TAHUN
LITURGI
Gereja Katolik memiliki kalenderarium tersendiri yang
mengatur perayaan, pesta, peringatan para orang kudus dan hari biasa, selama 1
tahun. Dalam kalenderarium Gereja
Katolik tersebut diatur siklus dan tingkat perayaan, warna liturgi sertabacaan-bacaan
Kitab Suci yang dibacakan dalam Ekaristi harian dan mingguan.
Tahun Liturgi kita berbeda dengan Tahun Masehi, yang berawal pada tanggal 1 Januari dan
berakhir tanggal 31 Desember. Awal tahun liturgi dimulai pada Hari Minggu
Pertama Adven dan akhir tahun liturgi jatuh pada Hari Raya Kristus Raja Semesta
Alam (akhir November). Sepanjang tahun liturgi, Gereja menghadirkan seluruh
misteri keselamatan Allah yang terlaksana dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Puncak Tahun Liturgi adalah Misteri Paskah Tuhan
yang dirayakan selama Triduum Paskah Kristus yang puncaknya pada Malam Paskah.
Penggolongan
Perayaan Liturgi dalam Satu Siklus Tahun Liturgi
Tahun Liturgi adalah siklus tahunan
perayaan-perayaan gerejawi. Kita
membedakannya siklus temporal dan siklus sanctoral.
Siklus Sanctoral
Siklus Sanctoral meliputi semua pesta dan hari raya
orang kudus tercantum dalam kalender Gereja universal, maupun gereja lokal
/ordo/kongeregasi; namun apapun jenis pesta, entah hari raya atau pesta,
hendaknya tetap berpusat pada misteri Paskah Kristus.
Hari Raya, Pesta, peringatan orang kudus adalah
tradisi gereja untuk menghormati para kudus dan memuliakan Tuhan. Tentang
Hari Raya, Pesta dan Peringatan para kudus ini, Pedoman Umum Tahun Liturgi
(PUTL) mengatakan :
“Dalam merayakan misteri
Kristus sepanjang tahun liturgi, Gereja menghormati juga Santa Maria Bunda
Allah dengan cinta yang khusus. Kecuali itu para beriman diajak merayakan
hari-hari peringatan para martir dan para kudus lainnya.” (PUTL no. 8)
“Orang-orang kudus yang
mempunyai arti penting untuk seluruh Gereja, diperingati secara wajib di
seluruh Gereja. Para kudus lainnya dicantumkan dalam penanggalan umum sebagai
peringatan fakultatif, atau peringatannya diserahkan kepada kebijak-sanaan
Gereja setempat, bangsa atau tarekat yang bersangkutan.” (PUTL no. 9)
Siklus Temporal
Siklus temporal terdiri dari dua siklus (lingkaran)
yang berada diantara 34 minggu, yang disebut “masa biasa”, yaitu : lingkaran Natal dan
lingkaran Pasakah.
1. Lingkaran
Natal
Lingkaran Natal terdiri dari : masa persiapan Natal,
yang disebut Masa Adven, terdiri dari empat Minggu, Hari Raya Natal, lalu masa
natal, Hari Raya Epifani, dan berlangsung sampai Pesta Pembaptisan Tuhan, yang
selalu dirayakan pada hari Minggu sebagai penutup masa natal.
Masa Biasa mulai senin setelah pesta Pembaptisan Tuhan
sampai hari Selasa menjelang Hari Rabu Abu, untuk memasuki Lingkaran Paskah.
2. Lingkaran
Paskah
Lingkaran Paskah terdiri dari : masa prapaskah selama
40 hari (tidak termasuk hari Minggu); Pekan Suci dengan puncaknya Triduum
Paskah Kristus (Kamis Putih malam sampai hari Minggu Paskah); Masa Paskah, Hari
Raya Kenaikan Tuhan (40 hari setelah Paskah) dan Hari Raya Pentekosta (50 hari
setelah Paskah), berakhirlah Lingkaran Paskah.
Masa Biasa menyusul pada hari
berikutnya, yakni hari Senin setelah Hari Minggu Pentakosta. Hari Minggu
setelah Pentakosta adalah Hari Raya Trinitas; hari Minggu setelah Hari Raya
Trinitas adalah Hari Raya Tuhan atau Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus,
kemudian hari Jumad setelah Minggu kedua Pentakosta adalah hari raya Hati Yesus
yang Mahakudus. Hari Minggu terakhir Tahun Liturgi, yaitu hari Minggu ke 34
merupakan Hari Raya Tuhan kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam.
