asrama. Dengan demikian dalam waktu seingkat Belinyu tumbuh menjadi sebuah
stasi yang benar-benar hidup. Jumlah anak-anak asrama putra bertambah, sampai
menjadi 64 orang.
IV.
Pastor
yang Bertugas
·
Era
Imam-Imam SS.CC dan MEP
Sejak dibuka
kembali, pastor yang bertugas di Belinyu adalah pastor Zaat, SS.CC. secara
tekun beliau melayani umat di Belinyu. Pater Van Gelder, SS.CC tiba pada tahun
1934 membantu karya-karya Pater Zaat, SS.CC. Karena di Belinyu bahasa Tionghoa
sangat diperlukan, maka tidak lama setibanya di Belinyu, Pater Van
Gelder,SS.CC. ditugaskan belajar bahasa Tionghoa di Malaka yang kemudian
dilanjutka di Tiongkok. Pengganti Pater Van Gelder, SS.CC di Belinyu adalah
Pater Van Gorp, SS.CC. Tahun 1935 jumlah anak asrama putri ada 50 orang. Tahun
1935 Y. Boen, Pr.imam praja pertama kelahiran Bangka ditahbiskan di Pangkalpinang,
bertugas di Belinyu sampai tahun 1940.
Selanjutnya
Pastor Zaat, SS.CC yang menjabat menjadi pastor kepala paroki Belinyu
digantikan oleh pastor Mul, SS.CC sampai pada permulaan tahun 1939. Pater
Alberse, SS.CC waktu itu datang menetap di Belinyu. Tetapi tahun berikutnya Pater
Boen, Pr. Dan Pater Alberse, SS.CC pindah ke Pangkalpinang, sedang Pater Van
Thiel, SS.CC menjabat sebagai Pastor Kepala tahun 1940 sampai 1942. Ketika itu
perang dunia II sudah Berkobar. Tahun 1942 stasi Belinyu ditutup untuk
sementara waktu karena para pastor Belanda ditawan. Sesudah perang, Pastor
Zaat, SS.CC kembali bertugas di Belinyu pada tahun 1946. Beliau juga menulis
kembali buku baptisan Paroki Belinyu. Selanjutnya pastor yang bertugas di
Belinyu adalah Pastor Van de Koning, SS.CC (Oktober-Desember 1946) dan Pastor
Brienk (Desember 1946).
Pastor Van Thiel, SS.CC menjabat sebagai
kepala paroki Belinyu tahun 1947-1955. Pada masa itu beliau dibantu oleh Pastor
Heitkonig, SS.CC., Pastor Molenkamp, SS.CC dan Pastor Rovers, SS.CC pada tahun
1948. Pada tahun 1948 dibuka sebuah poliklinik oleh para suster (saat ini menjadi
Bhakti Wara II Belinyu). Menurut catatan, Pastor Molenkamp, SS.CC pada membuka
asrama tahun 1951. Asrama tersebut juga bertujuan untuk menumbuhkan benih-benih
panggilan bagi pemuda-pemuda Belinyu untuk menjadi pastor atau bruder.
Pastor Rovers,SS.CC menggantikan Pastor
Van Thiel sebagai pastor kepala paroki tahun 1955-1965. Pada tahun 1958 Pastor
Hans Reichenbach, SS.CC bertugas di Belinyu. Tepatnya tahun 1959 SMP di Belinyu
dibuka dan saat ini dikelola oleh Yayasan Tunas Karya. Setelah itu kegembalaan dilanjutkan oleh
Pastor van de Koning, SS.CC yang bertugas dan menetap di Belinyu sampai tahun
1985.
