Sakramen
Sakramen berasal dari kata Bahasa Yunani =
‘mysterion’, yang dijelaskan dengan kata ‘mysterium’ dan ‘sacramentum’ (Latin). Sacramentum
dipakai untuk menjelaskan tanda yang kelihatan dari kenyataan keselamatan yang
tak kelihatan yang disebut sebagai ‘mysterium‘. Kitab Suci menyampaikan dasar
pengertian sakramen sebagai misteri / ‘mysterium‘ kasih Allah, yang
diterjemahkan sebagai “rahasia yang tersembunyi dari abad ke abad… tetapi yang
sekarang dinyatakan kepada orang-orang kudus-Nya” (Kol 1: 26, Rom 16:25).
Rahasia / ‘misteri’ keselamatan ini tak lain dan tak bukan adalah Kristus (Kol
2:2; 4:3; Ef 3:3) yang hadir di tengah-tengah kita (Kol 1:27). Jadi
sakramen-sakramen Gereja merupakan tanda yang kelihatan dari rahasia / misteri
Kristus - yang tak kelihatan - yang bekerja di dalam Gereja-Nya oleh kuasa Roh
Kudus. Betapa nyatanya ‘rahasia’ ini diungkapkan di dalam sakramen-sakramen
Gereja, terutama di dalam Ekaristi.
Mengacu pada pengertian ini, maka Gereja sendiri
adalah “Sakramen Keselamatan” yang menjadi tanda rahmat Allah dan sarana yang mempersatukan
Allah dan manusia.[4] Sebagaimana Yesus yang mengambil rupa manusia menjadi
“Sakramen” dari Allah sendiri, maka Gereja sebagai Tubuh Kristus menjadi
“Sakramen” Kristus. Artinya, di dalam Gereja, kuasa ilahi yang membawa kita
kepada keselamatan bekerja melalui tanda yang kelihatan.
Di dalam perannya sebagai “Sakramen Keselamatan”
inilah, Gereja dipercaya oleh Kristus untuk membagikan rahmat Tuhan di dalam
ketujuh sakramen. Jadi sakramen tidaklah hanya sebagai tanda atau lambang,
tetapi juga sebagai pemenuhan makna dari tanda itu sendiri, yaitu rahmat pengudusan
untuk keselamatan kita sehingga Gereja mengajarkan bahwa dengan mengambil
bagian di dalam sakramen, kita diselamatkan, karena melalui Kristus, kita dipersatukan
dengan Allah sendiri.
Ketujuh sakramen ini menjadi tanda akan sesuatu yang
terjadi sekarang, sesuatu yang terjadi di masa lampau, dan sesuatu yang akan
terjadi di masa yang akan datang.Jadi semua sakramen tidak hanya membawa rahmat
pengudusan (sekarang), namun juga menghadirkan Misteri Paska Kristus (lampau)
yang menjadi sumber kekudusan, dan menjadi gambaran akan kebahagiaan surgawi
sebagai akhir dari pengudusan kita (yang akan datang). Dengan berpartisipasi di
dalam sakramen inilah kita mengambil bagian di dalam kehidupan Ilahi yang tidak
mengenal batas waktu; di dalam kehidupan Kristus yang mengatasi segala sesuatu.
Mengapa Tuhan
mendirikan sakramen
Alasan pertama
yaitu karena keterbatasan pemikiran manusia yang memahami sesuatu menurut
perantaraan benda-benda yang kelihatan. Keterbatasan manusia ini yang
menyebabkan adanya “sunat” untuk menandai perjanjian Allah dengan umat Israel
pada Perjanjian Lama, yang disempurnakan menjadi Pembaptisan di dalam
Perjanjian Baru.
Kedua, karena pemikiran manusia
selalu menginginkan tanda sebagai pemenuhan janji. Kita melihat dalam masa
Perjanjian Lama bagaimana Allah memberikan tanda-tanda yang menyertai bangsa
Israel sampai ke Tanah Terjanji. Hal yang sama diberikan di dalam Perjanjian
Baru yang merupakan pemenuhan dari Perjanjian Lama.
Ketiga, sakramen menjadi sesuatu
yang selalu ada sebagai ‘obat’ rohani demi kesembuhan jiwa dan raga. Hal ini
dapat kita lihat pada saat Yesus menyembuhkan orang buta dengan ludahNya yang
dicampur dengan tanah (Yoh 9:6). Yesus sendiri menggunakan ‘benda perantara’
untuk menyampaikan rahmat penyembuhan-Nya. Dengan menerima sakramen, kita
seumpama wanita perdarahan yang disembuhkan dengan menyentuh jubah Yesus (Mrk
5:25-34).
Ke-empat, sakramen adalah tanda/
lambang yang menandai umat beriman.