Berdasarkan Firman Tuhan yang
diwartakan dari Alkitab, Gereja membagi lingkaran Tahun Liturgi, yang terdiri
dari :
1.
Tahun A-B-C, berdasarkan Bacaan Injil
pada perayaan hari Minggu, yakni :
·
Tahun A : Inijl Matius
·
Tahun B : Injil Markus
·
Tahun C : Injil Lukas
Sedangkan
Injil Yohanes tersebar dalam tiga tahun tersebut berdasarkan misteri iman yang
dirayakan.
Cara menentukan
Tahun A, B, C adalah dengan membagi tahun bersangkutan dengan angka 3! Jika
angka tahun habis dibagi tiga, itu adalah tahun C; Jika hasil baginya bersisa
satu berarti tahun bersangkutan adalah tahun A; jika hasil baginya bersisa dua
berarti tahun bersangkutan adalah Tahun B. Misalkan, tahun 2015 dibagi 3 = 671
sisa 2. Maka tahun 2015 adalah tahun B.
2.
Tahun I & II, berdasarkan bacaan
pertama misa harian, yakni
·
Tahun I :
tahun ganjil atau tahun yang angkanya ganjil
·
Tahun II :
tahun genap atau tahun yang angkanya genap
Sedangkan untuk bacaan Injil sama, baik tahun I maupun
tahun II. Maka untuk tahun 2015 adalah tahun I, karena angka tahunnya ganjil.
Dengan demikian bila kita setia
mengikuti Misa hari Minggu, dalam tiga tahun kita sudah “menyelesaikan” untuk
mendengarkan pewataan Sabda Allah dari seluruh isi Kitab Suci. Dan seandainya
kita juga rajin mengikuti misa harian, seluruh isi alkitab sudah kita dengarkan
dalam waktu dua tahun.
Warna Liturgi
Dalam Perayaan Ekaristi warna
sangat dimanfaatkan sebagai unsur sangat penting dalam menciptakan suasana
religius, sekaligus memberi sentuhan agar dapat mengantar umat kepada pertemuan
dengan yang Ilahi.
Gereja Katolik mempunyai
pemahaman norma tersendiri dan baku akan warna. Setiap warna direfleksikan sebagai
suatu nilai dan makna rohani tertentu. Begitu juga kapan waktu pemakaian warna
tersebut disesuaikan dengan masa-masa liturgi dan perayaan-perayaan tertentu
menurut penaggalan tahun liturgi. Warna yang dimaksud dalam liturgi adalah
warna Stola dan Kasula yang dipakai oleh
Imam.
Dalam liturgi, warna
melambangkan:
1.
Sifat dasar misteri iman yang kita
rayakan,
2.
Menegaskan perjalanan hidup Kristiani
sepanjang tahun liturgi
Hijau (H)
Pada umumnya, warna hijau
dipandang sebagai warna yang tenang, menyegarkan, melegakan, dan manusiawi.
Warna hijau juga dikaitkan dengan musim semi, di mana suasana alam didominasi
warna hijau yang memberi suasana pengharapan. Hijau pada dipandang sebagai
warna kontemplatif dan tenang.
Karena warna hijau melambangkan
keheningan, kontemplatif, ketenangan, kesegaran, dan harapan, warna ini dipilih
untuk masa biasa dalam liturgi sepanjang tahun. Dalam masa biasa itu, orang
Kristiani menghayati hidup rutinnya dengan penuh ketenangan, kontemplatif
terhadap karya dan sabda Allah melalui hidup sehari-hari, sambil menjalani
hidup dengan penuh harapan akan kasih Allah.
Putih (P) dan atau kuning
Warna putih dikaitkan dengan
makna kehidupan baru, sebagaimana dalam liturgi baptisan si baptisan baru biasa
mengenakan pakaian putih. Warna putih umumnya dipandang sebagai simbol
kemurnian, ketidaksalahan, terang yang tak terpadamkan dan kebenaran mutlak.
Warna putih juga melambangkan kemurniaan sempurna, kejayaan yang penuh
kemenangan, dan kemuliaan abadi. Dalam arti ini pula mengapa seorang paus
mengenakan jubah, single dan solideo putih.
Warna kuning umumnya dilihat
sebagai warna mencolok sebagai bentuk lebih kuat dari makna kemuliaan dan
keabadian, sebagaimana dipancarkan oleh warna emas. Dalam liturgi, warna putih
dan kuning digunakan menurut arti simbolisasi yang sama, yakni makna kejayaan
abadi, kemuliaan kekal, kemurnian, dan kebenaran. Itulah sebabnya warna putih
dan kuning bisa digunakan bersama-sama atau salah satu.
