Jumat, 10 Maret 2017

Katolik YES

GEREJA KATOLIK :Kuasa Mengajar, Hierarki 
dan Beberapa Istilah



A. Pengantar
Tulisan ini dibagi empat bagian: 1) Gambaran dan Pengertian Gereja secara umum, 2) Apa itu Magisterium / Kuasa Mengajar Gereja, 3) Hirarki Gereja Katolik dan 4) Beberapa Istilah.

B. Aneka Gambaran  Gereja
Beberapa istilah simbol dipakai untuk menggambarkan Gereja. Ini untuk menggambarkan kenyataan Gereja yang kompleks. Istilah simbol diambil dari hal-hal yang nyata atau real, seperti: dunia pertanian, peternakan juga dari realitas manusiawi lainnya seperti keluarga.

1. Gereja itu kandang, dan satu-satunya pintu yang harus dilalui ialah Kristus (lih Yoh 10:1-10).

2. Gereja juga kawanan domba, yang digembalakan oleh Allah sendiri (lih Yes 40:11; Yeh 34:11 dst).
Domba-dombanya, meskipun dipimpin oleh gembala-gembala manusiawi, namun tiada hentinya dibimbing dan dipelihara oleh Kristus sendiri, Sang Gembala Baik dan Pemimpin para gembala (bdk Yoh 10:11; 1Ptr 5:4), yang telah merelakan hidup-Nya demi domba-domba (lih Yoh10:11-15)

3. Gereja itu tanaman atau ladang Allah (lih 1Kor 3:9).
Di ladang itu tumbuhlah pohon zaitun bahari, yang akar Kudusnya ialah para Bapa bangsa. Di situ telah terlaksana dan akan terlaksanalah perdamaian antara bangsa Yahudi dan kaum kafir (lih Rom 11:13-26). Gereja ditanam oleh Petani Sorgawi sebagai kebun anggur terpilih (lih Mat 21:33-43 par.; Yes 5:1 dst.). Kristuslah pokok anggur yang sejati. Dialah yang memberi hidup dan kesuburan kepada cabang-cabang, yakni kita, yang karena Gereja tinggal dalam Dia, dan yang tidak mampu berbuat apa pun tanpa Dia (lih Yoh 15:1-15).

4. Gereja disebut bangunan Allah (lih 1Kor 3:9).
Tuhan sendiri mengibaratkan diri-Nya sebagai batu, yang dibuang oleh para pembangun, tetapi malahan menjadi batu sendi (lih Mat 21:42 par.; Kis 4:11; 1Ptr 2:7; Mzm 117:22). Di atas dasar itulah Gereja dibangun oleh para Rasul (lih 1Kor 3:11), dan memperoleh kekuatan dan kekompakan dari pada-Nya.
Bangunan itu diberi pelbagai nama; rumah Allah (lih 1Tim 3:15), tempat tinggal keluarga-Nya; kediaman Allah dalam Roh (lih Ef 2:19-22), kemah Allah ditengah manusia (Why 21:3), dan terutama Kenisah Kudus. Kenisah itu diperagakan sebagai gedung-gedung ibadat dan dipuji-puji oleh para Bapa suci, Yerusalem baru[5]. Sebab disitulah kita bagaikan batu-batu yang hidup dibangun didunia ini (lih 1Ptr 2:5). Yohanes memandang kota suci itu, ketika pembaharuan bumi turun dari Allah di sorga, siap sedia ibarat mempelai yang berhias bagi suaminya (Why 21:1 dsl.)

5. Gereja juga digelari “Yerusalem yang turun dari atas” dan “bunda kita” (Gal 4:26; lih Why 12:17), dan dilukiskan sebagai mempelai nirmala bagi Anak Domba yang tak bernoda (lih Why 19:7; 21:2 dan 9:22:17).
Kristus “mengasihinya dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya” (Ef 5:29). Ia memurnikan dan menghendakinya bersatu dengan diri-Nya serta patuh kepada-Nya dalam cinta kasih dan kesetiaan (lih Ef 5:24). Akhirnya Kristus melimpahinya dengan kurnia-kurnia sorgawi untuk selamanya, supaya kita memahami cinta Allah dan Kristus terhadap kita, yang melampaui segala pengetahuan (lih Ef 3:19).

6. Gereja menurut Konsili Vatikan II

a.   Gereja sebagai communio,
artinya sebagai perkumpulan orang-orang yang percaya, dipersatukan oleh Roh Allah dalam iman, harapan dan kasih. 

“Dari bangsa Yahudi maupun kaum kafir Ia memanggil suatu bangsa, yang akan bersatu padu bukan menurut daging, melainkan dalam Roh, dan akan menjadi umat Allah yang baru. Sebab mereka yang beriman akan Kristus, yang dilahirkan kembali bukan dari benih yang punah, melainkan dari yang tak dapat punah karena sabda Allah yang hidup (lih. 1Ptr 1:23), bukan dari daging, melainkan dari air dan Roh kudus (lih. Yoh 3:5-6), akhirnya dihimpun menjadi “keturunan terpilih, imamat rajawi, bangsa suci, umat pusaka – yang dulu bukan umat, tetapi sekarang umat Allah” (1Ptr 2:9-10).

