Selasa, 21 Februari 2017

BELA SIAPA?

AKSIMU: BELA SIAPA????


Basuki Cahaya Purnama atau Ahok adalah tokoh fenomenal  yang lagi ngetern saat ini. Kedatangan Ahok dari kampong Gantung, Belitung ke Jakarta menyedot perhatian publik. Media sosial setiap hari mengupas tuntas tentang sosok Ahok ini. Mas Pur, tetangga saya pernah berujar, “Apakah  nggak ada berita lain selain berita Ahok di republik  ini?”. Seorang wartawan berkomentar di sebuah media, “lebih baik menulis berita apa saja tentang Ahok karena banyak diminati orang,  dari pada menulis berita lain yang sering “mematikan” animo orang untuk membaca”.

Ahok menjadi sosok yang terkenal ketika menjadi wakil Gubernuar DKI dan kemudian menjadi Gubernur DKI. Gaya kepemimpinan dan cara berkomunikasi Ahok membuat dia menjadi tokoh yang fenomenal.  Apa bila kita merefleksikan  pribadi Ahok dalam kajian ilmu Filsafat Manusia, maka Ahok boleh digambarkan sebagai pribadi paradoksal. Ahok selalu ditempatkan seolah-olah bertentangan atau berlawanan dengan kebenaran umum, tetapi kenyataanya gaya kepemimpinan Ahok mengandung kebenaran. Ahok adalah pribadi yang dicintai sekaligus dibenci, dipuji sekaligus dihina, dikagumi sekaligus difitnah dan dikuduskan sekaligus dikafirkan. Itulah Ahok manusia sumber berita.


Ahok memimpin DKI dengan merombak birokrasi yang korup dan nepotis. Ahok mendahulukan transparansi keuangan dan menekankan kedisiplian dan loyalitas para pegawai untuk berkerja di Pemprov DKI. Ahok menertibkan bagunan dan hunian yang tidak beraturan  dan berjuang menata kembali wajah kota Jakarta sebagai ibu kota Negara yang asri. Ingatlah, bahwa bertahun-tahun Kota Jakarta  adalah kota kumuh, dekil, jorok, kering dan selalu dilanda banjir. Selama kepemimpinanya, Ahok telah berbuat banyak untuk kesejateraan masyarakat DKI, khusunya orang kecil dan terpinggirkan.

Meskipun Ahok telah berjasa besar untuk DKI, namun tidak disambut baik oleh banyak orang. Pada umunya orang-orang melawan Ahok adalah para penjahat dan para munafik. Para penjahat  merasa terancam karena lahan untuk KKN semakin sempit, bahkan tidak ada peluang bagi mereka untuk melakukan aksi kejahatanya. Para munafik  selalu berkoar-koar bahwa Ahok adalah kafir, tidak beretika, tidak santun dan menghina para alim ulama maka Ahok tidak layak memimpin DKI. Sebenarnya  para munafik ini terancam karena tempat hiburan; bar, lokalisasi, kafe remang,  untuk mengeruk keuntungan telah ditutup dan digusur oleh Ahok. Oleh Karena itu, perlawanan yang diterima Ahok selama memimpin  DKI adalah motif ekonomi dan kepentingan bukan yang lain.


Berbagai cara telah ditempuah oleh para penjahat dan para munafik untuk menghentikan Ahok sebagai pemimpin DKI. Namun usaha mereka belum berhasil juga. Kasus penistaan agama yang dialamatkan ke Ahok diyakini ampuh untuk menghentikan  kepemimpian Ahok. Wacana hak angket DPRD dan DPR  RI untuk menghentikan Ahok sebagai gubernur karena status Ahok sebagai tersangka “penistaan”  agama. Para penjahat dan para munafik merasa menang, misi mereka akan berhasil untuk mencopot Ahok melalui kasus penistaan Agama.  Yakin? Jangan  berpesta  dan membusungkan dada, anda belum tentu berhasil. Para penjahat dan para munafik  telah memainkan isu agama, mengobok-obok agama dan menjual agama untuk mewujudkan impian jahatnya. Sadis bukan?

Peristiwa Ahok, sebagai tokoh fenomenal, kita dapat belajar dan mengerti banyak hal di Negara kita ini. Pertama: Uang dan Kekuasaan adalah prioritas utama orang Indonesia (DKI) sedangkan nilai-nilai hidup lain seperti persaudaraan, buadaya, keagamaan hanya sebagai faktor pendudkung saja dalam kehidupan. Kedua: Egoisme, sikap mementingkan diri dan golongan menjadi pilihan utama di DKI, coba kita renungkan slogan ini “yang penting bukan Ahok”. Ketiga: fungsi alim ulama sebagai penjaga moral dan perekat kesatuan bangsa telah pudar. Para alim ulama terobang ambing dalam arus kekuasaan dan mamon. Keempat: Sulit untuk memberikan apresiasi apa lagi mengakui  sebuah keberhasilan. Lebih baik mencari kelemahan dan kekurangan orang lain dari pada memuji kelebihannya.  Kelima: budaya malu hampir punah. Orang bangga jika melakukan sebuah tindakan tercela dan merasa malu dan aneh jika melakukan sesuatu yang baik. Orang merasa suci ketika menyebut nama Allah sambil memaki dan menghina orang. Keenam: kita tidak bisa membedakan rana privit agama dan rana politik/Negara. Kita jangan mencoba untuk mencampuradukannya, kalau bukan khos yang kita terima.