Cinta
Bukan Persoalan
Gedong-Menggendong
“Dua insan menyatu”. Itulah orang melihat
mereka berdua. Namun, si cowok masih meragukan kesetiaan si cewek pada dirinya,
apa lagi si cowok cacat fisik. Pada kesempatan lain si cowok bertanya kepada si
cewek, “Apakah engkau benar-benar mencintaiku?”. Tanpa menjawab apa pun, si cewek
mengangkat si cowok lalu diletakan di punggungnya. Ia mengendong si cowok
menggelilingi taman-taman kota. Sampai di pengujung jalan si cewek berkata, “Apa
yang engkau tanyakan mudahan telah terjawab”. Lebih lanjut si cewek berkata, “cinta
bukan hanya soal gendong-mengendong, tetapi dalam cinta aku menemukan diriku di
dalam dirimu, dan dirimu di dalam diriku, akhirnya di dalam cinta kita adalah
satu adanya”.
Apa
Kata Mereka Tentang Cinta?
Gabriel Marcel (1889-1973) dan Martin Heidegger
(1889-1976), dua filsuf beraliran eksistensialisme, menyebut dua ciri yang
patut diperhatikan dalam “keberadaan manusia di dunia”, yaitu: Eksistensi
manusia dan Cinta. Eksistensi mengambil bentuk dalam kehendak,
kebebasan/kemerdekaan, dan tanggung jawab, sementara Cinta memanggil manusia
untuk menjalin hubungan “Aku-Engkau” dengan sesamanya.
Masih menurut Marcel, Cinta nampak dalam beberapa ciri: Disponsibilite (kerelaan): keterbukaan hati, Receptivite (penerimaan): menyediakan tempat bagi yang dicintai, Engagement (keterlibatan): kesediaan untuk ambil bagian dalam aktivitas yang dicintai,Fidelite (kesetiaan): kesadaran akan tanggungjawab dan menyediakan diri untuk menanggung resiko yang telah dipilih. Cinta sangatlah sentral dalam hubungan kita sebagai manusia, sebuah persekutuan sejati antar pribadi. Cinta tak ubahnya panggilan dari kedalaman diri, merupakan realisasi tertinggi dari eksistensi manusia, sebab ia keluar dari dirinya (“ex-sistere”: keluar) bukan menuju dunia atau menguasai dunia, tetapi menuju pada relasi/hubungan aku-engkau yang bersifat pribadi. Dengan kata lain, apabila kita sampai kepada cinta, maka eksistensi kita sebagai manusia mencapai puncaknya.
Cinta bukan sekedar berhubungan dengan perasaan, tetapi juga menunjuk pada suatu bentuk kreativitas. Cinta mengandaikan hasil karya manusia (sesuatu yang keluar dari diri), maka kreativitas cinta adalah kreativitas yang istimewa karena membuka kebebasan yang dicintai. Dengan cinta, maka orang merasa lebih bebas untuk merealisasikan diri. Dan dengan cinta pula, krativitas orang yang dicintai akan semakin tumbuh dan berkembang.
Masih menurut Marcel, Cinta nampak dalam beberapa ciri: Disponsibilite (kerelaan): keterbukaan hati, Receptivite (penerimaan): menyediakan tempat bagi yang dicintai, Engagement (keterlibatan): kesediaan untuk ambil bagian dalam aktivitas yang dicintai,Fidelite (kesetiaan): kesadaran akan tanggungjawab dan menyediakan diri untuk menanggung resiko yang telah dipilih. Cinta sangatlah sentral dalam hubungan kita sebagai manusia, sebuah persekutuan sejati antar pribadi. Cinta tak ubahnya panggilan dari kedalaman diri, merupakan realisasi tertinggi dari eksistensi manusia, sebab ia keluar dari dirinya (“ex-sistere”: keluar) bukan menuju dunia atau menguasai dunia, tetapi menuju pada relasi/hubungan aku-engkau yang bersifat pribadi. Dengan kata lain, apabila kita sampai kepada cinta, maka eksistensi kita sebagai manusia mencapai puncaknya.
Cinta bukan sekedar berhubungan dengan perasaan, tetapi juga menunjuk pada suatu bentuk kreativitas. Cinta mengandaikan hasil karya manusia (sesuatu yang keluar dari diri), maka kreativitas cinta adalah kreativitas yang istimewa karena membuka kebebasan yang dicintai. Dengan cinta, maka orang merasa lebih bebas untuk merealisasikan diri. Dan dengan cinta pula, krativitas orang yang dicintai akan semakin tumbuh dan berkembang.
Kebersamaan : Aku dan Engkau
Gabriel
Marcel, yang secara filosofis menerangkan tentang kehadiran. Kehadiran
merupakan sebuah Misteri. Kehadiran melampaui ruang dan waktu
manusia. Hadir bukan soal ada bersama orang lain di suatu tempat atau waktu
tertentu. Marcel membedakan dengan jelas relasi “Aku – Engkau dengan Aku
– Ia ”. Relasi Aku – Ia nampak sebagai relasi
fungsional semata. Berbeda dengan relasi Aku – Engkau. Dalam relasi Aku
– Engkau, orang lain dipandang sebagai sesama.
Kebersamaan : Aku – Engkau menjadi Kita di dalam Cinta
Relasi Aku – Engkau yang dipikirkan
Marcel mencapai puncaknya pada taraf “Kita”. Dalam hal ini, Kita bukan
hanya dua pribadi, tetapi melebihi itu. Sehinggga, realisasi dari kehadiran
secara istimewa adalah relasi Cinta, Aku – Engkau menjadi
Kita yang membentuk sebuah kebersamaan. Cinta bukan sesuatu yang
objektif melainkan misteri, karena melibatkan kedua belah pihak secara aktif.
Selain itu, mencintai bukan sebuah kegiatan untuk mengetahui orang lain,
melainkan sebuah kesadaran akan panggilan dari Aku kepada Aku yang lain. Aku
mencintai Aku yang lain bukan karena Aku yang lain itu menarik atau memiliki
keistimewaan dalam dirinya, tetapi Aku mencintai Yang lain karena Yang lain itu
adalah dirinya sendiri.
Kapan Kita Bersama?
Kisah dua sejoli tersebut memberikan gambaran kepada
kita tentang hakikat cinta itu. Aku
bersama dengan Engkau, ketika Aku dan Engkau sama-sama sadar akan kehadirannya
masing-masing. Oleh karena itu, walaupun berjauhan, relasi Aku – Engkau masih
dapat diwujudkan, yaitu ketika aku bisa memberikan “pengaruh” kepada engkau.
Karena kebersamaan adalah tentang hati yang mengerti, hati yang mendengar, hati
yang memahami panggilan dari hati yang lain. Kita bersama, ketika Aku merasakan
apa yang Engkau rasakan dimana dukamu adalah dukaku dan sukamu adalah sukaku.
Orang lain hadir bagiku dan Aku pun hadir bagi orang lain.Sesungguhnya hari
ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus. (
Lukas 23:33-43 )
Berada di dalam dunia – Bersama dengan Allah
Orang lain hadir bagiku dan Aku pun hadir bagi orang
lain. Dalam relasi seperti itulah terdapat cinta kasih, saat dimana orang lain
di dalam keberadaannya dipandang sebagai sesama. Memandang orang lain sebagai
sesama adalah saat dimana kita bersama-sama dengan Allah. Jadi kalau ada
pertanyaan Apakah mati satu-satunya cara untuk berjumpa denganMu? Kita
dapat menjawabnya dengan senyuman.