Sejak Mei 1981 sampai September 1981,
Pastor Yos van der Steren, SS.CC menggantikan tugas pastor van de koning, SS.CC
yang sedang menjalankan cuti di luar negri. Pada bulan Juni 1985, Pastor
Lambergt, SS.CC melanjutkan Karya di Belinyu hingga Maret 1989. Karena keadaan
kesehatan yang tidak memungkinkan akibat kecelakaan yang dialaminya, Pastort
Lambergt, SS.CC mengundurkan diri dari tugasnya di Belinyu. Tugas pelayanan di
Belinyu diambil alih oleh Pator Frans. Sudjiwo, SS.CC yang saat itu adalah
pastor di Sungailiat. Beliau melayani umat di Belinyu secara berkala dari
Sungailiat.
Berdasarkan SK. No. H/12/XII/89 uskup
Keuskupan Pangkalpinang, Mgr Hilarius Moa Nurak, SVD yang ditahbiskan sebagai
uskup pada tahun 1987, mengangkat Pastor Van Dogen, SS.CC sebagai Pastor paroki
Belinyu. Dengan SK tersebut, Pastor yang memiliki kendaraan favorit sepeda ini,
melayani umat Belinyu sejak 8 Desember 1989 sampai 30 Juni 1990. Pada masa ini
ada suatu peristiwa penting, yaitu tahbisan diakon bagi Fr. Frans Mukin dan Fr.
Yosef Maria Untu pada tanggal 23 Februari 1990. Karena ada peristiwa itu juga,
Bapa uskup mengeluarkan SK. No. H/14/XUII/89 tentang perpanjangan tugas DPP
Belinyu selama 6 bulan. Kepengurusan DPP Belinyu, yang seharusnya berakhir pada
tanggal 1 Januari 1990 menjadi 30 Juni 1990. Selain itu perpanjangan masa
bhakti, bertolak dari alasan bahwa Pator Van Dogen, SS.CC baru bertugas di
Belinyu dan masih membutuhkan orang-orang yang mengetahui banyak hal mengenai
situasi Paroki Belinyu.
Surat
pengangkatan Pastor Van Dongen, SS.CC sebagai kepala paroki di Belinyu diperbaharui
lagi dengan SK No. H/06/V/90 dengan masa tugas 1 Juli 1990 hingga 30 Juni 1992.
Selanjutnya dengan SK H/13/IX/92 tugas beliau sebagai pastor kepala paroki
diperpanjang lagi sejak 1 Agustus 1992. Bapa Uskup mengangkat Diakon Markus
Agus Tarnanu sebagai diakon denagan wewenang sesuai tahbisan diakonat yang
telah diterimanya untuk melayani umat di Paroki Sanmta Perawan Maria yang
Dikandung Tak Bernoda Belinyu, terhitung sejak 4 Agustus 1992.
Sejak
1 Mei 1993 tugas kegembalaan di Paroki Belinyu dilanjutkkan oleh Pastor Arnould
Marcel, MEP berdasarkan SK Bapa Uskup No. H/07/IV/93. Pada masa kegembalaan
Pastor Arnould, Gua Maria pelindung Segala Bangsa mulai dibangun dan diresmikan
Bapa Uskup tanggal 8 Desember 1999. Sebenarnya gagasan untuk membangun Gua
Maria ini sudah ada sejak 1992, ketika Pastor Van Dogen, SS.CC bertugas di
Belinyu.
Sejak tanggal 7 Mei 2000, dengan SK No.
H/10/IV/2000, Bapa Uskup mengangkat pastor Ambrosisus Sanar, SS.CC sebagai
pastor paroki Belinyu. Dengan demikian tugas kegembalaan paroki Belinyu
dilaksanakan oleh Pastor ambrosius, SS.CC.
·
Era
Imam Diosesan
Setelah
masa pelayanan imam-imam serikat SS.CC dan MEP Paroki Belinyu diserahkan kepada
Imam-imam Diosesan Pangkalpinang. Menurut data di kantor Sekretariat Keuskupan
Pangkalpinang, imam-imam diosesan yang pernah melayani Paroki Belinyu adalah
RD. Markus Tukimin, RD. Fenantius Marinus Manse, RD. Fransiskus Adbaw Oejan,
RD. Zakarias Lusi Oejan, RD. Yosef Setiawan. Paroki Belinyu sekarang ini
digembalakan oleh RD. Fransiskus Indra Jati Santoso bersama dengan rekannya RD.
