GEREJA KATOLIK :Kuasa Mengajar, Hierarki
dan Beberapa Istilah
A. Pengantar
Tulisan ini dibagi empat bagian: 1) Gambaran
dan Pengertian Gereja secara umum, 2) Apa itu Magisterium / Kuasa Mengajar
Gereja, 3) Hirarki Gereja Katolik dan 4) Beberapa Istilah.
B. Aneka Gambaran Gereja
Beberapa istilah simbol dipakai untuk
menggambarkan Gereja. Ini untuk
menggambarkan kenyataan Gereja yang kompleks. Istilah simbol diambil
dari hal-hal yang nyata atau real, seperti: dunia pertanian, peternakan juga
dari realitas manusiawi lainnya seperti keluarga.
1. Gereja itu kandang, dan
satu-satunya pintu yang harus dilalui ialah Kristus (lih Yoh 10:1-10).
2. Gereja juga kawanan domba, yang digembalakan
oleh Allah sendiri (lih Yes 40:11; Yeh 34:11 dst).
Domba-dombanya, meskipun dipimpin oleh
gembala-gembala manusiawi, namun tiada hentinya dibimbing dan dipelihara oleh
Kristus sendiri, Sang Gembala Baik dan Pemimpin para gembala (bdk
Yoh 10:11; 1Ptr 5:4), yang telah merelakan hidup-Nya demi domba-domba (lih
Yoh10:11-15)
3. Gereja itu tanaman atau
ladang Allah (lih 1Kor 3:9).
Di ladang itu tumbuhlah pohon zaitun bahari,
yang akar Kudusnya ialah para Bapa bangsa. Di situ telah terlaksana dan
akan terlaksanalah perdamaian antara bangsa Yahudi dan kaum kafir (lih Rom
11:13-26). Gereja ditanam oleh Petani Sorgawi sebagai kebun anggur terpilih
(lih Mat 21:33-43 par.; Yes 5:1 dst.). Kristuslah pokok anggur yang sejati.
Dialah yang memberi hidup dan kesuburan kepada cabang-cabang, yakni kita, yang
karena Gereja tinggal dalam Dia, dan yang tidak mampu berbuat apa pun tanpa Dia
(lih Yoh 15:1-15).
4. Gereja disebut bangunan Allah
(lih 1Kor 3:9).
Tuhan sendiri mengibaratkan diri-Nya sebagai
batu, yang dibuang oleh para pembangun, tetapi malahan menjadi batu sendi (lih
Mat 21:42 par.; Kis 4:11; 1Ptr 2:7; Mzm 117:22). Di atas dasar itulah
Gereja dibangun oleh para Rasul (lih 1Kor 3:11), dan memperoleh kekuatan dan
kekompakan dari pada-Nya.
Bangunan itu diberi pelbagai nama; rumah Allah
(lih 1Tim 3:15), tempat tinggal keluarga-Nya; kediaman Allah dalam
Roh (lih Ef 2:19-22), kemah Allah ditengah manusia (Why 21:3), dan
terutama Kenisah Kudus. Kenisah itu diperagakan sebagai
gedung-gedung ibadat dan dipuji-puji oleh para Bapa suci, Yerusalem baru[5].
Sebab disitulah kita bagaikan batu-batu yang hidup dibangun didunia ini
(lih 1Ptr 2:5). Yohanes memandang kota suci itu, ketika pembaharuan bumi turun
dari Allah di sorga, siap sedia ibarat mempelai yang berhias bagi suaminya (Why
21:1 dsl.)
5. Gereja juga digelari “Yerusalem yang turun
dari atas” dan “bunda kita” (Gal 4:26; lih Why 12:17), dan dilukiskan
sebagai mempelai nirmala bagi Anak Domba yang tak bernoda (lih
Why 19:7; 21:2 dan 9:22:17).
Kristus “mengasihinya dan telah menyerahkan
diri-Nya baginya untuk menguduskannya” (Ef 5:29). Ia memurnikan dan
menghendakinya bersatu dengan diri-Nya serta patuh kepada-Nya dalam cinta kasih
dan kesetiaan (lih Ef 5:24). Akhirnya Kristus melimpahinya dengan kurnia-kurnia
sorgawi untuk selamanya, supaya kita memahami cinta Allah dan Kristus terhadap
kita, yang melampaui segala pengetahuan (lih Ef 3:19).
6. Gereja menurut Konsili Vatikan II
a. Gereja sebagai communio,
artinya sebagai
perkumpulan orang-orang yang percaya, dipersatukan oleh Roh Allah dalam iman,
harapan dan kasih.
“Dari bangsa Yahudi maupun kaum kafir Ia
memanggil suatu bangsa, yang akan bersatu padu bukan menurut daging, melainkan
dalam Roh, dan akan menjadi umat Allah yang baru. Sebab mereka yang beriman
akan Kristus, yang dilahirkan kembali bukan dari benih yang punah, melainkan
dari yang tak dapat punah karena sabda Allah yang hidup (lih. 1Ptr 1:23), bukan
dari daging, melainkan dari air dan Roh kudus (lih. Yoh 3:5-6), akhirnya
dihimpun menjadi “keturunan terpilih, imamat rajawi, bangsa suci, umat pusaka –
yang dulu bukan umat, tetapi sekarang umat Allah” (1Ptr 2:9-10).
Dasar makna Gereja sebagai communio sendiri
adalah Allah Tritunggal
Seluruh Gereja tampak sebagai umat yang disatukan
berdasarkan kesatuan Bapa dan Putra dan Roh Kudus, karena itu sebagai komunio
Gereja harus dimengerti sebagai “Umat Allah, Tubuh Kristus dan Bait/Kenisah Roh
Kudus”. Komunio dari Gereja sebagai bentuk yang kelihatan dipengaruh oleh
kondisi sosial budaya di mana Gereja hidup dan bertumbuh. Komunio umumnya
terbentuk berdasarkan keluarga, territorial (wilayah) maupun kelompok kategori
b. Gereja
sebagai Umat Allah
Paham Gereja tentang umat Allah sangat dipegaruhi
oleh pemahaman diri Israel sebagai umat Allah.