Dasar makna Gereja sebagai communio sendiri adalah Allah Tritunggal

Seluruh Gereja tampak sebagai umat yang disatukan berdasarkan kesatuan Bapa dan Putra dan Roh Kudus, karena itu sebagai komunio Gereja harus dimengerti sebagai “Umat Allah, Tubuh Kristus dan Bait/Kenisah Roh Kudus”. Komunio dari Gereja sebagai bentuk yang kelihatan dipengaruh oleh kondisi sosial budaya di mana Gereja hidup dan bertumbuh. Komunio umumnya terbentuk berdasarkan keluarga, territorial (wilayah) maupun kelompok kategori

b. Gereja sebagai Umat Allah

Paham Gereja tentang umat Allah sangat dipegaruhi oleh pemahaman diri Israel sebagai umat Allah. 

Ciri Gereja sebagai Umat Allah adalah:

1)   Personal dan historis. Gereja sebagai Umat Allah adalah hasil tindakan historis, Allah yang terlibat – masuk dalam sejarah – memperkenalkan diri, memanggil umat manusia. Inisiatif Allah ini adalah kasih yang personal : secara bebas dan pribadi Allah memanggil manusia dan manusia juga secara bebas dan personal menanggapi panggilan Allah.

2)   Partikular dan universal. Di satu pihak Gereja memahami diri sebagai sebuah kelompok yang particular, konkret, hasil dari tindakan dan pilihan Allah. Di lain pihak pilihan kasih Allah itu mengandung pula aspek panggilan untuk mewartakan apa yang sudah dialaminya – yakni keselamatan – kepada seluruh umat manusia dan dunia. Itulah cirri universal Gereja sebagai umat Allah

3)    Persaudaraan yang setara. Yang mau ditekankan adalah aspek kesamaan dan kesatuan semua anggota Gereja : sama-sama dipanggil dan diselamatkan Allah

c. Gereja sebagai Tubuh Kristus

Gereja ada karena di dalam Yesus Kristus dialami janji Allah terpenuhi. Dalam salib dan kebangkitan Yesus zaman baru sudah dating. Dalam kebangkitan dan kemuliaan Yesus kuasa kasih Allah mengalahkan kematian demi keselamatan seluruh manusia. Karena itu sebagai Tubuh Kristus, komunio Gereja tidak lagi mengenal batas-batas etnis. Kita merupakan jemaat yang universal, eskatologis, yang berkumpul di sekitar Tuhan Yesus, Sang Sumber Kehidupan.

d. Gereja Sebagai Bait Roh Kudus

Gereja sebagai komunio sejak awal disadari sebagai karya Roh Kudus, seperti pengalaman para rasul dalam peristiwa pentakosta. Sebagai bait Roh Kudus, Gereja memiliki ciri-ciri batiniah, bebas dan terbuka. Ciri batiniah Gereja membuat kita tidak cukup melihat Gereja hanya sebagai organisasi. Pada jati dirinya yang terdalam hiduplah Roh Kudus. Gereja juga bersifat terbuka karena Roh Kudus dapat bekerja dalam sejarah melampaui apa yang dapat kita bayangkan, kita rencanakan dan kita hasilkan.

e. Gereja sebagai Sakramen Keselamatan Allah bagi Dunia

Gereja menerima perutusan untuk mewartakan Kerajaan Kristus dan Kerajaan Allah, dan mendirikannya di tengah semua bangsa. Gereja merupakan benih awal kerajaan itu di dunia. Gereja merupakan sakramen hanya bila ia berada dalam dan sekaligus menunjuk pada Yesus Kristus Sang Penyelamat yang sesungguhnya. “Terang para bangsalah Kristus itu… Namun Gereja itu dalam Kristus bagaikan sakramen, yakni tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia” (LG 1). Gereja tidak boleh terpaku hanya pada dirinya sendiri, melainkan terbuka untuk berkomunikasi dan bekerjasama dengan semua orang yang berkehendak baik. 

C. MAGISTERIUM
Magisterium diterjemahkan dengan Kuasa atau Wewenang Mengajar Gereja. Katekismus Gereja Katolik (KGK) no.100 menjelaskannya sebagai berikut: “Tugas untuk menjelaskan Sabda Allah secara mengikat, hanya diserahkan kepada Wewenang Mengajar Gereja, kepada Paus dan kepada para uskup yang bersatu dengannya dalam satu paguyuban“.
Konsili Vatikan II dalam Lumen Gentium, Konstitusi tentang Gereja, 25 menjabarkan bahwa Wewenang Mengajar tersebut, jika dilakukan dalam kondisi “ex-cathedra” berada dalam pimpinan Roh Kudus sendiri, sehingga mempunyai ciri ‘tidak dapat sesat‘.” Ciri tidak dapat sesat itu ada pada Imam Agung di Roma (yaitu Bapa Paus), Kepala Dewan para Uskup, berdasarkan tugas beliau, bila selaku gembala dan guru tertinggi segenap Umat beriman, yang meneguhkan saudara-saudara beliau dalam iman (lih. Luk 22:32), menetapkan ajaran tentang iman atau kesusilaan dengan tindakan definitif.