Warna putih atau kuning dipakai
untuk masa Paskah dan Natal, hari-hari raya, pesta dan peringatan Tuhan Yesus,
kecuali peringatan sengsara-Nya. Begitu pula warna putih dan kuning digunakan
pada hari raya, pesta dan peringatan Santa Perawan Maria, para malaikat, para
kudus atau para santo-santa yang bukan martir.
Merah (M)
Warna merah merupakan warna api
dan darah. Maka, warna merah ini amat dihubungkan dengan penumpahan darah para
martir sebagai saksi-saksi iman, sebagaimana Tuhan Yesus Kristus sendiri
menumpahkan darah-Nya bagi kehidupan dan keselamatan dunia. Dalam tradisi
Romawi kuno, warna merah merupakan simbol kuasa tertinggi, sehingga warna itu
digunakan oleh bangsawan tinggi, terutama kaisar. Apabila para kardinal memakai
warna merah untuk jubah, singel, dan solideonya, maka itu dimaksudkan agar para
kardinal menyatakan kesiapsediaannya untuk mengikuti teladan para martir yang
mati demi iman.
Dalam liturgi warna merah dipakai
untuk hari Minggu Palma, Jumat Agung, Minggu Pentakosta, dalam perayaan
perayaan sengsara Kristus, pada pesta para rasul dan pengarang Injil, dan dalam
perayaan-perayaan para martir.
Ungu (U)
Warna ungu merupakan simbol bagi
kebijaksanaan, keseimbangan, sikap berhati-hati, dan mawas diri. Maka warna
ungu dipilih untuk masa Adven dan Prapaskah sebab pada masa itu semua orang
Kristiani diundang untuk bertobat, mawas diri, dan mempersiapkan diri untuk
menyambut Hari Raya Natal dan Hari Raya Paskah. Warna ungu juga digunakan untuk
perayaan/ibadat tobat.
Pada umumnya, liturgi arwah
menggunakan warna ungu sebagai ganti warna hitam. Dalam liturgi arwah itu,
warna ungu melambangkan penyerahan diri, pertobatan, dan permohonan
belaskasihan dan kerahiman Tuhan atas diri orang yang meninggal dunia dan kita
semua sebagai umat beriman.
Kesimpulan
Hari raya dan pesta Tuhan disusun
menurut urutan historis. Dengan demikian kita diberi kesempatan untuk menghayati kembali peristiwa-peristiwa
besar dari hidup Tuhan Yesus, melalui perayaan liturgis demi kemuliaan Tuhan
dan keselamatan dunia. Yesus adalah penebus sejak inkarnasi-Nya. Maka dari itu,
kita merayakan dan mengalami kuasa penebusan dan penyelamatan-Nya dalam setiap
peristiwa yang disajikan dan dirayakan sepanjang tahun liturgi Gereja.
Dengan memasukkan
peristiwa-peristiwa historis hidup Tuhan Yesus ke dalam perayaan liturgis, sepanjang
Tahun Liturgi, Gereja membantu kita untuk menghantar kuasa penebusan Kristus secara
sakramental. Bahwa apa yang dulu pernah dilakukan Yesus dalam pelayanan
historis-Nya, sekarang Ia lakukan, sebagai Tuhan yang bangkit dan melalui Roh
Kudus, dalam misteri-misteri yang dirayakan dalam liturgi.
Tahun liturgi menawarkan kita
untuk menghidupkan kembali seluruh sejarah keselamatan dan kehidupan Kristus,
selama setahun. Hal ini mencakup peristiwa utama kehidupan Kristus: kelahirannya
(Natal) kematian dan kebangkitanNya (Paskah), karunia Roh (Pentakosta).
Tahun Liturgi mengundang kita untuk menyambut Tuhan dalam hidup kita dan
tetap setia dengan penuh pengharapan menantikan pemenuhan Kerajaan Allah. Kita
menyatakannya itu secara aklamatif dalam setiap perayaan Ekaristi, “Mysterium
Fidei” :
“Marilah kita menyatakan misteri iman kita :
Wafat Kristus kita maklumkan,
kebangkitanNya kita muliakan,
kedatangan-Nya kita rindukan.”
Tahun Liturgi membantu kita
terhadap misteri-misteri iman yang kita rayakan dan menghayat-hidupinya dalam
hidup sehari-hari.
by. rd. philips seran