Dan yang terakhir, ke-lima,sakramen
merupakan perwujudan iman, “karena dengan hati orang percaya dan dengan mulut
orang mengaku dan diselamatkan” (Rom 10:10). Iman ini mendasari kebajikan Ilahi yang lain yaitu pengharapan
dan kasih, dan ketiga hal inimenghantarkan kita kepada kekudusan, yaitu hal
yang diinginkan Allah pada kita. Melalui sakramen kita mengambil bagian dalam
hidup Ilahi, sehingga di akhir hidup kita nanti, kita dapat sungguh bersatu
dengan Tuhan dalam keabadian surga.
Ketujuh Sakramen
Gereja
Mungkin ada orang bertanya, mengapa ada tujuh
sakramen? Alasannya adalah karena terdapat hubungan yang erat antara kehidupan
rohani dan jasmani. Secara jasmani ada tujuh tahap penting kehidupan: kita
lahir, tumbuh menjadi dewasa karena makan. Jika sakit kita berobat, dan di
dalam hidup kita dapat memilih untuk tidak menikah atau menikah. Lalu setelah
selesai menjalani hidup, kita meninggal dunia. Nah, sekarang mari kita lihat
bagaimana sakramen menguduskan tahap-tahap tersebut di dalam kerohanian kita.
Kelahiran kita secara rohani ditandai dengan sakramen Pembaptisan, di mana kita
dilahirkan kembali di dalam air dan Roh (Yoh 3:5), yaitu di dalam Kristus
sendiri. Kita diteguhkan oleh Roh Kudus dan menjadi dewasa dalam iman melalui sakramen Penguatan(Kis 1:5). Kita
bertumbuh karena mengambil bagian dalam sakramen
Ekaristi yang menjadi santapan rohani (Yoh 6: 51-56). Jika rohani kita
sakit, atau kita berdosa, kita dapat disembuhkan melalui pengakuan dosa dalam sakramen Tobat/ Pengakuan dosa, di mana
melalui perantaraan iman-Nya Tuhan Yesus mengampuni kita (Yoh 20: 22-23). Lalu
jika kita terpanggil untuk hidup selibat untuk Kerajaan Allah, Allah memberikan
kuasa untuk melakukan tugas-tugas suci melalui penerimaan sakramen Tahbisan Suci/ Imamat (Mat 19:12). Sedangkan jika kita
terpanggil untuk hidup berkeluarga, kita menerima sakramen Perkawinan (Mat 19:5-6). Akhirnya, pada saat kita sakit
jasmani ataupun saat menjelang ajal, kita dapat menerima sakramen Pengurapan orang sakit, yang dapat
membawa rahmat kesembuhan ataupun persiapan bagi kita untuk kembali ke pangkuan
Allah Pencipta (Yak 5:14).
Pengajaran tentang adanya tujuh sakramen ini kita
terima dari Tradisi Suci, yang kita percayai berasal dari Kristus. Ketujuh
sakramen ini ditetapkan melalui Konsili di Trente (1564) untuk menolak bahwa
hanya ada dua sakramen Baptis dan Ekaristi menurut pandangan gereja Protestan.
Sebagai umat Katolik, kita mematuhi apa yang ditetapkan oleh Magisterium Gereja
Katolik, sebab merekalah penerus para rasul, yang meneruskan doktrin para rasul
dengan kemurniannya.
Ketujuh Sakramen ini, dikelompokan menjadi tiga : pertama, Sakramen-sakramen Inisiasi
Kristen : Sakramen Pembaptisan, Sakramen Krisma dan Sakramen Ekaristi. Kedua, sakramen-sakramen penyembuhan dan
cinta kasih : Sakramen Tobat dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Ketiga, sakramen-sakramen panggilan dan
persekutuan : Sakramen Imamat dan Sakramen Perkawinan.
Siapa yang
menciptakan Sakramen?
Allah melalui Kristus adalah Pencipta Sakramen.
Sakramen mengandung kuasa yang mencapai kedalaman jiwa seseorang, dan hanya
Allah yang mampu melakukan hal itu. Jadi walaupun disampaikan oleh para imam,
sakramen-sakramen Gereja tersebut merupakan karya Kristus. Kardinal Ratzinger
(sekarang Paus Benedict XVI) menyatakan, dari sisi pandang imam sebagai penerus
para rasul, sakramen berarti, “Aku memberikan apa yang tidak dapat kuberikan
sendiri; aku melakukan apa yang bukan pekerjaanku sendiri… aku (hanyalah)
membawakan sesuatu yang dipercayakan kepadaku.”
