Jumat, 08 Juni 2018

DOSA


DOSA
(Kejadian 3)

Kitab Kejadian melukiskan tentang jatuhnya manusia ke dalam dosa. Apabila kisah ini  kita tempatkan dalam konteks kekinian rasanya sangat menarik, apa lagi berbicara tentang mentalitas dan karakter tokoh-tokoh publik zaman sekarang.

Ular dan Hawa

Lebih mudah melemparkan kesalahan  kepada orang lain atau kelompok lain daripada mengakui kesalahan sendiri atau kelompoknya sendiri. Ada dialog Tuhan, Adam dan Hawa.  

Tuhan: “Hai Adam dimanakah engaku, Apakah engkau telah memetik buah pohon yang Aku larang itu?”. 
Adam: “Bukan aku Tuhan, tetapi perempuan itu yang memetik”.
Hawa: “Ya aku yang memetik, tetapi ular itu yang menyuruh aku”. 


Dialog singkat ini menggambrkan bahwa manusia itu mudah berkelit dan mudah juga melemparkan kesalahan kepada yang lain. Walaupun sangat jelas bahwa manusia itu ikutserta dalam konspirasi kesalahan/dosa tetapi manusia masih bersilat lidah untuk luput dari kesalahan. Para publik figur bangsa (tokoh politk, tokoh agama, tokoh masyarakat dll) cendrung dan sering melakukan praktek ini, “Bukan aku,  Tuhan   tetapi mereka”.

Kisah Kitab Kejadian kita dapat melihat munculnya dosa berjemaah. Berawal dari setan kemudin ke ular dan dari ular diteruskan lagi kepada manusia Hawa dan Adam.  Kasusnya adalah memetik buah pohon terlarang. Dari kasus ini muncul rentetan peristiwa yang saling berkaitan dan menyeret manusia, hewan dan tumbuhan (seluruh tatanan ciptaan) untuk bersama-sama terjerumus dalam dosa.  Di Indonesia banyak kasus kejahatan melibatkan banyak orang. Semua orang berkeroyok mencari kenikmatan dalam satu sumber yang sama dengan berbagi peran.  Kisah kejahatan berjemaah yang dilukiskan dalam Kitab Kejadian masih aktual di Negara ini.


Dosa menyingkapkan rasa malu. Ada sepenggal dialog Tuhan dan Adam.

Tuhan: “Adam..Adam..Mengapa engkau bersembunyi?”. 
Adam:  “Tuhan…, aku merasa malu, karena aku telanjang”.   

Orang melakukan kesalahan, apa lagi diketahui  publik pasti ia merasa malu.  Ia akan hidup terisolir dari keramaian. Mentalitas manusia adalah lebih takut dan malu apabila dosa dan kesalahan diketahui publik daripada kepada Tuhan. Para publik figur di Negara ini jarang merasa malu jika aksi kejahatanya diketahui publik. Mereka tampak bangga dengan dosanya, bahkan merasa diri kudus tanpa dosa ketika mengenakan busana agamis. Bahkan ada tokoh yang mengadakan sumpah demi Allah, langit dan bumi bahwa dia tidak melakukan kejahatan dan dosa. Dosa yang paling  berat adalah merasa diri tidak berdosa dan itulah yang ada di dalam diri publik figur kita.
Adam dan Hawa merasa takut dan malu



Dosa membuat kita terusir dan terusik dari kemapanan. Ketika kesalahan dan dosa kita tidak diketahui sesama, maka kita selalu merasa nyaman. Kita membuat seakan-akan Tuhan itu tuli dan buta dengan dosa kita. Apabila tebongkar borok kejahatan, manusia  merasa terusik dan terusir dari relasi sosial. Manusia merasakan hidup tidak damai, was-was dan gelisah tiada henti. Sedangkan  kepada Tuhan manusia tidak pernah merasa menyesal. Rupanya manusia lebih takut kepada sesama ciptaan daripada Tuhan Sang Sumber Ciptaan. Ibarat Orang Indonesia pakai Helm karena takut polisi dan bukan karena  pakai Helm untuk keselamatan kepala.