SELAYANG PANDANG PAROKI ST. CAROLUS
BOROMEUS
Letak Geografis dan Pembagian Wilayah Pelayanan
Paroki
St. Carolus Boromeus terletak di Pulau Ujung Beting, Kecamatan Senayang,
Kabupaten Lingga, Prop. Kep. Riau. Paroki St. Carolus Boromeus adalah paroki
termuda di Keuskupan Pangkalpinang. Pada tanggal, 19 Juni 2012, Paroki St.
Carolus Boromeus genap berusia tiga tahun. Pembagian menurut wilayah teritorial
Keuskupan Pangkalpinang, Paroki St. Carolus Boromeus masuk di wilayah Kevikepan
Kep. Riau. Wilayah pelayanan pastoral
Paroki St. Carolus Boromeus meliputi seluruh pulau yang masuk dalam wilayah
Kabupaten Lingga. Untuk mempermuda pelayanan pastoral, wilayah Paroki St.
Carolus Boromeus dibagi atas tiga wilayah pelayanan, yakni:
Ø Wilayah
1 meliputi: Pulau Ujung Beting (KBG Ujung Beting), Pulau Pongok (KBG Pongok),
Pulau Lingga (KBG Air Kelad, KBG Sungai Nona, KBG Limbong, KBG Pancur).
Ø Wilayah
11 meliputi Pulau Sebangka (KBG Tanjung Gantung, KBG Limas, KBG Sarus – Suat
Buaya), Pulau Senayang (KBG Senayang), Pulau Mensanak (KBG Mensanak), Pulau
Benan (KBG Benan), Pulau Senang (KBG Senang), Pulau Temiang (KBG Teban).
Ø Wilayah
111 meliputi Pulau Cempa (KBG Cempa), Pulau Manek (KBG Manek, KBG Pasir Putih,
KBG Air Batu, KBG Tanjung Awak dan KBG Lundang), Pulau Pulun (KBG Pulun), Pulau
Singkep (KBG Dabo).
Paroki
St. Carolus Boromeus merupakan paroki “kepulauan”, karena aktivitas karya
pastoral berjalan dari pulau ke pulau. Taransportasi satu-satunya yang
diandalkan dari Paroki St. Carolus Boromeus adalah tarnsportasi laut, yakni
kapal, pompong (sejenis kapal motor
kayu, menggunakan mesin dompeng dengan kapasitasnya 300 kg sampai 1 ton), dan
sampan. Sedangkan tarnsportasi darat sampai
sekarang belum ada dan biaya tarnsportasi pun lumayan mahal.
Kedaan Penduduk
Menurut
data sejarah, penduduk asli Kabupaten Lingga adalah Suku Laut dan Suku Melayu.
Pada tahun 1920 suku Tionghoa mulai mendiami Wilayah Lingga dan kemudian tahun
1950-an para pendatang dari Flores dan Buton masuk ke wilayah Lingga. Pada tahun 1980 -
sampai saat ini banyak pendatang baru membanjiri wilayah ini, yakni Batak,
Jawa, Palembang, Padang dan Ace. Mayoritas penduduk Kabupaten Lingga adalah
Suku Melayu. Karena Suku Melayu sebagai mayoritas maka corak budaya Melayu
lebih dominan mewarnai gaya hidup penduduk Kabupaten Lingga. Sedangkan Suku
laut sangat terisolir dengan kemajuan yang ada dan banyak diantara mereka
memiliki kepercayaan animisme.
Ekonomi
Mata
pencaharian utama masyarakat, termaksud umat katolik, Kabupetan Lingga adalah
Nelayan. Penghasilan dari nelayan ini cukup besar. Rata-rata pendapatan mereka
perhari berkisar Rp 50.000, - 100.000. Karena itu, secara ekonomis boleh
dikatakan penduduk Kabupaten Lingga adalah kaya. Namun, dalam kenyataanya, pada
umumnya mereka hidup miskin. Kemiskinan ini disebabkan oleh beberapa hal,
yakni:
·
Manajemen kekuangan keluarga belum memadai.
·
Gaya hidup konsumerisme dan hedonisme cukup tinggi
untuk masyarakat Lingga.
·
Bekerja dengan system touke. Touke adalah
pemilik modal/barang dan memberikan pinjaman kepada masyrakat berupa uang
tunai, alat-alat nelayan, sembako dengan jumlah besar. System pengembalian
pinjaman kepada touke dengan hasil
laut yang mereka dapatkan. Hasil laut tersebut akan dipotong oleh touke sebesar jumlah pinjaman mereka.
Dampak negatif dari system ini adalah touke
boleh mempermainkan harga pasaran sesuai dengan keinginannya. Mereka tidak
dapat berbut banyak sebab sudah ada utang selilit pinggang.
Pendidikan
Masyarakat
Kabupaten Lingga memiliki tingkat buta huruf yang sangat tinggi. Sekitar lima tahun
belakangan ini, pemerintah daerah, seperti singa bangun dari tidur, membangun
sekolah di pulau-pulau dengan fasilitas dan tenaga pengajar seadanya, baik mutu
maupun jumlah. Di samping itu, kesadaran dari masyarakat untuk penndidikan pun
sangat lemah. Mereka selalu berprinsip lebih baik bekerja di laut dan mendapatkan banyak uang dari pada
duduk-duduk di kelas, tidak menghasilkan sesuatu dan malahan menyedot biaya.