Jadi Kristuslah yang oleh kuasa Roh Kudus bekerja
melalui para imam-Nya di dalam sakramen-sakramen. Pada sakramen Pembaptisan,
Kristus sendirilah yang membaptis,demikian juga pada sakramen Pengakuan Dosa,
Kristus sendiri yang mengampuni melalui imam-Nya, dan di dalam Ekaristi, Ia
sendiri yang memberikan Tubuh dan DarahNya untuk menjadi santapan rohani kita,
sehingga kita dipersatukan dengan-Nya dan dengan sesama umat beriman di dalam
ikatan persaudaraan sejati.
Akibat utama yang
dihasilkan oleh sakramen
Pertama, adalah rahmat pengudusan. Rahmat ini
merupakan pemenuhan janji Kristus yang dituliskan oleh Rasul Paulus, bahwa
Kristus mengasihi Gereja-Nya dan menyerahkan diri-Nya baginya untuk
menguduskannya, menyucikannya dengan air dan firman (Ef 5:26). Rahmat ini
diberikan pada setiap orang untuk hidup bagi Tuhan, dan kepada Gereja secara
keseluruhan untuk meningkatkan kasih dan misi pewartaan.
Kedua, dengan menerima dan mengambil bagian di dalam
sakramen, kita berpartisipasi di dalam kehidupan Yesus, dan melalui Yesus kita
berpartisipasi di dalam kehidupan Allah Tritunggal Maha Kudus. Keikutsertaan
kita dalam kehidupan Yesus, terutama dalam Misteri Paska ini mengantar kita
kepada keselamatan kekal. Manusia melalui usahanya sendiri tidak dapat mencapai
keselamatan, karena keselamatan pertama-tama karunia Allah (lih. Ef 2:5,8) yang
kita terima melalui Yesus Kristus. Sebab oleh akibat dosa asal kita terpisah
dari Tuhan, dan Kristus mempersatukan kita kembali dalam kehidupan-Nya melalui
sakramen-sakramen. Melalui sakramen kita disatukan dengan Tuhan, dan diubah
menjadi menyerupai Dia; tubuh kita yang fana menerima yang ilahi dan hati kita
diisi oleh kebajikan-kebajikan yang berasal dari Allah sendiri, terutama dalam
hal iman, pengharapan dan kasih.
Ketiga, ketiga sakramen yaitu Pembaptisan, Penguatan
dan Tahbisan suci, memberikan‘karakter’ yang terpatri di dalam jiwa seseorang
yang menerima sakramen tersebut. Pembaptisan menjadikannya anak angkat Allah,
Penguatan menjadikannya sebagai ‘serdadu’ Kristus, dan Tahbisan suci
menjadikannya imam yang diberi kuasa untuk menguduskan dan menerimakan
sakramen-sakramen. Karena karakter khusus inilah, maka ketiga sakramen ini
hanya dapat diterima satu kali saja.
Bagaimana agar
kita menerima ‘buah’ yang berguna melalui sakramen
Pertama, kita harus mengetahui, menghargai dan
menghormati rahmat ilahi yang diberikan melalui sakramen-sakramen ini. Lalu,
karena kita mengetahui bahwa Allah sendiri yang memberikan rahmat-Nya, maka
kita harus memperlakukan rahmat itu dengan hormat dan dengan semestinya, dan
dengan sikap yang benar, terutama dalam sakramen Tobat dan Ekaristi, agar kita
dapat menghasilkan buahnya.Kita harus mempersiapkan diri dan berpartisipasi
pada saat kita menerima sakramen-sakramen dalam perayaan liturgi Gereja.
Kita mengetahui bahwa Yesuslah yang memerintahkan
pemberian sakramen-sakramen tersebut melalui ajaran-ajaranNya. Karena berasal
dari Kristus, rahmat itu adalah karunia yang sempurna, yang diberikan oleh
kuasa Roh Kudus, yang dapat menembus jiwa untuk mendatangkan kesembuhan rohani,
dan mendatangkan keselamatan yang tak ternilai harganya.
Kesimpulan
Melihat dalamnya arti ‘sakramen’ yang merupakan
saluran rahmat Allah, dan tanda yang tak terpisahkan dari hakekat Gereja
sebagai Tubuh Kristus, maka sudah selayaknya kita menghargai dan mempersiapkan
diri seutuhnya untuk menerima sakramen-sakramen yang membawa kita kepada
keselamatan. Mari kita merendahkan diri di hadapan Tuhan dengan menerima cara
Tuhan menyampaikan rahmat-Nya kepada kita, baik untuk jiwa maupun tubuh kita,
untuk mendatangkan keselamatan dan ‘kesembuhan’ baik rohani maupun jasmani.
Dengan demikian kita dapat mengambil bagian di dalam kehidupan Ilahi yang
dicurahkan kepada kita melalui Kristus.
By. RD. Philips Seran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar