Muhammad Arsyad
Perusak Moral Bangsa
Dalam ziarah hidup ini memang ada yang benar dan ada yang
salah, dan ini adalah sebuah daur hidup yang normal terjadi dalam diri manusia. Namun, di
Indonesia saat ini ada beberapa peristiwa yang sebenarnya salah, tetapi
peristiwa itu dibenarkan bahkan didewa-dewakan.
Indonesia menjadi sebuah negara dengan jargon, “Yang benar sekarang
disalahkan - yang salah dibenarkan, yang baik dilawan - yang jahat dibiarkan,
yang tabu menjadi hal lumrah, yang moderat dimusuhi – yang ekstrim anarkis
diberi tempat terhormat”. Aneh bukan? Ini
adalah sebuah daur hidup yang sangat edan terjadi di republik ini.
Muhammad Arsyad tiba-tiba menjadi “super star” dadakan. Dia telah melakukan penghinaan terhadap
Jokowidodo, Presiden Republik Indonesia.
Muhammad telah melakukan pengeditan foto porno Jokowidodo dan disebarkan di
media massa. Atas aksi kriminalitas dan kebiadabannya itu, Mauhammad Arsyad harus
berurusan dengan hukum. Secara akal sehat, perbuatan amoral dari Muhammad Arsyad
ini layak dan pantas mendapatkan hukuman. Bayangkan saja kepala negara saja dia
berani menghina, apa lagi dengan rakyat biasa.
Aksi bejad Muhammad Arsyad ini rupanya membawa pahala bagi diri dan keluarganya. Rasa empati dan
simpati mengalir bagaikan sungai menyirami dan menyegarkan kejahatan Muhammad
Arsyad. Dia bukan lagi manusia berhati setan, melainkan disulap menjadi nabi
dadakan. Para petinggi DPR, Fadli Zon, blusukan ke rumah Muhammad Arsyad untuk
memberikan peneguhan agar dia kuat dalam kejahatannya. Fadli Zon memasang badan
dan rela mati demi menyelamatkan Muhammad Arsyad. Koalisih Merah Putih
mengucurkan dana dan mencari kuasa hukum untuk Muhammad Arsyad. Media massa
menempatkan Muhammad Arsyad bagaikan seorang pelawan baru pulang dari medan
laga.
Peristiwa Muhammad Arsyad membenarkan jargon tersebut, yakni,
“yang salah dibenarkan, yang jahat diagungkan, dan yang tabuh dilumrahkan”. Kejadian Muhammad Arsyad tidak memberikan
nilai edukasi apa pun buat bangsa ini. Banyak orang baik dan banyak pula orang yang menderita,
namun para pembesar menutup mata, tidak memberikan rasa simpati dan empati
kepada mereka. Tetapi kepada anak durhaka, Muhammad Arsyad, para pembesar negara
ini membuka mata dan hati, menyalurkan seluruh rahmat kepadanya. Fadli Zon
mencurahkan cinta sehabi-habisnya untuk Muhammad Arsyad, si pengkerdil moral
bangsa.
Nilai apa yang hendak
disampaikan melalui peristiwa Muhammad Arsyad ini?