Oleh karena itu sepantasnyalah dikatakan, bahwa ketetapan-ketetapan ajaran beliau tidak mungkin diubah dari dirinya sendiri, dan bukan karena persetujuan Gereja. Sebab ketetapan-ketetapan itu dikemukakan dengan bantuan Roh Kudus, yang dijanjikan kepada Gereja dalam diri Santo Petrus. Oleh karena itu tidak membutuhkan persetujuan orang-orang lain, lagi pula tidak ada kemungkinan naik banding kepada keputusan yang lain. Sebab disitulah Imam Agung di Roma mengemukakan ajaran beliau bukan sebagai perorangan; melainkan selaku guru tertinggi Gereja semesta, yang secara istimewa mengemban kurnia tidak dapat sesat Gereja sendiri, beliau menjelaskan atau menjaga ajaran iman katolik. Sifat tidak dapat sesat yang dijanjikan kepada Gereja, ada pula pada badan para Uskup, bila melaksanakan wewenang tertinggi untuk mengajar bersama dengan pengganti Petrus.

Jadi, Peran Wewenang Mengajar Gereja ini sangat penting dalam menjaga kemurnian ajaran Gereja, yang bersumber pada Alkitab dan Tradisi Suci. Dalam sejarah Gereja, kita melihat Magisterium berperan untuk menjelaskan ataupun menjabarkan pengajaran yang bersumber pada Alkitab dan Tradisi Suci tersebut, termasuk meluruskan pengertian ajaran, terutama jika ada pengajaran sesat. Wewenang ini dapat dilakukan oleh Bapa Paus dan beserta para Uskup (misal berupa Konsili), atau oleh Bapa Paus sendiri selaku penerus Rasul Petrus. Contohnya, pada abad ke-3, ajaran sesat Arianisme (yang menyatakan Yesus bukan Tuhan dan tidak setara dengan Allah Bapa) diluruskan oleh Konsili Nicea, yang menegaskan bahwa Kristus sungguh-sungguh setara (consubstantial ) dengan Allah Bapa. Hal ini dapat kita lihat dari teks syahadat Nicea: “Allah dari Allah, terang dari terang, Allah benar dari Allah benar…  Ia … sehakekat dengan Bapa.” Sedangkan contoh Wewenang Mengajar yang dilakukan oleh Bapa Paus, misalnya adalah Dogma Maria Dikandung tanpa Noda (Inneffabilis Deus) oleh Bapa Paus Pius IX, tanggal 8 Desember 1854. 
Lebih lanjut Katekismus Gereja Katolik menerangkan sebagai berikut :
1. KGK 85     “Adapun tugas menafsirkan secara otentik Sabda Allah yang tertulis atau diturunkan itu, dipercayakan hanya kepada Wewenang Mengajar Gereja yang hidup, yang kewibawaannya dilaksanakan atas nama Yesus Kristus” (DV 10).
2. KGK 86     “Wewenang Mengajar itu tidak berada di atas Sabda Allah, melainkan melayaninya, yakni dengan,hanya mengajarkan apa yang diturunkan saja, sejauh Sabda itu, karena perintah ilahi dan dengan bantuan Roh Kudus, didengarkannya dengan khidmat, dipelihara dengan suci, dan diterangkannya dengan-setia; dan itu semua diambilnya dari satu perbendaharaan iman itu, yang diajukannya untuk diimani sebagai hal-hal yang diwahyukan oleh Allah” (DV 10).
3. KGK 87     Kaum beriman mengenangkan perkataan Kristus kepada para Rasul: “Barang siapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku” (Luk 10:16) Bdk. LG 20. dan menerima dengan rela ajaran dan petunjuk yang diberikan para gembala kepada mereka dalam berbagai macam bentuk.
4. KGK 888     Bersama para imam, rekan sekerjanya, para Uskup mempunyai “tugas utama… mewartakan Injil Allah kepada semua orang” (PO 4), seperti yang diperintahkan Tuhan Bdk. Mrk 16:15.. Mereka adalah “pewarta iman, yang mengantarkan murid-murid baru kepada Kristus dan mereka pengajar yang otentik atau mengemban kewibawaan Kristus” (LG 25).
5. KGK 889     Untuk memelihara Gereja dalam kemurnian iman yang diwariskan oleh para Rasul, maka Kristus yang adalah kebenaran itu sendiri, menghendaki agar Gereja-Nya mengambil bagian dalam sifat-Nya sendiri yang tidak dapat keliru. Dengan “cita rasa iman yang adikodrati”, Umat Allah memegang teguh iman dan tidak menghilangkannya di bawah bimbingan Wewenang Mengajar Gereja yang hidup Bdk. LG12;DV 10.
6. KGK 890     Perutusan Wewenang Mengajar berkaitan dengan sifat definitif perjanjian, yang Allah adakan di dalam Kristus dengan Umat-Nya. Wewenang Mengajar itu harus melindungi umat terhadap kekeliruan dan kelemahan iman dan menjamin baginya kemungkinan obyektif, untuk mengakui iman asli, bebas dari kekeliruan. Tugas pastoral Wewenang Mengajar ialah menjaga agar Umat Allah tetap bertahan dalam kebenaran yang membebaskan. Untuk memenuhi pelayanan ini Kristus telah menganugerahkan kepada para gembala karisma “tidak dapat sesat” [infallibilitas] dalam masalah-masalah iman dan susila. Karisma ini dapat dilaksanakan dengan berbagai macam cara:
7. KGK 891     “Ciri tidak dapat sesat itu ada pada Imam Agung di Roma, kepala dewan para Uskup, berdasarkan tugas beliaubila selaku gembala dan guru tertinggi segenap umat beriman, yang meneguhkan saudara-saudara beliau dalam iman, menetapkan ajaran tentang iman atau kesusilaan dengan tindakan definitif… Sifat tidak dapat sesat, yang dijanjikan kepada Gereja, ada pula pada Badan para Uskup, bila melaksanakan wewenang tertinggi untuk mengajar bersama dengan pengganti Petrus” (LG 25) terutama dalam konsili ekumenis Bdk. Konsili Vatikan 1: DS 3074.. Apabila Gereja melalui Wewenang Mengajar tertingginya “menyampaikan sesuatu untuk diimani sebagai diwahyukan oleh Allah” (DV 10) dan sebagai ajaran Kristus, maka umat beriman harus “menerima ketetapan-ketetapan itu dengan ketaatan iman” (LG 25). Infallibilitas ini sama luasnya seperti warisan wahyu ilahi Bdk. LG 25.
8. KGK 892     Bantuan ilahi juga dianugerahkan kepada pengganti-pengganti para Rasul, yang mengajarkan dalam persekutuan dengan pengganti Petrus, dan terutama kepada Uskup Roma, gembala seluruh Gereja, apabila mereka, walaupun tidak memberikan ketetapan-ketetapan kebal salah dan tidak menyatakannya secara definitif, tetapi dalam pelaksanaan Wewenang Mengajarnya yang biasa mengemukakan satu ajaran, yang dapat memberi pengertian yang lebih baik mengenai wahyu dalam masalah-masalah iman dan susila. Umat beriman harus mematuhi ajaran-ajaran otentik ini dengan: “kepatuhan kehendak dan akal budi yang suci” (LG 25), yang walaupun berbeda dengan persetujuan iman, namun mendukungnya.
Jadi, Magisterium adalah Wewenang Mengajar Gereja, yang terdiri dari Bapa Paus (sebagai pengganti Rasul Petrus) dan para uskup (sebagai pengganti para rasul) dalam persekutuan dengannya, yang diberikan karisma “tidak dapat sesat” (infalibilitas) oleh Yesus, yaitu dalam hal pengajaran mengenai iman dan moral. Maka kita ketahui bahwa sifat infalibilitas ini tidak berlaku dalam segala hal, namun hanya dalam hal iman dan moral, yaitu pada saat mereka mengajarkan dengan tindakan definitif, seperti yang tercantum dalam Dogma dan doktrin resmi Gereja Katolik.



