Rabu, 08 April 2015

Tahun Liturgi



TAHUN LITURGI
Gereja Katolik memiliki kalenderarium tersendiri yang mengatur perayaan, pesta, peringatan para orang kudus dan hari biasa, selama 1 tahun. Dalam  kalenderarium Gereja Katolik tersebut diatur siklus dan tingkat perayaan, warna liturgi sertabacaan-bacaan Kitab Suci yang dibacakan dalam Ekaristi harian dan mingguan.
Tahun Liturgi kita berbeda dengan Tahun Masehi,  yang berawal pada tanggal 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember. Awal tahun liturgi dimulai pada Hari Minggu Pertama Adven dan akhir tahun liturgi jatuh pada Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam (akhir November). Sepanjang tahun liturgi, Gereja menghadirkan seluruh misteri keselamatan Allah yang terlaksana dalam diri Tuhan Yesus Kristus.  Puncak Tahun Liturgi adalah Misteri Paskah Tuhan yang dirayakan selama Triduum Paskah Kristus yang puncaknya pada Malam Paskah.
Penggolongan Perayaan Liturgi dalam Satu Siklus Tahun Liturgi
Tahun Liturgi adalah siklus tahunan perayaan-perayaan  gerejawi. Kita membedakannya siklus temporal dan siklus sanctoral.
Siklus Sanctoral
Siklus Sanctoral meliputi semua pesta dan hari raya orang kudus tercantum dalam kalender Gereja universal, maupun gereja lokal /ordo/kongeregasi; namun apapun jenis pesta, entah hari raya atau pesta, hendaknya tetap berpusat pada misteri Paskah Kristus.
Hari Raya, Pesta, peringatan orang kudus adalah tradisi gereja untuk menghormati para kudus dan memuliakan Tuhan. Tentang Hari Raya, Pesta dan Peringatan para kudus ini, Pedoman Umum Tahun Liturgi (PUTL) mengatakan :
“Dalam merayakan misteri Kristus sepanjang tahun liturgi, Gereja menghormati juga Santa Maria Bunda Allah dengan cinta yang khusus. Kecuali itu para beriman diajak merayakan hari-hari peringatan para martir dan para kudus lainnya.” (PUTL no. 8)
“Orang-orang kudus yang mempunyai arti penting untuk seluruh Gereja, diperingati secara wajib di seluruh Gereja. Para kudus lainnya dicantumkan dalam penanggalan umum sebagai peringatan fakultatif, atau peringatannya diserahkan kepada kebijak-sanaan Gereja setempat, bangsa atau tarekat yang bersangkutan.” (PUTL no. 9)
Siklus Temporal
Siklus temporal terdiri dari dua siklus (lingkaran) yang berada diantara 34 minggu, yang disebut masa biasa, yaitu : lingkaran Natal dan lingkaran Pasakah.
1. Lingkaran Natal
Lingkaran Natal terdiri dari : masa persiapan Natal, yang disebut Masa Adven, terdiri dari empat Minggu, Hari Raya Natal, lalu masa natal, Hari Raya Epifani, dan berlangsung sampai Pesta Pembaptisan Tuhan, yang selalu dirayakan pada hari Minggu sebagai penutup masa natal.
Masa Biasa mulai senin setelah pesta Pembaptisan Tuhan sampai hari Selasa menjelang Hari Rabu Abu, untuk memasuki Lingkaran Paskah.
2. Lingkaran Paskah
Lingkaran Paskah terdiri dari : masa prapaskah selama 40 hari (tidak termasuk hari Minggu); Pekan Suci dengan puncaknya Triduum Paskah Kristus (Kamis Putih malam sampai hari Minggu Paskah); Masa Paskah, Hari Raya Kenaikan Tuhan (40 hari setelah Paskah) dan Hari Raya Pentekosta (50 hari setelah Paskah), berakhirlah Lingkaran Paskah.
Masa Biasa menyusul pada hari berikutnya, yakni hari Senin setelah Hari Minggu Pentakosta. Hari Minggu setelah Pentakosta adalah Hari Raya Trinitas; hari Minggu setelah Hari Raya Trinitas adalah Hari Raya Tuhan atau Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, kemudian hari Jumad setelah Minggu kedua Pentakosta adalah hari raya Hati Yesus yang Mahakudus. Hari Minggu terakhir Tahun Liturgi, yaitu hari Minggu ke 34 merupakan Hari Raya Tuhan kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam.