Ciri Gereja sebagai Umat Allah adalah:
1)
Personal dan historis. Gereja sebagai Umat Allah adalah hasil
tindakan historis, Allah yang terlibat – masuk dalam sejarah –
memperkenalkan diri, memanggil umat manusia. Inisiatif Allah ini adalah
kasih yang personal : secara bebas dan pribadi Allah memanggil manusia dan
manusia juga secara bebas dan personal menanggapi panggilan Allah.
2)
Partikular dan universal. Di satu pihak Gereja memahami diri sebagai
sebuah kelompok yang particular, konkret, hasil dari tindakan dan pilihan
Allah. Di lain pihak pilihan kasih Allah itu mengandung pula aspek panggilan
untuk mewartakan apa yang sudah dialaminya – yakni keselamatan – kepada seluruh
umat manusia dan dunia. Itulah cirri universal Gereja sebagai umat Allah
3)
Persaudaraan yang setara. Yang mau ditekankan adalah aspek
kesamaan dan kesatuan semua anggota Gereja : sama-sama dipanggil dan
diselamatkan Allah
c.
Gereja sebagai Tubuh Kristus
Gereja
ada karena di dalam Yesus Kristus dialami janji Allah terpenuhi. Dalam salib
dan kebangkitan Yesus zaman baru sudah dating. Dalam kebangkitan dan kemuliaan
Yesus kuasa kasih Allah mengalahkan kematian demi keselamatan seluruh manusia.
Karena itu sebagai Tubuh Kristus, komunio Gereja tidak lagi mengenal
batas-batas etnis. Kita merupakan jemaat yang universal, eskatologis, yang
berkumpul di sekitar Tuhan Yesus, Sang Sumber Kehidupan.
d. Gereja Sebagai Bait Roh Kudus
Gereja
sebagai komunio sejak awal disadari sebagai karya Roh Kudus, seperti pengalaman
para rasul dalam peristiwa pentakosta. Sebagai bait Roh Kudus, Gereja memiliki
ciri-ciri batiniah, bebas dan terbuka. Ciri batiniah Gereja membuat kita tidak
cukup melihat Gereja hanya sebagai organisasi. Pada jati dirinya yang terdalam
hiduplah Roh Kudus. Gereja juga bersifat terbuka karena Roh Kudus dapat bekerja
dalam sejarah melampaui apa yang dapat kita bayangkan, kita rencanakan dan kita
hasilkan.
e. Gereja
sebagai Sakramen Keselamatan Allah bagi Dunia
Gereja
menerima perutusan untuk mewartakan Kerajaan Kristus dan Kerajaan Allah, dan
mendirikannya di tengah semua bangsa. Gereja merupakan benih awal kerajaan itu
di dunia. Gereja merupakan sakramen hanya bila ia berada dalam dan sekaligus
menunjuk pada Yesus Kristus Sang Penyelamat yang sesungguhnya. “Terang para
bangsalah Kristus itu… Namun Gereja itu dalam Kristus bagaikan sakramen, yakni
tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat
manusia” (LG 1). Gereja tidak boleh terpaku hanya pada dirinya sendiri,
melainkan terbuka untuk berkomunikasi dan bekerjasama dengan semua orang yang
berkehendak baik.
C. MAGISTERIUM
Magisterium diterjemahkan
dengan Kuasa atau Wewenang Mengajar Gereja. Katekismus Gereja
Katolik (KGK) no.100 menjelaskannya sebagai berikut: “Tugas untuk
menjelaskan Sabda Allah secara mengikat, hanya diserahkan kepada Wewenang Mengajar
Gereja, kepada Paus dan kepada para uskup yang bersatu dengannya dalam satu
paguyuban“.
Konsili Vatikan II
dalam Lumen Gentium, Konstitusi tentang Gereja, 25 menjabarkan bahwa Wewenang
Mengajar tersebut, jika dilakukan dalam kondisi “ex-cathedra” berada
dalam pimpinan Roh Kudus sendiri, sehingga mempunyai ciri ‘tidak dapat sesat‘.”
Ciri tidak dapat sesat itu ada pada Imam Agung di Roma (yaitu Bapa Paus),
Kepala Dewan para Uskup, berdasarkan tugas beliau, bila selaku gembala dan guru
tertinggi segenap Umat beriman, yang meneguhkan saudara-saudara beliau dalam
iman (lih. Luk 22:32), menetapkan ajaran tentang iman atau kesusilaan dengan
tindakan definitif.
Oleh karena itu
sepantasnyalah dikatakan, bahwa ketetapan-ketetapan ajaran beliau tidak mungkin
diubah dari dirinya sendiri, dan bukan karena persetujuan Gereja. Sebab
ketetapan-ketetapan itu dikemukakan dengan bantuan Roh Kudus, yang dijanjikan
kepada Gereja dalam diri Santo Petrus. Oleh karena itu tidak membutuhkan
persetujuan orang-orang lain, lagi pula tidak ada kemungkinan naik banding
kepada keputusan yang lain. Sebab disitulah Imam Agung di Roma mengemukakan
ajaran beliau bukan sebagai perorangan; melainkan selaku guru tertinggi Gereja
semesta, yang secara istimewa mengemban kurnia tidak dapat sesat Gereja
sendiri, beliau menjelaskan atau menjaga ajaran iman katolik. Sifat tidak dapat
sesat yang dijanjikan kepada Gereja, ada pula pada badan para Uskup, bila
melaksanakan wewenang tertinggi untuk mengajar bersama dengan pengganti Petrus.
Jadi, Peran Wewenang
Mengajar Gereja ini sangat penting dalam menjaga kemurnian ajaran Gereja, yang
bersumber pada Alkitab dan Tradisi Suci. Dalam sejarah Gereja, kita melihat
Magisterium berperan untuk menjelaskan ataupun menjabarkan pengajaran yang
bersumber pada Alkitab dan Tradisi Suci tersebut, termasuk meluruskan
pengertian ajaran, terutama jika ada pengajaran sesat. Wewenang ini dapat
dilakukan oleh Bapa Paus dan beserta para Uskup (misal berupa Konsili), atau
oleh Bapa Paus sendiri selaku penerus Rasul Petrus. Contohnya, pada abad ke-3,
ajaran sesat Arianisme (yang menyatakan Yesus bukan Tuhan dan tidak setara
dengan Allah Bapa) diluruskan oleh Konsili Nicea, yang menegaskan bahwa Kristus
sungguh-sungguh setara (consubstantial ) dengan Allah Bapa. Hal ini
dapat kita lihat dari teks syahadat Nicea: “Allah dari Allah, terang dari
terang, Allah benar dari Allah benar… Ia … sehakekat dengan Bapa.”
Sedangkan contoh Wewenang Mengajar yang dilakukan oleh Bapa Paus, misalnya
adalah Dogma Maria Dikandung tanpa Noda (Inneffabilis Deus) oleh Bapa Paus Pius
IX, tanggal 8 Desember 1854.
Lebih lanjut Katekismus
Gereja Katolik menerangkan sebagai berikut :
1. KGK 85 “Adapun tugas menafsirkan
secara otentik Sabda Allah yang tertulis atau diturunkan itu,
dipercayakan hanya kepada Wewenang Mengajar Gereja yang hidup,
yang kewibawaannya dilaksanakan atas nama Yesus Kristus” (DV 10).
2. KGK 86 “Wewenang Mengajar itu tidak
berada di atas Sabda Allah, melainkan melayaninya, yakni dengan,hanya
mengajarkan apa yang diturunkan saja, sejauh Sabda itu, karena perintah ilahi
dan dengan bantuan Roh Kudus, didengarkannya dengan khidmat, dipelihara dengan
suci, dan diterangkannya dengan-setia; dan itu semua diambilnya dari satu
perbendaharaan iman itu, yang diajukannya untuk diimani sebagai hal-hal yang
diwahyukan oleh Allah” (DV 10).
3. KGK 87 Kaum beriman mengenangkan perkataan
Kristus kepada para Rasul: “Barang siapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan
Aku” (Luk 10:16) Bdk. LG 20. dan menerima dengan rela ajaran dan petunjuk yang
diberikan para gembala kepada mereka dalam berbagai macam bentuk.
4. KGK 888 Bersama para imam, rekan
sekerjanya, para Uskup mempunyai “tugas utama… mewartakan Injil Allah kepada
semua orang” (PO 4), seperti yang diperintahkan Tuhan Bdk. Mrk 16:15.. Mereka
adalah “pewarta iman, yang mengantarkan murid-murid baru kepada Kristus dan
mereka pengajar yang otentik atau mengemban kewibawaan Kristus” (LG 25).
5. KGK 889 Untuk memelihara Gereja dalam
kemurnian iman yang diwariskan oleh para Rasul, maka Kristus yang
adalah kebenaran itu sendiri, menghendaki agar Gereja-Nya mengambil
bagian dalam sifat-Nya sendiri yang tidak dapat keliru. Dengan “cita rasa
iman yang adikodrati”, Umat Allah memegang teguh iman dan tidak
menghilangkannya di bawah bimbingan Wewenang Mengajar Gereja yang
hidup Bdk. LG12;DV 10.
6. KGK 890 Perutusan Wewenang Mengajar
berkaitan dengan sifat definitif perjanjian, yang Allah adakan di dalam Kristus
dengan Umat-Nya. Wewenang Mengajar itu harus melindungi umat terhadap
kekeliruan dan kelemahan iman dan menjamin baginya kemungkinan
obyektif, untuk mengakui iman asli, bebas dari kekeliruan. Tugas pastoral
Wewenang Mengajar ialah menjaga agar Umat Allah tetap bertahan dalam kebenaran
yang membebaskan. Untuk memenuhi pelayanan ini Kristus telah menganugerahkan
kepada para gembala karisma “tidak dapat sesat” [infallibilitas] dalam
masalah-masalah iman dan susila. Karisma ini dapat dilaksanakan dengan
berbagai macam cara:
7. KGK 891 “Ciri tidak dapat sesat itu ada
pada Imam Agung di Roma, kepala dewan para Uskup, berdasarkan tugas beliau, bila
selaku gembala dan guru tertinggi segenap umat beriman, yang meneguhkan
saudara-saudara beliau dalam iman, menetapkan ajaran tentang iman atau
kesusilaan dengan tindakan definitif… Sifat tidak dapat sesat, yang
dijanjikan kepada Gereja, ada pula pada Badan para Uskup, bila melaksanakan
wewenang tertinggi untuk mengajar bersama dengan pengganti Petrus” (LG 25)
terutama dalam konsili ekumenis Bdk. Konsili Vatikan 1: DS 3074.. Apabila
Gereja melalui Wewenang Mengajar tertingginya “menyampaikan sesuatu
untuk diimani sebagai diwahyukan oleh Allah” (DV 10) dan sebagai ajaran
Kristus, maka umat beriman harus “menerima ketetapan-ketetapan itu dengan
ketaatan iman” (LG 25). Infallibilitas ini sama luasnya seperti warisan wahyu
ilahi Bdk. LG 25.
8. KGK 892 Bantuan ilahi juga
dianugerahkan kepada pengganti-pengganti para Rasul, yang mengajarkan dalam
persekutuan dengan pengganti Petrus, dan terutama kepada Uskup Roma, gembala
seluruh Gereja, apabila mereka, walaupun tidak memberikan
ketetapan-ketetapan kebal salah dan tidak menyatakannya secara definitif,
tetapi dalam pelaksanaan Wewenang Mengajarnya yang biasa mengemukakan satu
ajaran, yang dapat memberi pengertian yang lebih baik mengenai wahyu dalam masalah-masalah
iman dan susila. Umat beriman harus mematuhi ajaran-ajaran otentik ini dengan:
“kepatuhan kehendak dan akal budi yang suci” (LG 25), yang walaupun berbeda
dengan persetujuan iman, namun mendukungnya.
Jadi, Magisterium
adalah Wewenang Mengajar Gereja, yang terdiri dari Bapa Paus (sebagai pengganti
Rasul Petrus) dan para uskup (sebagai pengganti para rasul) dalam persekutuan
dengannya, yang diberikan karisma “tidak dapat sesat” (infalibilitas) oleh
Yesus, yaitu dalam hal pengajaran mengenai iman dan moral. Maka kita ketahui
bahwa sifat infalibilitas ini tidak berlaku dalam segala hal, namun hanya
dalam hal iman dan moral, yaitu pada saat mereka mengajarkan dengan tindakan
definitif, seperti yang tercantum dalam Dogma dan doktrin resmi Gereja Katolik.
D. HIERARKI GEREJA
KATOLIK
Hierarki itu bisa juga
dimengerti sama dengan "struktur jabatan". Menurut Ajaran Gereja,
Hierarki adalah hakikat kehidupan-nya juga. Perutusan ilahi, yang dipercayakan
Kristus kepada para rasul itu, akan berlangsung sampai akhir zaman (lih. Mat
28:20). Sebab Injil, yang harus mereka wartakan, bagi Gereja merupakan azas
seluruh kehidupan untuk selamanya. Maka dari itu dalam himpunan yang tersusun
secara hirarkis yaitu para Rasul telah berusha mengangkat para pengganti mereka.
Maka Konsili mengajarkan
bahwa "atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul
sebagai gembala Gereja" Kepada mereka itu para Rasul berpesan,
agar mereka menjaga seluruh kawanan, tempat Roh Kudus mengangkat mereka untuk
menggembalakan jemaat Allah (lih. Kis 20:28).(LG 20). Pengganti meraka yakni,
para Uskup, dikehendaki-Nya menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir jaman
(LG 18).
Maksud
dari "atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul sebagai
gembala Gereja" ialah bahwa dari hidup dan kegiatan Yesus timbulah
keplompok orang yang kemudian berkembang menjadi Gereja, seperti yang dikenal
sekarang. Proses perkembangan pokok itu terjadi dalam Gereja perdana atau
Gereja para rasul, Yakni Gereja yang mengarang Kitab Suci Perjanjian baru.
Jadi, dalam kurun waktu antara kebangkitan Yesus dan kemartiran St. Ignatius
dari Antiokhia pada awal abad kedua, secara prinsip terbentuklah hierarki
Gereja sebagaimana dikenal dalam sampai sekarang.
Struktur Hierarkis Gereja
yang sekarang terdiri dari dewan para Uskup dengan Paus sebagai kepalanya, dan
para imam serta diakon sebagai pembantu uskup
1. Para Rasul
Sejarah awal perkembangan
Hierarki adalah kelompok keduabelas rasul. Inilah kelompok yang sudah terbentuk
waktu Yesus masih hidup. Seperti Paulus juga menyebut kelompok itu "mereka
yang telah menjadi rasul sebelum aku" (Gal 1:17). Demikian juga Paulus pun
seorang rasul, sebagaimana dalam Kitab Suci (1Kor 9:1, 15:9, dsb)
Pada akhir
perkembangannya ada struktur dari Gereja St. Ignatius dari Antiokhia, yang
mengenal "penilik" (Episkopos), "penatua" (presbyteros),
dan "pelayan" (diakonos). Struktur ini kemudian menjadi struktur
Hierarkis yang terdiri dari uskup, imam dan diakon.
2. Dewan Para Uskup
Pada akhir zaman Gereja
perdana, sudah diterima cukup umum bahwa para uskup adalah pengganti para
rasul, seperti juga dinyatakan dalam Konsili Vatikan II (LG 20). Tetapi hal itu
tidak berarti bahwa hanya ada dua belas uskup (karena duabelas rasul). Disini
dimaksud bukan rasul satu persatu diganti oleh orang lain, tetapi kalangan para
rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh kalangan para uskup. hal tersebut
juga dipertegas dalam Konsili Vatikan II (LG 20 dan LG 22).
Tegasnya, dewan para
uskup menggantikan dewan para rasul. Yang menjadi pimpinan Gereja adalah dewan
para uskup. Seseorang diterima menjadi uskup karena diterima kedalam dewan itu.
itulah Tahbisan uskup, "Seorang menjadi anggota dewan para uskup dengan
menerima tahbisan sakramental dan berdasarkan persekutuan hierarkis dengan
kepada maupun para anggota dewan" (LG 22). Sebagai sifat kolegial ini,
tahbisan uskup selalu dilakukan oleh paling sedikit tiga uskup, sebab tahbisan
uskup berarti bahwa seorang anggota baru diterima kedalam dewan para uskup (LG
21).
3. Paus
Kristus mengangkat Petrus
menjadi ketua para rasul lainnya untuk menggembalakan umat-Nya. Paus,
pengganti Petrus adalah pemimpin para uskup. Menurut kesaksian tradisi,
Petrus adalah uskup Roma pertama. Karena itu Roma selalu dipandang sebagai
pusat dan pedoman seluruh Gereja. Maka menurut keyakinan tradisi, uskup roma
itu pengganti petrus, bukan hanya sebagai uskup lokal melainkan terutama dalam
fungsinya sebagai ketua dewan pimpinan Gereja. Paus adalah uskup Roma, dan
sebagai uskup Roma ia adalah pengganti Petrus dengan tugas dan kuasa yang
serupa dengan Petrus. hal ini dapat kita lihat dalam sabda Yesus sendiri
:
"Berbahagialah
engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu,
melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau
adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku
dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci
Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan
apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." (Mat 16:17-19).
4. Uskup (karena tahbisan
episkopal; Uskup diosesan, Koajutor, auxilier, emeritus)
Paus adalah juga seorang
uskup. kekhususannya sebagai Paus, karena dia dipilih sebagai ketua dewan para
uskup. Tugas pokok uskup ditempatnya sendiri dan Paus bagi seluruh Gereja
adalah pemersatu.
Tugas hierarki yang
pertama dan utama adalah mempersatukan dan mempertemukan umat.Tugas itu boleh
disebut tugas kepemimpinan, dan para uskup "dalam arti sesungguhnya
disebut pembesar umat yang mereka bimbing" (LG 27).
Tugas pemersatu dibagi
menjadi tiga tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan Gereja. Komunikasi iman
Gereja terjadi dalam pewartaan, perayaan dan pelayanan.
Maka dalam tiga bidang
itu para uskup, dan Paus untuk seluruh Gereja, menjalankan tugas kepemimpinannya.
"Diantara tugas-tugas utama para uskup pewartaan Injilah yang
terpenting" (LG 25). Dalam ketiga bidang kehidupan Gereja uskup bertindak
sebagai pemersatu, yang mempertemukan orang dalam komunikasi iman.
5. Imam (karena tahbisan
presbiterat)
Pada zaman dahulu, sebuah
keuskupan tidak lebih besar daripada sekarang yang disebut paroki. Seorang
uskup dapat disebut "pastor kepala" pada zaman itu. dan imam-imam
"pastor pembantu", lama kelamaan pastor pembantu mendapat daerahnya
sendiri, khususnya di pedesaan. Makin lama daerah-daerah keuskupan makin besar.
Dengan Demikian, para uskup semakin diserap oleh tugas oraganisasi dan
administrasi. Tetapi itu sebetulnya tidak menyangkut tugasnya sendiri sebagai
uskup, melainkan cara melaksanakannya. sehingga uskup sebagai pemimpin Gereja
lokal, jarang kelihatan ditengah-tengah umat. Melihat perkembangan
demikian, para imam menjadi wakil uskup. "Di masing-masing jemaat setempat
dalam arti tertentu mereka menghadirkan uskup. Para imam dipanggil melayani umat
Allah sebagai pembantu arif bagi badan para uskup, sebagai penolong dan organ
mereka" (LG 28). Tugas konkret mereka sama seperti uskup:
"Mereka ditahbiskan untuk mewartakan Injil serta menggembalakan umat
beriman, dan untuk merayakan ibadat ilahi"
6. Diakon (karena
tahbisan diakonat)
"Pada tingkat
hiererki yang lebih rendah terdapat para diakon, yang ditumpangi tangan 'bukan
untuk imamat, melainkan untuk pelayanan'" (LG29). Mereka pembantu uskup
tetapi tidak mewakilinya.
Para uskup mempunyai 2
macam pembantu, yaitu pembantu umum (disebut imam) dan pembantu khusus (disebut
diakon). Bisa dikatakan juga diakon sebagai "pembantu dengan tugas
terbatas". jadi diakon juga termasuk kedalam anggota hierarki
BEBERAPA ISTILAH
• Tahta Suci (Bahasa Latin: Sancta
Sedes) adalah yurisdiksi episkopal dari Paus Roma (yang umumnya dikenal sebagai Sri Paus), tahta keuskupan nomor satu dalam Gereja
Katolik, dan merupakan pusat pemerintahan Gereja Katolik. Dengan
demikian, dalam diplomasi, dan dalam bidang-bidang lainnya Tahta Suci bertindak
dan berbicara atas nama seluruh Gereja Katolik. Tahta Suci juga diakui oleh
subyek-subyek hukum internasional lainnya sebagai sebuah entitas berdaulat,
dikepalai oleh Sri Paus, yang dengannya dapat dijalin hubungan-hubungan
diplomatik.[1]
Atau sederhananya, Tahta Suci itu istilah untuk menyebut Tahta
Keuskupan Roma sebagai pusat pemerintahan Gereja Katolik.
Meskipun kerap disebut "Vatikan", Tahta
Suci tidaklah sama dengan Negara Kota
Vatikan, yang baru ada sejak 1929, sedangkan Tahta Suci sudah ada
sejak masa-masa permulaan Agama Kristen. Secara resmi para duta besar bukan
ditunjuk bagi Negara Kota Vatikan melainkan bagi "Tahta Suci", dan
wakil-wakil kepausan untuk negara-negara dan organisasi-organisasi
internasional disambut sebagai perwakilan dari Tahta Suci, bukan sebagai
perwakilan dari Negara Kota Vatikan.
Catatan:
Semua tahta keuskupan itu "suci", namun istilah
"Tahta Suci" (tanpa spesifikasi lebih lanjut) biasanya digunakan
dalam hubungan-hubungan internasional, dalam hukum kanon
Gereja Katolik, untuk menyebut Tahta Keuskupan Roma sebagai pusat
pemerintahan Gereja Katolik.
• Nuncio Apostolik
Nuncio
Apostolik adalah sebuah lembaga diplomatik yang setara Kedutaan Besar yang
mewakili Tahta Suci Vatikan, Roma.
• Kardinal
seorang kardinal adalah
seorang uskup yang diberi tugas dan wewenang memilih Paus baru, bila ada
seorang Paus yang meninggal. (karena Paus adalah uskup roma, maka Paus baru
sebetulnya dipilih oleh pastor-pastor kota Roma, khususnya pastor-pastor dari
gereja-gereja "utama" (cardinalis)).
Dewasa ini para kardinal
dipilih dari uskup-uskup seluruh dunia. lama kelamaan para kardinal juga
berfungsi sebagai penasihat Paus, bahkan fungsi kardinal menjadi suatu
jabatan kehormatan. Para kardinal diangkat oleh Paus. Sejak abad ke 13 warna
pakaian khas adalah merah lembayung.
• Konklaf (latin: cum clave = dengan sebuah kunci)
Konklaf
adalah sebuah pertemuan tertutup dimana para Kardinal yang berusia kurang dari
80 tahun – dalam hal ini bisa dipilih – memilih seorang penerus Paus yang baru
saja meninggal dunia atau yang mengundurkan diri.
Pada
sebuah Konklaf para Kardinal harus dipisahkan dari segala pengaruh luar dengan
memasuki ruangan terkunci dan tetap tinggal di sana sampai ada yang terpilih
menjadi Paus.
Saat
ini, ruang Konklaf yang terkunci adalah Kapel Sistine di Vatikan, yang
ditetapkan oleh Paus Siktus IV (1471-1484). Disana ada sebuah fresco atau
lukisan dinding yang cocok, yaitu Christ Consigns the Keys to
Peter karya Pietro Perugino, yang menggambarkan peristiwa dalam Matius
16:19: Yesus memberikan kunci kepada Petrus. Langit-langit Kapel Sistine
dipenuhi fresco atau lukisan terkenal dari abad ke 16 karya Michaelangelo
tentang Penciptaan, yang didominasi oleh gambar Allah dan Adam yang saling
menyentuh ujung-ujung jemari, dan juga karyanya Last Judgjement,
yang dilukis beberapa decade kemudian, diatas Altar.
Konklaf
harus bersifat retret suci, sesuai dengan aturan Konklaf yang ditetapkan oleh
Paus Paulus VI pada tahun 1975. Pada tahun 1978, Kardinal Basil Hume dari
Inggris mengatakan dia menjadi sangat sadar bahwa didalam Konklaf itu “tidak
ada sesuatu di antara para Kardinal dan Allah.” Yohanes Paulus II, dalam
petunjuknya tentang Konklaf yang dikeluarkan pada tahun 1996, mengingastkan
para Kardinal agar mereka duduk dibawah fresco Last Judgjement, yang
membuat tempat itu “kondusif bagi kesadaran akan kehadiran Allah, yang dalam
pandangan-Nya setiap orang pada suatu hari akan diadili.”
• Keuskupan
adalah
bagian umat Katolik yang tinggal dalam suatu daerah dengan batas-batas
tertentu, dengan seorang Uskup yang adalah pengganti rasul Yesus Kristus
mempersatukan mereka sebagai guru dalam ajaran, imam dalam ibadat suci dan
pelayan dalam kepemimpinan. Keuskupan juga disebut Gereja Partikular dalam
relasi dengan Gereja Semesta (Universal) yang dipimpin Paus.
Hanya Paus yang mempunyai wewenang untuk mendirikan suatu Keuskupan setelah
mendengarkan alasan-alasan yang diajukan para Uskup di daerah itu. Pada umumnya
suatu Keuskupan dibagi-bagi menjadi bagian yang lebih kecil,
yang disebut Paroki, di mana Uskup dibantu Pastor Paroki dalam melaksanakan tugas pemersatu, sebagai
guru ajaran, imam dalam ibadat dan pelayan dalam kepemimpinan. Dibedakan
antara Keuskupan Agung dan Keuskupan
sufragan.
• Keuskupan Agung
Keuskupan
Agung terjadi dari pengelompokan beberapa keuskupan yang
berdekatan yang membentuk suatu Provinsi
Gerejani. Dalam hal ini suatu Keuskupan menjadi Keuskupan Agung dan
dipandang sebagai metropolit bukan karena luas wilayah, ataupun karena
kedewasaan iman umat pada umumnya. Keuskupan Agung tidak lebih tinggi dari
Keuskupan lainnya, melainkan mendapat fungsi mempersatukan Keuskupan-keuskupan
yang berdekatan, yang disebut Keuskupan sufragan, seperti suatu gugusan
(cluster), dalam rangka penggembalaan umat yang kurang lebih mirip budayanya,
untuk hal-hal yang dianggap berfaedah. Misalnya Keuskupan Agung Jakarta
merupakan metropolit dan pemersatu Keuskupan Bogor dan Keuskupan Bandung.
• Keuskupan Sufragan
Keuskupan
sufragan adalah istilah yang hanya digunakan dalam relasi
dengan Keuskupan Agung, yaitu beberapa Keuskupan yang menyatukan diri dalam
suatu Provinsi Gerejani. Kedudukan Keuskupan sufragan secara hukum (Gereja)
adalah setara dengan Keuskupan Agung, maka relasi antara Keuskupan Agung dan
Keuskupan sufragan bukan merupakan atasan-bawahan, melainkan mitra-kerja
penggembalaan umat yang lebih luas. Pada 2010, diperkirakan ada 8310 Keuskupan
di seluruh dunia.
Keuskupan di Indonesia –
Provinsi Gerejani – Regio
Enam
di antara sepuluh Keuskupan Agung didirikan bersamaan dengan
pendirian hierarki Gereja
Katolik di Indonesia pada
tanggal 3 Januari 1961,
yaitu: Keuskupan Agung Ende, Keuskupan
Agung Jakarta, Keuskupan
Agung Makassar, Keuskupan
Agung Medan, Keuskupan Agung
Pontianak,] dan Keuskupan
Agung Semarang. Sedangkan Keuskupan
Agung Merauke didirikan pada tanggal 15 November 1966, dan Keuskupan
Agung Kupang didirikan pada tanggal 23 Oktober 1989.
Kemudian Keuskupan Agung Samarinda didirikan pada tanggal 29 Januari 2003, dan Keuskupan
Agung Palembang didirikan pada tanggal 1 Juli 2003.
Daftar
Menurut Provinsi Gerejani
Berikut
ini adalah daftar nama 37 Keuskupan se-Indonesia yang
dikelompokkan menjadi sepuluh Provinsi
Gerejani, plus satu Keuskupan
Ordinariat Militer, dengan para Uskupsebagai
kepalanya.
o Keuskupan Larantuka: Mgr. Franciscus
Kopong Kung (16 Juni 2004)
o Keuskupan Ruteng: Mgr. Hubertus
Leteng (7 November 2009)
o Keuskupan Bandung: Mgr. Antonius
Subianto Bunjamin, O.S.C. (3 Juni 2014)
o Keuskupan Bogor: Mgr. Paskalis
Bruno Syukur, O.F.M. (21 November 2013)
• Keuskupan Agung Kupang: Mgr. Petrus Turang (10 Oktober 1997)
o Keuskupan Atambua: Mgr. Dominikus
Saku (2 Juni 2007)
o Keuskupan Weetebula: Mgr. Edmund Woga, C.Ss.R. (4 April 2009)
o Keuskupan Amboina: Mgr. Petrus Canisius
Mandagi, M.S.C. (10 Juni 1994)
• Keuskupan Agung Merauke: Mgr. Nicolaus Adi
Seputra, M.S.C. (7 April 2004)
o Keuskupan Agats: Mgr. Aloysius
Murwito, O.F.M. (7 Juni 2002)
o Keuskupan Jayapura: Mgr. Leo Laba
Ladjar, O.F.M. (29 Agustus 1997)
o Keuskupan Timika: Mgr. John Philipus
Saklil (19 Desember 2003)
• Keuskupan Agung Palembang: Mgr. Aloysius
Sudarso, S.C.J. (20 Mei 1997)
o Keuskupan Pangkal Pinang: Mgr. Hilarius Moa
Nurak, S.V.D. (30 Maret 1987)
• Keuskupan Agung Pontianak: Mgr. Agustinus
Agus (3 Juni 2014)
o Keuskupan Ketapang: Mgr. Pius Riana
Prapdi (25 Juni 2012)
o Keuskupan Sanggau: Mgr. Julius Giulio
Mencuccini, C.P. (22 Januari 1990)
o Keuskupan Sintang: kosong, sebelumnya Mgr. Agustinus
Agus (1999-2014) menjadi Uskup Agung
Pontianak dan sebagai Administrator Apostolik diisi oleh
Mgr. Agustinus
Agus
o Keuskupan Tanjung Selor: administrator Mgr. Yustinus
Hardjosusanto, M.S.F.(9 Januari 2002)
o Keuskupan Purwokerto: Mgr. Julianus Kemo
Sunarko, S.J. (10 Mei 2000)
Daftar
Menurut Regio
Daftar keuskupan
berdasarkan 6 Regio:
• Regio Sumatera
o Keuskupan Agung Medan
o Keuskupan Sufragan Padang
o Keuskupan Agung Palembang
o Keuskupan Sufragan Pangkalpinang
o Keuskupan Sufragan Sibolga
o Keuskupan Sufragan Tanjungkarang
• Regio Jawa
o Keuskupan Agung Jakarta
o Keuskupan Sufragan Bogor
o Keuskupan Sufragan Bandung
o Keuskupan Agung Semarang
o Keuskupan Sufragan Purwokerto
o Keuskupan Sufragan Surabaya
o Keuskupan Sufragan Malang
• Regio Kalimantan
o Keuskupan Agung Pontianak
o Keuskupan Sufragan Sanggau
o Keuskupan Sufragan Sintang
o Keuskupan Sufragan Ketapang
o Keuskupan Agung Samarinda
o Keuskupan Sufragan Tanjung Selor
o Keuskupan Sufragan Banjarmasin
o Keuskupan Sufragan Palangkaraya
• Regio Manado Amboina Makassar (MAM)
o Keuskupan Agung Makassar
o Keuskupan Sufragan Amboina
o Keuskupan Sufragan Manado
• Regio Nusa Tenggara
o Keuskupan Agung Ende
o Keuskupan Sufragan Larantuka
o Keuskupan Sufragan Ruteng
o Keuskupan Sufragan Denpasar
o Keuskupan Agung Kupang
o Keuskupan Sufragan Atambua
o Keuskupan Sufragan Weetebula
o Keuskupan Maumere
• Regio Papua
o Keuskupan Agung Merauke
o Keuskupan Sufragan Agats-Asmat
o Keuskupan Sufragan Jayapura
o Keuskupan Sufragan Sorong-Manokwari
o Keuskupan Sufragan Timika
• Vikaris Jenderal
Vikaris
Jenderal atau
yang lazim disingkat Vikjen adalah jabatan yang diberikan kepada seorang atau
lebih pastor atau uskup auksilier atau uskup koajutor dalam suatu
keuskupan untuk mewakili uskup dalam sebagian tugas dan wewenang uskup dalam
wilayah keuskupan tersebut.
Jabatan vikaris jenderal bersifat bukan seumur hidup dan akan kehilangan
jabatannya begitu uskup yang melantiknya meninggal dunia atau mengundurkan
diri.
• Vikaris Episkopalis
Vikaris
Episkopalis atau
yang lazim disingkat Vikep adalah jabatan yang diberikan
kepada seorang pastor atau uskup auksilier atau uskup koajutor
dalam suatu keuskupanuntuk mewakili sebagian tugas-tugas dan
wewenang uskup dalam
suatu wilayah yang lebih sempit atau untuk kelompok yang spesifik. Seperti
halnya seorang vikaris jendral(vikjen), jabatan vikaris episkopalis bersifat
bukan seumur hidup dan akan kehilangan jabatannya begitu uskup yang melantiknya
meninggal dunia atau mengundurkan diri.
• Paroki
Paroki adalah komunitas
kaum beriman yang dibentuk secara tetap dengan batas-batas kewilayahan tertentu
dalam Keuskupan (Gereja
Partikular). Sebagaimana Gereja terutama adalah himpunan umat beriman, bukan
gedung, maka pengertian paroki pun pertama-tama adalah himpunan orang, bukan
sekedar wilayah, walaupun sifat kewilayahan sebagai aspek yang tetap juga
inheren padanya (Kitab Hukum Kanonik Gereja Katolik, kanon 515 art. 1). Uskuplah yang
berwenang mendirikan, membubarkan atau mengubah Paroki (Kitab Hukum Kanonik
kanon 515 art 2). Pada umumnya Paroki bersifat teritorial, bukan personal,
bukan kategorial, di dalam prinsip organisasinya.
• Konstitusi Apostolik
Sebuah konsitusi
apostolik (Bahasa Latin: constitutio apostolica) adalah
dekrit tertinggi yang dikeluarkan oleh Sri Paus. Penggunaan istilah konstitusi berasal
dari Bahasa Latin constitutio yangn merujuk pada hukum
bernilai penting apapun yang diterbitkan oleh Kaisar Romawi. Istilah ini
dipertahankan penggunaannya dalam dokumen-dokumen gereja karena warisan-warisan
yang Hukum Kanon Gereja
Katolik Roma terima dari hukum Romawi.
Berdasarkan sifat
dasarnya, konstitusi apostolik diperuntukkan kepada publik. Konstitusi umum
menggunakan nama Konstitusi Apostolik, dan menampung masalah-masalah
resmi gereja, seperti penyebar-luasan undang-undang atau ajaran-ajaran pasti
gereja. Bentuk-bentuk Konstitusi Dogmatis dan Konstitusi
Pastoral adalah nama-nama yang kadang-kadang digunakan untuk
memperjelas tujuan dikeluarkannya dokumen tersebut.
Konstitusi
Apostolik diterbitkan sebagai Bulla Kepausan berdasarkan
bentuk resmi dan bentuk publik mereka. Hal tertinggi berikutnya setelah
Konstitusi Apostolik adalah surat Ensiklik.
Contoh-contoh
Konstitusi Apostolik
• Ad Universalis Ecclesiae (1862)
Konstitusi kepausan Paus Pius IX yang berurusan dengan syarat-syarat
penerimaan ordo religius laki-laki dimana kaul suci harus dilakukan.
• Bis Saeculari (1948), konstitusi Paus Pius XII mengenai
perkumpulan-perkumpulan yang berkenaan dengan Maria.
• Ex Corde Ecclesiae (1990) —
aturan-aturan Paus Yohanes Paulus II mengenai universitas-universitas
Katolik.
• Exsul Familia (1952) Konstitusi Paus Pius XII mengenai
perpindahan penduduk.
• Fidei depositum (1992) Konstitusi
apostolik Paus Yohanes Paulus II mengenai Katekisme Gereja Katolik
yang baru.
• Ineffabilis Deus (1854) Konstitusi
dogmatis Paus Pius IX perihal Pembuahan Suci Maria.
• Missale Romanum (1969) Konstitusi
apostolik Paus Paulus VI mengenai liturgi yang diperbarui.
• Munificentissimus Deus (1950)
Konstitusi dogmatis Paus Pius XII mengenai Pengangkatan Tubuh Maria ke Surha.
• Paenitemini (1966) Konstitusi
apostolik Paus Paulus VI mengenai Puasa dan Penahanan Hawa Nafsu
dalam Gereja Katolik Roma.
• Pastor Bonus (1988) —
aturan-aturan Paus Yohanes Paulus II mengenai tatanan Kuria Romawi.
• Quo primum (1570) Konstitusi
apostolik Paus Pius V mengenai Misa Tridentine.
• Romano Pontifici Eligendo (1975)
Konstitusi apostolik Paus Paulus VI mengenai pemilihan Uskup Roma.
• Sacrae Disciplinae Leges (1983)
Konstitusi Paus Yohanes Paulus II menerbitkan Kode Hukum Kanon tahun 1983.
• Universi Dominici Gregis (1996) —
aturan-aturan Paus Yohanes Paulus II mengenai pemilihan Uskup Roma.
• Ut sit (1982)
Konstitusi apostolik Paus Yohanes Paulus II yang mengangkat Opus Deike
tingkatan prelature (wali gereja) pribadi.
• Veterum sapientia (1962) Konstitusi
apostolik Paus Yohanes XXIII mengenai pemajuan pendidikan Bahasa
Latin.
Sinode Keuskupan
a. Arti
Sinode Keuskupan adalah
sidang para imam dan orang beriman yang terpilih dari suatu keuskupan.
b. Tujuan
untuk membantu uskup
diosesan dalam mengembangkan kesejahteraan rohani seluruh umat beriman
keuskupannya.
c. Alasan dan Caranya
Sinode diselenggarakan
apabila dipandang perlu oleh uskup setelah ia mendengarkan pandangan Dewan
Imam. Caranya, Uskup menghimpun anggota dan mengetuai sidang.
d. Hasilnya
Uskup perlu menyetujui
dekret-dekretnya supaya menjadi sah dan berlaku.
e. Anggota atau
Pesertanya
Terdapat beberapa orang
yang harus menjadi anggota sinode karena jabatan dan wajib hadir secara
pribadi. Misalnya: para usup auksilier, vikaris jenderal dan episkopal, semua
anggota Dewan Imam, rektor seminari tinggi, para deken beserta seorang imam
yang dipilih dari setiap dekanat.
Selain itu peserta
undangan di antaranya, beberapa pemimpin lembaga religius yang bertempat
tinggal dan bekerja di keuskupan yang bersangkutan dan yang dipandang mampu
memberikan kontribusi terhadap keuskupan yang bersangkutan. Beberapa pengamat
dari keuskupan tetangga dan Gereja bukan Katolik juga turut diundang untuk
terlibat dalam sinode diosesan.