D. HIERARKI GEREJA KATOLIK
Hierarki itu bisa juga dimengerti sama dengan "struktur jabatan". Menurut Ajaran Gereja, Hierarki adalah hakikat kehidupan-nya juga. Perutusan ilahi, yang dipercayakan Kristus kepada para rasul itu, akan berlangsung sampai akhir zaman (lih. Mat 28:20). Sebab Injil, yang harus mereka wartakan, bagi Gereja merupakan azas seluruh kehidupan untuk selamanya. Maka dari itu dalam himpunan yang tersusun secara hirarkis yaitu para Rasul telah berusha mengangkat para pengganti mereka.
Maka Konsili mengajarkan bahwa "atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul sebagai gembala Gereja" Kepada mereka itu para Rasul  berpesan, agar mereka menjaga seluruh kawanan, tempat Roh Kudus mengangkat mereka untuk menggembalakan jemaat Allah (lih. Kis 20:28).(LG 20). Pengganti meraka yakni, para Uskup, dikehendaki-Nya menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir jaman (LG 18).
Maksud dari "atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul sebagai gembala Gereja" ialah bahwa dari hidup dan kegiatan Yesus timbulah keplompok orang yang kemudian berkembang menjadi Gereja, seperti yang dikenal sekarang. Proses perkembangan pokok itu terjadi dalam Gereja perdana atau Gereja para rasul, Yakni Gereja yang mengarang Kitab Suci Perjanjian baru. Jadi, dalam kurun waktu antara kebangkitan Yesus dan kemartiran St. Ignatius dari Antiokhia pada awal abad kedua, secara prinsip terbentuklah hierarki Gereja sebagaimana dikenal dalam sampai sekarang. 
Struktur Hierarkis Gereja yang sekarang terdiri dari dewan para Uskup dengan Paus sebagai kepalanya, dan para imam serta diakon sebagai pembantu uskup 