Moses Masan Belan. Pada masa kepempimpinan RD. Jati Santoso, Komisi BIAR
Kevikepan Bangka Belitung mengadakan Jmabore akbar remja di Belinyu dengan
sukses.
V.
Perkembangan
Umat Dan Tantangan yang ada
Perkembangan
umat di paroki Belinyu dapat dikatakan lambat. Saat ini jumlah umatnya tercatat
627 jiwa. Kebanyakan umat Belinyu adalah orang tua. Hal ini bukan berarti tidak
ada kaum muda dan baptisan baru. Situasi dan kondisi kota Belinyu tidak
menjanjikan untuk kehidupan para generasi muda. Kebanyakan orang muda
meninggalkan Belinyu setelah tamat SMP atau SLTA. Mereka pergi ke daerah lain
untuk melanjutkan sekolah ataupunn mencari pekerjaan. Pada akhirnya mereka
menetap di daerah baru dan tidak kembali lagi ke Belinyu.
Hal lain yang juga berpengaruh pada
perkembangan umat adalah bahasa setempat. Kebanyakan umat Belinyu (Warga
Tionghoa) kurang mengetahui bahasa Indonesia. Mereka menggunakan bahasa
Tionghoa dalam banyak hal dan keperluan.
Bahkan di sekolah pun mereka menggunakan bahasa Tionghoa. Dengan demikian cukup
sulit bagi para petugas pastoral yang kurang menguasai bahasa setempat, untuk
berkomunikasi.
VI.
Wisata
Rohani
Setiap
tempat pasti memiliki keistimewaa dan keunikan tersendiri. Paroki Belinyu-
Bangka memiliki dua tempat yang cukup membanggakan. Kedua tempat tersebut
adalah Pemakaman Katolik dan Gua Bunda Maria Pelindung Segala Bangsa.
Pekuburan Katolik terbentang di pinggir
jalan memasuki kota Belinyu dari arah Pangkalpinang. Deretan makam yang tertata
rapi sungguh menciptakan rasa kagum dan damai, bukan saja bagi umat katolik,
tetapi juga bagi umat lain. Perkuburan yang secara umum terkesan angker dan
menakutkan, tidak ditemui di pemakaman Katolik Belinyu ini. Banyak orang justru
sering berfoto bersama dengan latar deretan makam yang rapi tersebut.
Selain perkuburan, ada Gua Bunda Maria Pelindung Segala Bangsa Belinyu yang berlokasi di belakang kompleks Gereja St. Maria dan SMP St. Yosef Belinyu. Gua Maria ini diresmikan pada tanggal 8 Desember 1999 oleh Bapa Uskup, Mgr. Hilarius Moa Nurak, SVD. Karena sangat artistik, gua ini, selain menjadi tempat ziarah, juga tak jarang digunakan sebagai tempat rekreasi, juga sebagai latar belakang pengambilan foto penganten dan sebagainya. Bahkan saat ini, sebuah biro perjalanan wisata menjadikannya sebagai salah satu tujuan wisata di samping tempat-tempat wisata lain di Pulau Bangka.
Selain perkuburan, ada Gua Bunda Maria Pelindung Segala Bangsa Belinyu yang berlokasi di belakang kompleks Gereja St. Maria dan SMP St. Yosef Belinyu. Gua Maria ini diresmikan pada tanggal 8 Desember 1999 oleh Bapa Uskup, Mgr. Hilarius Moa Nurak, SVD. Karena sangat artistik, gua ini, selain menjadi tempat ziarah, juga tak jarang digunakan sebagai tempat rekreasi, juga sebagai latar belakang pengambilan foto penganten dan sebagainya. Bahkan saat ini, sebuah biro perjalanan wisata menjadikannya sebagai salah satu tujuan wisata di samping tempat-tempat wisata lain di Pulau Bangka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar