“DEMI ALLAH
SWT SAYA TELAH DIZALIMI”
Masyarakat Indonesia sekarang mengenal dua
kata ternd yang sering dipakai oleh banyak orang, namun, lebih banyak dipakai
oleh para politikus, yakni KRIMINALISASI dan DIZALIMI atau ZALIM. Pada tulisan
ini saya ingin mencoba memaparkan kata DIZALIMI
atau ZALIM saja. Kata DIZALIMI atau ZALIM ini lazim dan sering dipakai
oleh banyak orang. Kata ini dipakai terutama yang berhubgungan dengan dunia
politik dan hukum. Merasa DIZALIMI dipergunakan sebagai alasan pembenaran atas
tindakan atau peristiwa yang tengah dihadapi, dan melemparkan kesalahan kepada
pihak lain atau ZALIMIN. Masih terkenang dalam bayangan saya ketika PATRIALIS
AKBAR ditangkap dan diperiksa oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Waktu keluar
dari gedung KPK, Patrialis Akbar mengenakan rompi orange lalu diwawancari oleh
awak media. Patrialis Akbar mengacungkan tangan dan mengatakan, “DEMI ALLAH
SWT, HARI INI SAYA TELAH DIZALIMI”.
Terminologi
ZALIM bisa dipergunakan untuk menggambarkan sifat kejam, bengis, tidak
berperikemanusiaan, bahagia melihat
orang dalam penderitaan dan kesengsaraan. Kata ini juga mengandung arti
tindakan kemungkaran, penganiayaan, kemusnahan harta benda. Intinya bahwa kata
ini melukiskan sifat yang keji dan hina, dan sangat bertentangan dengan moralitas dan fitra manusia. Jika saya
menghubungkan terminologi kata ini
dengan ucapan Patrialis Akbar, maka saya menyimpulkan bahwa Patrialis Akbar
menempatkan diri sebagai korban kemungkaran dan kekejian yang dilakukan oleh pihak lain. Sumpah dengan menyebut, “DEMI
ALLAH SWT….” juga ingin menegaskan bahwa yang bersangkutan tidak bersalah,
tetapi hanya sebagai tumbal dari kejahatan pihak lain, dan lihatlah ! ALLAH SWT
sebagai saksinya. Patrialis Akbar berani bersumpah “DEMI ALLAH SWT….” Ingin membuktikan
kepada publik, ingin memproklamirkan kepada dunia bahwa dia tidak bersalah,
tetapi hanya sebagai korban dari rekayasa pihak lain.
Kembali kepada judul “ DEMI ALLAH SAYA TELAH
DIZALIMI”. Saya memakai judul ini untuk
menggambarkan beberapa hal: 1). Orang-orang yang gemar memakai slogan ini biasanya
mereka yang berada dalam tekanan atau ancaman. 2) Sumpah ini sebagai
suatu ungkapan reaktif dari orang tertentu atas tuduhan kejahatan yang dialamtkan
kepadanya. 3) Sumpah ini sebagai sutau bentuk mencari simpati publik, agar publik
tidak cepat menjustifikasi bahwa orang ini adalah penjahat/perampok. 4) Menempatkan ALLAH sebagai saksi dan pembela
bagi orang-orang yang telah DIZALIMI. 5) Hendak mengatakan bahwa dia adalah
pribadi yang baik, jujur, setia, taat beragama, maka tidak mungkin dia berani
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan iman dan fitra manusia.
Terminologi DIZALIMI
lalu dirumuskan dalam bentuk sumpah “DEMI ALLAH SAYA TELAH DIZALIMI” menjadi ritus yang sangat trend di Indonesia dewasa ini. Pada
umumnya mereka yang memakai ritus ini adalah orang-orang terjerat kasus hukum yang
sedang ditangani oleh KPK, kepolisian dan kejaksaan. Mereka yang berani
melakukan sumpah “DEMI ALLAH SWT SAYA TELAH DIZALIMI” pada umumnya tidak pernah lolos dari jeratan
hukum. Justru orang-orang yang bersumpah
ini ketika di pengadilan terbukti syah dan meyakinkan telah melakukan korupsi
dan aksi kriminal lainnya. Contoh paling
up
to date adalah Patrialis Akbar dengan sumpahnya “DEMI ALLAH SWT SAYA TELAH DIZALIMI”. Ternyata di balik sumpahnya yang luhur dan mulia itu, Patrialis
Akbar telah melakukan korupsi yang merugikan banyak pihak. Anas Urbaningrum juga pernah mengatakan bahwa
dia telah DIZALIMI oleh KPK, tetapi ketika dipengadilan terbukti Anas melakukan tindakan korupsi miliaran rupiah.
Saya merefleksikan bahwa orang-orang yang
melakukan kejahatan dengan bersumpah “DEMI ALLAH SWT SAYA TELAH DIZALIMI” adalah FITNAH yang sungguh sangat kejam. Mereka
telah melakukan sumpah palsu dan membohongi publik dengan menyebut ALLAH SWT. Mereka telah merendahkan
martabat Allah yang Mahatinggi dengan
tindakan mereka yang keji dan merugikan banyak orang. Mereka telah menyebut
nama Allah yang Kudus dengan tidak hormat. Seharusnya orang-orang ini didemo
besar-besaran dan dituntut hukum seberat-beratnya sebab mereka telah melakukan
FITNAH terhadap nama Allah dengan sumpah palsu. Melihat fenomena seperti ini
seharusnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa untuk melarang
sumpah seperti itu. Sedangkan pihak Front Pembela Islam (FPI) menjadi garda
terdepan untuk mengawal fatwa MUI itu.