1. Para Rasul
Sejarah awal perkembangan Hierarki adalah kelompok keduabelas rasul. Inilah kelompok yang sudah terbentuk waktu Yesus masih hidup. Seperti Paulus juga menyebut kelompok itu "mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku" (Gal 1:17). Demikian juga Paulus pun seorang rasul, sebagaimana dalam Kitab Suci (1Kor 9:1, 15:9, dsb)
Pada akhir perkembangannya ada struktur dari Gereja St. Ignatius dari Antiokhia, yang mengenal "penilik" (Episkopos), "penatua" (presbyteros), dan "pelayan" (diakonos). Struktur ini kemudian menjadi struktur Hierarkis yang terdiri dari uskup, imam dan diakon.
2. Dewan Para Uskup
Pada akhir zaman Gereja perdana, sudah diterima cukup umum bahwa para uskup adalah pengganti para rasul, seperti juga dinyatakan dalam Konsili Vatikan II (LG 20). Tetapi hal itu tidak berarti bahwa hanya ada dua belas uskup (karena duabelas rasul). Disini dimaksud bukan rasul satu persatu diganti oleh orang lain, tetapi kalangan para rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh kalangan para uskup. hal tersebut juga dipertegas dalam Konsili Vatikan II (LG 20 dan LG 22).
Tegasnya, dewan para uskup menggantikan dewan para rasul. Yang menjadi pimpinan Gereja adalah dewan para uskup. Seseorang diterima menjadi uskup karena diterima kedalam dewan itu. itulah Tahbisan uskup, "Seorang menjadi anggota dewan para uskup dengan menerima tahbisan sakramental dan berdasarkan persekutuan hierarkis dengan kepada maupun para anggota dewan" (LG 22). Sebagai sifat kolegial ini, tahbisan uskup selalu dilakukan oleh paling sedikit tiga uskup, sebab tahbisan uskup berarti bahwa seorang anggota baru diterima kedalam dewan para uskup (LG 21).
3. Paus
Kristus mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul lainnya untuk menggembalakan umat-Nya. Paus, pengganti Petrus adalah pemimpin para uskup. Menurut kesaksian tradisi, Petrus adalah uskup Roma pertama. Karena itu Roma selalu dipandang sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja. Maka menurut keyakinan tradisi, uskup roma itu pengganti petrus, bukan hanya sebagai uskup lokal melainkan terutama dalam fungsinya sebagai ketua dewan pimpinan Gereja. Paus adalah uskup Roma, dan sebagai uskup Roma ia adalah pengganti Petrus dengan tugas dan kuasa yang serupa dengan Petrus. hal ini dapat kita lihat dalam sabda Yesus sendiri : 
"Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." (Mat 16:17-19).
4. Uskup (karena tahbisan episkopal; Uskup diosesan, Koajutor, auxilier, emeritus)
Paus adalah juga seorang uskup. kekhususannya sebagai Paus, karena dia dipilih sebagai ketua dewan para uskup. Tugas pokok uskup ditempatnya sendiri dan Paus bagi seluruh Gereja adalah pemersatu. 
Tugas hierarki yang pertama dan utama adalah mempersatukan dan mempertemukan umat.Tugas itu boleh disebut tugas kepemimpinan, dan para uskup "dalam arti sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka bimbing" (LG 27). 
Tugas pemersatu dibagi menjadi tiga tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan Gereja. Komunikasi iman Gereja terjadi dalam pewartaan, perayaan dan pelayanan.
Maka dalam tiga bidang itu para uskup, dan Paus untuk seluruh Gereja, menjalankan tugas kepemimpinannya. "Diantara tugas-tugas utama para uskup pewartaan Injilah yang terpenting" (LG 25). Dalam ketiga bidang kehidupan Gereja uskup bertindak sebagai pemersatu, yang mempertemukan orang dalam komunikasi iman.
5. Imam (karena tahbisan presbiterat)
Pada zaman dahulu, sebuah keuskupan tidak lebih besar daripada sekarang yang disebut paroki. Seorang uskup dapat disebut "pastor kepala" pada zaman itu. dan imam-imam "pastor pembantu", lama kelamaan pastor pembantu mendapat daerahnya sendiri, khususnya di pedesaan. Makin lama daerah-daerah keuskupan makin besar. Dengan Demikian, para uskup semakin diserap oleh tugas oraganisasi dan administrasi. Tetapi itu sebetulnya tidak menyangkut tugasnya sendiri sebagai uskup, melainkan cara melaksanakannya. sehingga uskup sebagai pemimpin Gereja lokal, jarang kelihatan ditengah-tengah umat. Melihat perkembangan demikian, para imam menjadi wakil uskup. "Di masing-masing jemaat setempat dalam arti tertentu mereka menghadirkan uskup. Para imam dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu arif bagi badan para uskup, sebagai penolong dan organ mereka" (LG 28). Tugas konkret mereka sama seperti uskup: "Mereka ditahbiskan untuk mewartakan Injil serta menggembalakan umat beriman, dan untuk merayakan ibadat ilahi" 
6. Diakon  (karena tahbisan diakonat)
"Pada tingkat hiererki yang lebih rendah terdapat para diakon, yang ditumpangi tangan 'bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan'" (LG29). Mereka pembantu uskup tetapi tidak mewakilinya.
Para uskup mempunyai 2 macam pembantu, yaitu pembantu umum (disebut imam) dan pembantu khusus (disebut diakon). Bisa dikatakan juga diakon sebagai "pembantu dengan tugas terbatas". jadi diakon juga termasuk kedalam anggota hierarki

BEBERAPA ISTILAH
• Tahta Suci (Bahasa LatinSancta Sedes) adalah yurisdiksi episkopal dari Paus Roma (yang umumnya dikenal sebagai Sri Paus), tahta keuskupan nomor satu dalam Gereja Katolik, dan merupakan pusat pemerintahan Gereja Katolik. Dengan demikian, dalam diplomasi, dan dalam bidang-bidang lainnya Tahta Suci bertindak dan berbicara atas nama seluruh Gereja Katolik. Tahta Suci juga diakui oleh subyek-subyek hukum internasional lainnya sebagai sebuah entitas berdaulat, dikepalai oleh Sri Paus, yang dengannya dapat dijalin hubungan-hubungan diplomatik.[1]

Atau sederhananya, Tahta Suci itu istilah untuk menyebut Tahta Keuskupan Roma sebagai pusat pemerintahan Gereja Katolik. 

Meskipun kerap disebut "Vatikan", Tahta Suci tidaklah sama dengan Negara Kota Vatikan, yang baru ada sejak 1929, sedangkan Tahta Suci sudah ada sejak masa-masa permulaan Agama Kristen. Secara resmi para duta besar bukan ditunjuk bagi Negara Kota Vatikan melainkan bagi "Tahta Suci", dan wakil-wakil kepausan untuk negara-negara dan organisasi-organisasi internasional disambut sebagai perwakilan dari Tahta Suci, bukan sebagai perwakilan dari Negara Kota Vatikan.