Berdasarkan Firman Tuhan yang diwartakan dari Alkitab, Gereja membagi lingkaran Tahun Liturgi, yang terdiri dari :
1.      Tahun A-B-C, berdasarkan Bacaan Injil pada perayaan hari Minggu, yakni :
·         Tahun A : Inijl Matius
·         Tahun B : Injil Markus
·         Tahun C : Injil Lukas
Sedangkan Injil Yohanes tersebar dalam tiga tahun tersebut berdasarkan misteri iman yang dirayakan.
Cara menentukan Tahun A, B, C adalah dengan membagi tahun bersangkutan dengan angka 3! Jika angka tahun habis dibagi tiga, itu adalah tahun C; Jika hasil baginya bersisa satu berarti tahun bersangkutan adalah tahun A; jika hasil baginya bersisa dua berarti tahun bersangkutan adalah Tahun B. Misalkan, tahun 2015 dibagi 3 = 671 sisa 2. Maka tahun 2015 adalah tahun B.
2.      Tahun I & II, berdasarkan bacaan pertama misa harian, yakni
·         Tahun I     : tahun ganjil atau tahun yang angkanya ganjil
·         Tahun II    : tahun genap atau tahun yang angkanya genap
Sedangkan untuk bacaan Injil sama, baik tahun I maupun tahun II. Maka untuk tahun 2015 adalah tahun I, karena angka tahunnya ganjil.
Dengan demikian bila kita setia mengikuti Misa hari Minggu, dalam tiga tahun kita sudah “menyelesaikan” untuk mendengarkan pewataan Sabda Allah dari seluruh isi Kitab Suci. Dan seandainya kita juga rajin mengikuti misa harian, seluruh isi alkitab sudah kita dengarkan dalam waktu dua tahun.
Warna Liturgi
Dalam Perayaan Ekaristi warna sangat dimanfaatkan sebagai unsur sangat penting dalam menciptakan suasana religius, sekaligus memberi sentuhan agar dapat mengantar umat kepada pertemuan dengan yang Ilahi.
Gereja Katolik mempunyai pemahaman norma tersendiri dan baku akan warna. Setiap warna direfleksikan sebagai suatu nilai dan makna rohani tertentu. Begitu juga kapan waktu pemakaian warna tersebut disesuaikan dengan masa-masa liturgi dan perayaan-perayaan tertentu menurut penaggalan tahun liturgi. Warna yang dimaksud dalam liturgi adalah warna Stola dan Kasula  yang dipakai oleh Imam.
Dalam liturgi, warna melambangkan:
1.      Sifat dasar misteri iman yang kita rayakan,
2.      Menegaskan perjalanan hidup Kristiani sepanjang tahun liturgi
Hijau (H)
Pada umumnya, warna hijau dipandang sebagai warna yang tenang, menyegarkan, melegakan, dan manusiawi. Warna hijau juga dikaitkan dengan musim semi, di mana suasana alam didominasi warna hijau yang memberi suasana pengharapan. Hijau pada dipandang sebagai warna kontemplatif dan tenang.
Karena warna hijau melambangkan keheningan, kontemplatif, ketenangan, kesegaran, dan harapan, warna ini dipilih untuk masa biasa dalam liturgi sepanjang tahun. Dalam masa biasa itu, orang Kristiani menghayati hidup rutinnya dengan penuh ketenangan, kontemplatif terhadap karya dan sabda Allah melalui hidup sehari-hari, sambil menjalani hidup dengan penuh harapan akan kasih Allah.
Putih (P) dan atau kuning
Warna putih dikaitkan dengan makna kehidupan baru, sebagaimana dalam liturgi baptisan si baptisan baru biasa mengenakan pakaian putih. Warna putih umumnya dipandang sebagai simbol kemurnian, ketidaksalahan, terang yang tak terpadamkan dan kebenaran mutlak. Warna putih juga melambangkan kemurniaan sempurna, kejayaan yang penuh kemenangan, dan kemuliaan abadi. Dalam arti ini pula mengapa seorang paus mengenakan jubah, single dan solideo putih.
Warna kuning umumnya dilihat sebagai warna mencolok sebagai bentuk lebih kuat dari makna kemuliaan dan keabadian, sebagaimana dipancarkan oleh warna emas. Dalam liturgi, warna putih dan kuning digunakan menurut arti simbolisasi yang sama, yakni makna kejayaan abadi, kemuliaan kekal, kemurnian, dan kebenaran. Itulah sebabnya warna putih dan kuning bisa digunakan bersama-sama atau salah satu.
Warna putih atau kuning dipakai untuk masa Paskah dan Natal, hari-hari raya, pesta dan peringatan Tuhan Yesus, kecuali peringatan sengsara-Nya. Begitu pula warna putih dan kuning digunakan pada hari raya, pesta dan peringatan Santa Perawan Maria, para malaikat, para kudus atau para santo-santa yang bukan martir.
Merah (M)
Warna merah merupakan warna api dan darah. Maka, warna merah ini amat dihubungkan dengan penumpahan darah para martir sebagai saksi-saksi iman, sebagaimana Tuhan Yesus Kristus sendiri menumpahkan darah-Nya bagi kehidupan dan keselamatan dunia. Dalam tradisi Romawi kuno, warna merah merupakan simbol kuasa tertinggi, sehingga warna itu digunakan oleh bangsawan tinggi, terutama kaisar. Apabila para kardinal memakai warna merah untuk jubah, singel, dan solideonya, maka itu dimaksudkan agar para kardinal menyatakan kesiapsediaannya untuk mengikuti teladan para martir yang mati demi iman.
Dalam liturgi warna merah dipakai untuk hari Minggu Palma, Jumat Agung, Minggu Pentakosta, dalam perayaan perayaan sengsara Kristus, pada pesta para rasul dan pengarang Injil, dan dalam perayaan-perayaan para martir.
Ungu (U)
Warna ungu merupakan simbol bagi kebijaksanaan, keseimbangan, sikap berhati-hati, dan mawas diri. Maka warna ungu dipilih untuk masa Adven dan Prapaskah sebab pada masa itu semua orang Kristiani diundang untuk bertobat, mawas diri, dan mempersiapkan diri untuk menyambut Hari Raya Natal dan Hari Raya Paskah. Warna ungu juga digunakan untuk perayaan/ibadat tobat.
Pada umumnya, liturgi arwah menggunakan warna ungu sebagai ganti warna hitam. Dalam liturgi arwah itu, warna ungu melambangkan penyerahan diri, pertobatan, dan permohonan belaskasihan dan kerahiman Tuhan atas diri orang yang meninggal dunia dan kita semua sebagai umat beriman.
Kesimpulan
Hari raya dan pesta Tuhan disusun menurut urutan historis. Dengan demikian kita diberi  kesempatan untuk menghayati kembali peristiwa-peristiwa besar dari hidup Tuhan Yesus, melalui perayaan liturgis demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan dunia. Yesus adalah penebus sejak inkarnasi-Nya. Maka dari itu, kita merayakan dan mengalami kuasa penebusan dan penyelamatan-Nya dalam setiap peristiwa yang disajikan dan dirayakan sepanjang tahun liturgi Gereja.
Dengan memasukkan peristiwa-peristiwa historis hidup Tuhan Yesus ke dalam perayaan liturgis, sepanjang Tahun Liturgi, Gereja membantu kita untuk menghantar kuasa penebusan Kristus secara sakramental. Bahwa apa yang dulu pernah dilakukan Yesus dalam pelayanan historis-Nya, sekarang Ia lakukan, sebagai Tuhan yang bangkit dan melalui Roh Kudus, dalam misteri-misteri yang dirayakan dalam liturgi.
Tahun liturgi menawarkan kita untuk menghidupkan kembali seluruh sejarah keselamatan dan kehidupan Kristus, selama setahun. Hal ini mencakup peristiwa utama kehidupan Kristus: kelahirannya (Natal) kematian dan kebangkitanNya (Paskah), karunia Roh (Pentakosta).
Tahun Liturgi mengundang kita  untuk menyambut Tuhan dalam hidup kita dan tetap setia dengan penuh pengharapan menantikan pemenuhan Kerajaan Allah. Kita menyatakannya itu secara aklamatif dalam setiap perayaan Ekaristi, “Mysterium Fidei” :
“Marilah kita menyatakan misteri iman kita :
Wafat Kristus kita maklumkan,
kebangkitanNya kita muliakan,
kedatangan-Nya kita rindukan.”
Tahun Liturgi membantu kita terhadap misteri-misteri iman yang kita rayakan dan menghayat-hidupinya dalam hidup sehari-hari.

by. rd. philips seran


Tidak ada komentar:

Posting Komentar