PERUBAHAN
Apabila anda menginginkan perubahan-perubahan kecil dalam hidup anda, maka berubalah sikap-sikap anda. Namun, apabila anda menginginkan perubahan-perubahan besar dalam hidup anda, maka berubalah paradigma anda. Yesus mengatakan, "Barangsiapa setia dalam perkara kecil dan sederhana, ia akan dipercayakan juga dalam perkara-perkara besar".
Minggu, 13 Desember 2015
Kemiskinan
KEMISKINAN
A. Definisi
Kemiskinan
Pemikiran mengenai kemiskinan berubah sejalan dengan
berlalunya waktu, tetapi pada dasarnya berkaitan dengan ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar (Mikelsen, 2003:194). Kemiskinan menunjukkan situasi
serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin,
melainkan karena tidak bisa dihindari dengan kekuatan yang dimilikinya
(Soegijoko, 1997:137).
Menurut Sar A. Levitan dalam Ala (1981:3) menyatakan
kemiskinanadalah kekurangan
barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai
suatu standar hidup yang layak. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik dan
Departemen Sosial (2002:3-4) kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam
memenuhi kebutuhan dasar minimum untuk hidup layak.
B.
Penyebab Kemiskinan
Penyebab
kemiskinan dapat terjadi karena kondisi alamiah dan ekonomi, kondisi struktural
dan sosial, serta kondisi kultural (budaya). Kemiskinan alamiah dan ekonomi
timbul akibat keterbatasan sumber daya alam, manusia, dan sumberdaya lain sehingga
peluang produksi relatif kecil dan tidak dapat berperan dalam pembangunan.
Kemiskinan struktural dan sosial disebabkan hasil pembangunan yang belum
merata, tatanan kelembagaan dan kebijakan dalam pembangunan. Sedangkan
kemiskinan kultural (budaya) disebabkan sikap atau kebiasaan hidup yang merasa
kecukupan sehingga menjebak seseorang dalam kemiskinan (Nugroho dan Dahuri,
2004:167-168; Soegijoko, 1997:137; dan Nasution, 1996: 48-50).
Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas menyebutkan berdasarkan penyebabnya
kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan kronis (chronic
poverty) yang disebabkan: (1) sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang
tidak produktif; (2) keterbatasan sumber daya dan keterisolasian; dan (3)
rendahnya taraf pendidikan dan derajat kesehatan, terbatasnya lapangan kerja,
dan ketidakberdayaan masyarakat, dan kemiskinan sementara (transient
poverty) yang disebabkan (1) perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal
menjadi krisis ekonomi; (2) perubahan yang bersifat musiman seperti kasus
kemiskinan nelayan dan pertanian tanaman pangan; dan (3) bencana alam atau
dampak dari suatu kebijakan.
Penyebab
utama kemiskinan desa adalah: (1) pendidikan yang rendah; (2) ketimpangan
kepemilikan modal dan lahan pertanian; (3) ketidakmerataan investasi di sektor
pertanian; (4) alokasi anggaran kredit yang terbatas; (5) terbatasnya
ketersediaan bahan kebutuhan dasar; (6) pengelolaan ekonomi secara tradisional;
(7) rendahnya produktivitas dan pembentukan modal; (8) budaya menabung yang belum
berkembang; (9) tidak adanya jaminan sosial bagi masyarakat desa; dan (10)
rendahnya jaminanV kesehatan.
C.
Jenis Kemiskinan
Pembagian
jenis kemiskinan dapat dibagi berdasarkan pola waktu. Menurut Ginandjar
Kartasasmita dalam Ridlo (2001:11), menurut pola waktu tersebut kemiskinan
dapat dibagi menjadi: (1) Persistent poverty, yaitu kemiskinan yang
telah kronis atau turun temurun yang diantaranya merupakan daerah kritis sumber
daya alam atau terisolasi. (2) Cyclical poverty yaitu kemiskinan yang
mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan. (3) Seasonal poverty,
yaitu kemiskinan musiman seperti sering dijumpai kasus-kasus nelayan dan petani
tanaman pangan. (4) Accidental poverty, yaitu kemiskinan karena bencana
alam atau dampak dari suatu kebijakan.