Catatan:
Semua tahta keuskupan itu "suci", namun istilah "Tahta Suci" (tanpa spesifikasi lebih lanjut) biasanya digunakan dalam hubungan-hubungan internasional, dalam hukum kanon Gereja Katolik, untuk menyebut Tahta Keuskupan Roma sebagai pusat pemerintahan Gereja Katolik.

• Nuncio Apostolik
Nuncio Apostolik adalah sebuah lembaga diplomatik yang setara Kedutaan Besar yang mewakili Tahta Suci VatikanRoma.

• Kardinal
seorang kardinal adalah seorang uskup yang diberi tugas dan wewenang memilih Paus baru, bila ada seorang Paus yang meninggal. (karena Paus adalah uskup roma, maka Paus baru sebetulnya dipilih oleh pastor-pastor kota Roma, khususnya pastor-pastor dari gereja-gereja "utama" (cardinalis)). 
Dewasa ini para kardinal dipilih dari uskup-uskup seluruh dunia. lama kelamaan para kardinal juga berfungsi sebagai penasihat Paus, bahkan fungsi kardinal menjadi suatu jabatan kehormatan. Para kardinal diangkat oleh Paus. Sejak abad ke 13 warna pakaian khas adalah merah lembayung. 

• Konklaf (latin: cum clave = dengan sebuah kunci)
Konklaf adalah sebuah pertemuan tertutup dimana para Kardinal yang berusia kurang dari 80 tahun – dalam hal ini bisa dipilih – memilih seorang penerus Paus yang baru saja meninggal dunia atau yang mengundurkan diri. 

Pada sebuah Konklaf para Kardinal harus dipisahkan dari segala pengaruh luar dengan memasuki ruangan terkunci dan tetap tinggal di sana sampai ada yang terpilih menjadi Paus.

Saat ini, ruang Konklaf yang terkunci adalah Kapel Sistine di Vatikan, yang ditetapkan oleh Paus Siktus IV (1471-1484).  Disana ada sebuah fresco atau lukisan dinding yang cocok, yaitu Christ Consigns the Keys to Peter karya Pietro Perugino, yang menggambarkan peristiwa dalam Matius 16:19: Yesus memberikan kunci kepada Petrus. Langit-langit Kapel Sistine dipenuhi fresco atau lukisan terkenal dari abad ke 16 karya Michaelangelo tentang Penciptaan, yang didominasi oleh gambar Allah dan Adam yang saling menyentuh ujung-ujung jemari, dan juga karyanya Last Judgjement, yang dilukis beberapa decade kemudian, diatas Altar.

Konklaf harus bersifat retret suci, sesuai dengan aturan Konklaf yang ditetapkan oleh Paus Paulus VI pada tahun 1975. Pada tahun 1978, Kardinal Basil Hume dari Inggris mengatakan dia menjadi sangat sadar bahwa didalam Konklaf itu “tidak ada sesuatu di antara para Kardinal dan Allah.” Yohanes Paulus II, dalam petunjuknya tentang Konklaf yang dikeluarkan pada tahun 1996, mengingastkan para Kardinal agar mereka duduk dibawah fresco Last Judgjement, yang membuat tempat itu “kondusif bagi kesadaran akan kehadiran Allah, yang dalam pandangan-Nya setiap orang pada suatu hari akan diadili.”

• Keuskupan
adalah bagian umat Katolik yang tinggal dalam suatu daerah dengan batas-batas tertentu, dengan seorang Uskup yang adalah pengganti rasul Yesus Kristus mempersatukan mereka sebagai guru dalam ajaran, imam dalam ibadat suci dan pelayan dalam kepemimpinan. Keuskupan juga disebut Gereja Partikular dalam relasi dengan Gereja Semesta (Universal) yang dipimpin Paus. Hanya Paus yang mempunyai wewenang untuk mendirikan suatu Keuskupan setelah mendengarkan alasan-alasan yang diajukan para Uskup di daerah itu. Pada umumnya suatu Keuskupan dibagi-bagi menjadi bagian yang lebih kecil, yang disebut Paroki, di mana Uskup dibantu Pastor Paroki dalam melaksanakan tugas pemersatu, sebagai guru ajaran, imam dalam ibadat dan pelayan dalam kepemimpinan. Dibedakan antara Keuskupan Agung dan Keuskupan sufragan.

• Keuskupan Agung
Keuskupan Agung terjadi dari pengelompokan beberapa keuskupan yang berdekatan yang membentuk suatu Provinsi Gerejani. Dalam hal ini suatu Keuskupan menjadi Keuskupan Agung dan dipandang sebagai metropolit bukan karena luas wilayah, ataupun karena kedewasaan iman umat pada umumnya. Keuskupan Agung tidak lebih tinggi dari Keuskupan lainnya, melainkan mendapat fungsi mempersatukan Keuskupan-keuskupan yang berdekatan, yang disebut Keuskupan sufragan, seperti suatu gugusan (cluster), dalam rangka penggembalaan umat yang kurang lebih mirip budayanya, untuk hal-hal yang dianggap berfaedah. Misalnya Keuskupan Agung Jakarta merupakan metropolit dan pemersatu Keuskupan Bogor dan Keuskupan Bandung.

