Orientasi:
Jabatan, Harta dan Kekuasaan
Kerakusan akan
jabatan, harta dan kekuasaan telah menjadi orientasi hidup para elite negara
ini. Media massa telah menjadi panggung untuk mempertontonkan kerakusan para
elite. Para elite negara ini berjuang
dengan segala cara, entah halal dan tidak halal, meraih jabatan, harta dan
kekuasaan. Para elite ini merasa bangga bila impian kerakusannya telah
tergapai. Mereka berpikir bahwa titik nadir kehidupan manusia adalah jabatan,
harta dan kekuasaan. Sedangkan nilai hidup yang lain: religius, etika dan moral,
hanya sekadar tambahan atau hanya sejenis topeng untuk menutupi orientai
kerakusan itu.
Orientasi hidup akan
hal duniawi membuat para elite ini lupa akan nilai hakiki yang lain, yakni
persudaraan, kerukunan, martabat hidup, etika dan gotong-royong. Para elite
negara ini suka menghidupkan kebiasaan
buruk, seperti perkelahian, anarkisme, sukuisme, agamaisme dan saling merendahkan martabat sebagai
manusia. Para elite menyukai hal-hal
yang bersifat merusak untuk memuluskan orientasi hidup mereka.
Hanya untuk jabatan,
harta dan kekuasaan persudaraan berubah menjadi permusuhan: lihatlah Partai
Golkar terbagi dua: dulu mereka bersaudara di bawa pokok beringin dan sekarang
di bawa pokok beringin itu menjadi arena adu jotos. PPP terbelah dua: munas
Surabaya versus Munas Jakarta: lambang kabah sebagai simbol persatuan telah
menjadi simbol perpecahan. Koalisi Merah Putih versus Koalisi Indonesia Hebat:
keduanya terbentuk lantaran untuk memperebutkan lahan jabatan, harta dan
kekuasaan. Koalisi syarat dengan nafsu kekuasaan duniawi, sangat sekuler.
Gubernur DKI versus Gubernur ala FPI: satu rumah berkelahi, sebuat tontonan
yang sangat memalukan.
Apabila kita semua
ingin supaya negara ini maju dan beradab, maka para elite harus melakukan
restorasi hati dan revolusi mental. Perluh ada pertobatan total dari seluruh
komponen bangsa. Mari kita mempersatukan hati, hilangkan egoisme dan
membudayakan kebiasaan membangun untuk kebaikan umum. BONUM COMMUNE.