Berdasarkan
jenisnya kemiskinan secara umum dapat dibagi menjadikemiskinan absolut dan kemiskinan
relatif. Kemiskinan absolut terjadi apabila tingkat pendapatan seseorang di
bawah garis kemiskinan absolut yang telah ditetapkan, sehingga tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidup minimum yang antara lain terdiri dari kebutuhan
sandang, pangan, kesehatan, perumahan dan pendidikan. Sedangkan kemiskinan
relatif merupakan perbandingan antara kelompok pendapatan dalam masyarakat
tersebut. Meskipun seseorang/masyarakat telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara layak (tidak miskin), tetapi masih rendah kualitasnya dibandingkan
masyarakat sekitarnya yang relatif lebih kaya (Soegijoko, 1997:138; dan Esmara
(1986) dalam Ridlo (2001:10))
D.
Indikator dan Ukuran Kemiskinan
Ukuran dan
Indikator kemiskinan dibedakan antara antara kemiskinan absolut dengan
kemiskinan relatif.
1)
Indikator dan Ukuran Kemiskinan Absolut
Indikator
kemiskinan yang dikemukakan BKKBN (2003:25) adalah: untuk keluarga pra
sejahtera terdiri dari: seluruh anggota keluarga tidak bisa makan dua kali
sehari atau lebih; tidak memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah, bekerja,
sekolah dan bepergian; bagian lantai terluas dari tanah. Sedangkan indikator
kemiskinan untuk keluarga sejahtera I terdiri dari: seminggu sekali keluarga
tidak selalu dapat makan daging/ikan/telur; belum tentu setahun sekali anggota
keluarga memperoleh minimal satu stel pakaian baru; lantai rumah kurang dari 8
m2 untuk tiap penghuni.
Indikator
kemiskinan yang lain dikemukakan oleh Bappenas (2004) dalam Sahdan (2005)
berupa: (1) kurangnya pangan, sandang dan perumahan yang tidak layak; (2)
terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat produktif; (3) kurangnya kemampuan
membaca dan menulis; (4) kurangnya jaminan dan kesejahteraan hidup; (5) kerentanan
dan keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi; (6) ketidakberdayaan atau
daya tawar yang rendah; dan (7) akses terhadap ilmu pengetahuan yang terbatas.
Mubyarto (2002) berpendapat bahwa penduduk miskin bukanlah orang yang tidak
mempunyai apa-apa, tetapi memiliki serba sedikit modal sosial untuk
mengembangkan diri.
2)
Ukuran dan Indikator Kemiskinan Relatif
Kemiskinan
relatif menunjukkan ketidakmerataan pendapatan antara seseorang dengan orang
lain dalam suatu kelompok atau satu kelompok dengan kelompok masyarakat yang
lain. Bank Dunia menggunakan ukuran ketidakmerataan sebagai berikut: Tingkat
ketidakmerataan tinggi bila 40% penduduk terbawah menerima kurang dari 12%
jumlah pendapatan. Tingkat ketidak merataan sedang bila menerima antara 12 -
17%. Tingkat ketidakmerataan rendah bila menerima lebih dari 17% (Rusli dkk.,
1995:15).
E. Strategi
dan Program Pengentasan Kemiskinan
Upaya
penanggulangan kemiskinan menurut Undang Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Propenas ditempuh melalui dua strategi utama. Pertama, melindungi keluarga dan
kelompok masyarakat yang mengalami kemiskinan sementara. Kedua, membantu
masyarakat yang mengalami kemiskinan kronis dengan memberdayakan dan mencegah
terjadinya kemiskinan baru. Strategi tersebut selanjutnya dituangkan dalam tiga
program yang langsung diarahkan pada penduduk miskin yaitu: 1) Penyediaan
Kebutuhan Pokok; 2) Pengembangan Sistem Jaminan Sosial; dan 3) Pengembangan
Budaya Usaha Masyarakat Miskin.
Kebijakan
pengentasan kemiskinan di Indonesia yang terbaru tertuang dalam Peraturan
Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional, yang menyatakan bahwa kebijakan penanggulangan kemiskinan meliputi:
kebijakan pemenuhan hak-hak dasar dan kebijakan pembangunan wilayah untuk
mendukung pemenuhan hak dasar.
Sepanjang
kebijakan pemerintah belum dapat mengatasi kemiskinan,masyarakat miskin
mempunyai strategi sendiri untuk mengatasi kemiskinannya dengan cara: berhutang
pada berbagai sumber pinjaman informal, bekerja serabutan, istri dan anak turut
bekerja, memanfaatkan sumber daya alam di sekelilingnya, bekerja di luar
daerah, dan berhemat melalui mengurangi atau mengganti jenis makanan dan
mengatur keuangan.
(BY NN)
Langganan:
Postingan (Atom)