• Keuskupan Sufragan
Keuskupan sufragan adalah istilah yang hanya digunakan dalam relasi dengan Keuskupan Agung, yaitu beberapa Keuskupan yang menyatukan diri dalam suatu Provinsi Gerejani. Kedudukan Keuskupan sufragan secara hukum (Gereja) adalah setara dengan Keuskupan Agung, maka relasi antara Keuskupan Agung dan Keuskupan sufragan bukan merupakan atasan-bawahan, melainkan mitra-kerja penggembalaan umat yang lebih luas. Pada 2010, diperkirakan ada 8310 Keuskupan di seluruh dunia.

Keuskupan di Indonesia – Provinsi Gerejani – Regio
Enam di antara sepuluh Keuskupan Agung didirikan bersamaan dengan pendirian hierarki Gereja Katolik di Indonesia pada tanggal 3 Januari 1961, yaitu: Keuskupan Agung EndeKeuskupan Agung JakartaKeuskupan Agung MakassarKeuskupan Agung MedanKeuskupan Agung Pontianak,] dan Keuskupan Agung Semarang. Sedangkan Keuskupan Agung Merauke didirikan pada tanggal 15 November 1966, dan Keuskupan Agung Kupang didirikan pada tanggal 23 Oktober 1989. Kemudian Keuskupan Agung Samarinda didirikan pada tanggal 29 Januari 2003, dan Keuskupan Agung Palembang didirikan pada tanggal 1 Juli 2003.
Daftar Menurut Provinsi Gerejani
Berikut ini adalah daftar nama 37 Keuskupan se-Indonesia yang dikelompokkan menjadi sepuluh Provinsi Gerejani, plus satu Keuskupan Ordinariat Militer, dengan para Uskupsebagai kepalanya.

Keuskupan Sintang: kosong, sebelumnya Mgr. Agustinus Agus (1999-2014) menjadi Uskup Agung Pontianak dan sebagai Administrator Apostolik diisi oleh Mgr. Agustinus Agus
Daftar Menurut Regio
Daftar keuskupan berdasarkan 6 Regio:
• Regio Sumatera
o Keuskupan Agung Medan
o Keuskupan Sufragan Padang
o Keuskupan Agung Palembang
o Keuskupan Sufragan Pangkalpinang
o Keuskupan Sufragan Sibolga
o Keuskupan Sufragan Tanjungkarang
• Regio Jawa
o Keuskupan Agung Jakarta
o Keuskupan Sufragan Bogor
o Keuskupan Sufragan Bandung
o Keuskupan Agung Semarang
o Keuskupan Sufragan Purwokerto
o Keuskupan Sufragan Surabaya
o Keuskupan Sufragan Malang
• Regio Kalimantan
o Keuskupan Agung Pontianak
o Keuskupan Sufragan Sanggau
o Keuskupan Sufragan Sintang
o Keuskupan Sufragan Ketapang
o Keuskupan Agung Samarinda
o Keuskupan Sufragan Tanjung Selor
o Keuskupan Sufragan Banjarmasin
o Keuskupan Sufragan Palangkaraya
• Regio Manado Amboina Makassar (MAM)
o Keuskupan Agung Makassar
o Keuskupan Sufragan Amboina
o Keuskupan Sufragan Manado
• Regio Nusa Tenggara
o Keuskupan Agung Ende
o Keuskupan Sufragan Larantuka
o Keuskupan Sufragan Ruteng
o Keuskupan Sufragan Denpasar
o Keuskupan Agung Kupang
o Keuskupan Sufragan Atambua
o Keuskupan Sufragan Weetebula
o Keuskupan Maumere
• Regio Papua
o Keuskupan Agung Merauke
o Keuskupan Sufragan Agats-Asmat
o Keuskupan Sufragan Jayapura
o Keuskupan Sufragan Sorong-Manokwari
o Keuskupan Sufragan Timika

• Vikaris Jenderal
Vikaris Jenderal atau yang lazim disingkat Vikjen adalah jabatan yang diberikan kepada seorang atau lebih pastor atau uskup auksilier atau uskup koajutor dalam suatu keuskupan untuk mewakili uskup dalam sebagian tugas dan wewenang uskup dalam wilayah keuskupan tersebut. Jabatan vikaris jenderal bersifat bukan seumur hidup dan akan kehilangan jabatannya begitu uskup yang melantiknya meninggal dunia atau mengundurkan diri.
• Vikaris Episkopalis
Vikaris Episkopalis atau yang lazim disingkat Vikep adalah jabatan yang diberikan kepada seorang pastor atau uskup auksilier atau uskup koajutor dalam suatu keuskupanuntuk mewakili sebagian tugas-tugas dan wewenang uskup dalam suatu wilayah yang lebih sempit atau untuk kelompok yang spesifik. Seperti halnya seorang vikaris jendral(vikjen), jabatan vikaris episkopalis bersifat bukan seumur hidup dan akan kehilangan jabatannya begitu uskup yang melantiknya meninggal dunia atau mengundurkan diri.
• Paroki
Paroki adalah komunitas kaum beriman yang dibentuk secara tetap dengan batas-batas kewilayahan tertentu dalam Keuskupan (Gereja Partikular). Sebagaimana Gereja terutama adalah himpunan umat beriman, bukan gedung, maka pengertian paroki pun pertama-tama adalah himpunan orang, bukan sekedar wilayah, walaupun sifat kewilayahan sebagai aspek yang tetap juga inheren padanya (Kitab Hukum Kanonik Gereja Katolik, kanon 515 art. 1). Uskuplah yang berwenang mendirikan, membubarkan atau mengubah Paroki (Kitab Hukum Kanonik kanon 515 art 2). Pada umumnya Paroki bersifat teritorial, bukan personal, bukan kategorial, di dalam prinsip organisasinya.

• Konstitusi Apostolik
Sebuah konsitusi apostolik (Bahasa Latin: constitutio apostolica) adalah dekrit tertinggi yang dikeluarkan oleh Sri Paus. Penggunaan istilah konstitusi berasal dari Bahasa Latin constitutio yangn merujuk pada hukum bernilai penting apapun yang diterbitkan oleh Kaisar Romawi. Istilah ini dipertahankan penggunaannya dalam dokumen-dokumen gereja karena warisan-warisan yang Hukum Kanon Gereja Katolik Roma terima dari hukum Romawi.
Berdasarkan sifat dasarnya, konstitusi apostolik diperuntukkan kepada publik. Konstitusi umum menggunakan nama Konstitusi Apostolik, dan menampung masalah-masalah resmi gereja, seperti penyebar-luasan undang-undang atau ajaran-ajaran pasti gereja. Bentuk-bentuk Konstitusi Dogmatis dan Konstitusi Pastoral adalah nama-nama yang kadang-kadang digunakan untuk memperjelas tujuan dikeluarkannya dokumen tersebut.
Konstitusi Apostolik diterbitkan sebagai Bulla Kepausan berdasarkan bentuk resmi dan bentuk publik mereka. Hal tertinggi berikutnya setelah Konstitusi Apostolik adalah surat Ensiklik.
Contoh-contoh Konstitusi Apostolik
• Ad Universalis Ecclesiae (1862) Konstitusi kepausan Paus Pius IX yang berurusan dengan syarat-syarat penerimaan ordo religius laki-laki dimana kaul suci harus dilakukan.
• Bis Saeculari (1948), konstitusi Paus Pius XII mengenai perkumpulan-perkumpulan yang berkenaan dengan Maria.
• Ex Corde Ecclesiae (1990) — aturan-aturan Paus Yohanes Paulus II mengenai universitas-universitas Katolik.
• Exsul Familia (1952) Konstitusi Paus Pius XII mengenai perpindahan penduduk.
• Fidei depositum (1992) Konstitusi apostolik Paus Yohanes Paulus II mengenai Katekisme Gereja Katolik yang baru.
• Ineffabilis Deus (1854) Konstitusi dogmatis Paus Pius IX perihal Pembuahan Suci Maria.
• Missale Romanum (1969) Konstitusi apostolik Paus Paulus VI mengenai liturgi yang diperbarui.
• Munificentissimus Deus (1950) Konstitusi dogmatis Paus Pius XII mengenai Pengangkatan Tubuh Maria ke Surha.
• Paenitemini (1966) Konstitusi apostolik Paus Paulus VI mengenai Puasa dan Penahanan Hawa Nafsu dalam Gereja Katolik Roma.
• Pastor Bonus (1988) — aturan-aturan Paus Yohanes Paulus II mengenai tatanan Kuria Romawi.
• Quo primum (1570) Konstitusi apostolik Paus Pius V mengenai Misa Tridentine.
• Romano Pontifici Eligendo (1975) Konstitusi apostolik Paus Paulus VI mengenai pemilihan Uskup Roma.
• Sacrae Disciplinae Leges (1983) Konstitusi Paus Yohanes Paulus II menerbitkan Kode Hukum Kanon tahun 1983.
• Universi Dominici Gregis (1996) — aturan-aturan Paus Yohanes Paulus II mengenai pemilihan Uskup Roma.
• Ut sit (1982) Konstitusi apostolik Paus Yohanes Paulus II yang mengangkat Opus Deike tingkatan prelature (wali gereja) pribadi.
• Veterum sapientia (1962) Konstitusi apostolik Paus Yohanes XXIII mengenai pemajuan pendidikan Bahasa Latin.

Sinode Keuskupan
a. Arti
Sinode Keuskupan adalah sidang para imam dan orang beriman yang terpilih dari suatu keuskupan.
b. Tujuan 
untuk membantu uskup diosesan dalam mengembangkan kesejahteraan rohani seluruh umat beriman keuskupannya. 
c. Alasan dan Caranya
Sinode diselenggarakan apabila dipandang perlu oleh uskup setelah ia mendengarkan pandangan Dewan Imam. Caranya, Uskup menghimpun anggota dan mengetuai sidang. 
d. Hasilnya
Uskup perlu menyetujui dekret-dekretnya supaya menjadi sah dan berlaku. 
e. Anggota atau Pesertanya
Terdapat beberapa orang yang harus menjadi anggota sinode karena jabatan dan wajib hadir secara pribadi. Misalnya: para usup auksilier, vikaris jenderal dan episkopal, semua anggota Dewan Imam, rektor seminari tinggi, para deken beserta seorang imam yang dipilih dari setiap dekanat. 

Selain itu peserta undangan di antaranya, beberapa pemimpin lembaga religius yang bertempat tinggal dan bekerja di keuskupan yang bersangkutan dan yang dipandang mampu memberikan kontribusi terhadap keuskupan yang bersangkutan. Beberapa pengamat dari keuskupan tetangga dan Gereja bukan Katolik juga turut diundang untuk terlibat dalam sinode diosesan.