Karya Pastoral
Gereja
Gereja Lingga berutmbuh
dan berkembang sesuai dengan budaya, culture dan mentalitas masyarakat Lingga
secara keseluruhan. Oleh karena itu, karya pastoral pun pada umumnya mengikuti
mentalitas masyarakat, lebih khususnya umat katolik. Namun, karya pastoral
Paroki St. Carolus Boromeus tetap mengikut pedoman umum Keskupan Pangkalpinang,
yakni Komunitas Basis Gerejawi (KBG). Tema pastoral Keuskupan Pangkalpinang dan
kemudian diaplikasikan ke setiap paroki adalah, “Menjadi Gereja yang Semakin
Partisipatif dan Berpusat pada Kristus”. Karya pastoral Paroki harus membawa
umat Allah sampai pada tahap partisipatif dan berpusat pada Kristus.
Ada kekuatan, kelemahan,
tantangan dan kesempatan sebagai bentuk dinamika kehidupan gereja Paroki St.
Carolus Boromeus.
Kekuatan
·
Jumlah umat lumayan banyak, sesuai dengan
ststistik paroki tahun 2011 berjumlah 1621 jiwa.
·
Ada tenaga awam katolik, yakni para guru,
perawat, pegawai pemerintahan dan militer yang bertugas di pulau-pulau di
wilayah Kabupaten Lingga.
·
Adanya sebuah Asrama dan sebuah SD Katolik
·
Ada sarana tarnsportasi yang dimiliki oleh
Paroki, yakni sebuah kapal dan sebuah pompong.
Kelemahan
·
Hampir 90% umat katolik Paroki St. Carolus
Boromeus adalah drop out SD dan buta huruf.
·
Penghayatan hidup religius bukanlah hal penting
untuk kehidupan umat
·
Domisili umat tercecer di pulau-pulau dengan
jumlah dan kualitas yang berbeda-beda.
·
Pandangan lama yang masih sulit diubah, “gereja
kaya, maka gereja harus siap setiap saat untuk memberi kepada umat, bukan umat
memberi kepada gereja”.
Tantangan
·
Pastoral berdasarkan situasi alam, yakni situasi
laut. Pada Bulan Oktober-Maret karya pastoral tersendat bahkan mandek, karena
bulan-bulan tersebut gelmbang laut sangat besar atau lebih sering disebut Musim
Utara/ gelombang laut cina selatan mengamuk.
·
Adanya “pendakwa-pendakwa” dari agama-agama lain
terang-terangan mengajak umat katolik untuk mengikuti agama mereka.
·
Anak-anak katolik yang sekolah di sekolah negeri
di pulau-pulau tidak mendapatkan pendidikan Agama Katolik. Mereka dapat adalah
pendidikan Agama Islam.
·
Monopoli ekonomi yang dipraktekan oleh touke,
membuat sebagian kecil pemiliki modal semakin kaya dan sebagian besar masyrakat
semakin miskin.
Kesempatan
·
Keberadaan Gereja Katolik Lingga masih
diperhitungkan dan juga masih disegani oleh masyarakat Lingga. Bagi masyarakat
Lingga, Agama Katolik adalah agamanya orang-orang Flores. Syukurlah bahwa
kedatangan para perantau Flores tahun 1950-an sangat familiar dan disenangi
oleh orang-orang suku laut dan melayu.
·
Masyarkat dan pihak pemerintahan juga sangat
mendukung dan menerima baik kehadiran Gereja Katolik sampai sekarang ini.
Usaha-usaha
Paroki St. Carolus Boromeus untuk mengatasi tantangan yang ada adalah
·
Karya pastoral sangat urgent dengan jangka waktu
yang pendek biasanya akan dipadatkan pada bulan April –Oktober.
·
Mendirikan sekolah dan asrama untuk menampung
anak-anak katolik dari pulau-pulau. Biaya sekolah sangat murah dan asrama
gratis, termasuk seragam sekolah, alat-alat tulis dan makan minum ditanggung
sepenuhnya oleh paroki.
·
Mengadakan pelatihan untuk para fasilitator bina
iman anak dan orang tua di pulau-pulau.
·
Memberdayakan tenaga-tenaga awam katolik yang
berkarya sebagai guru, perawat, pegawai pemerintahan, dan militer yang bertugas
di pulau-pulau.
·
Mengusahakan system ekonomi yang berpihak kepada
orang kecil, yakni Koperasi Credit Union, dengan moto, “orang miskin membantu
orang miskin”.
Pengalaman
Sukses dan Gagal selama Berkarya di Paroki St. Carolus Boromeus
Pengalaman
sukses dan gagal dalam tugas karya pastoral itu pasti ada. Namun, gaya pastoral
kami berdasarkan komunitas basis, artinya ide/gagasan digodok dari KBG-KBG
kemudian diolah oleh tiem pastoral, yakni pastor, para fasilitator, ketua-ketua
komunitas basis kemudian hasilnya dijadikan sebagi pedoman pastoral lalu
diberikan kembali KBG-KBG untuk mengaplikasikan. Sedangkan pastor sebagai
fasilitator utama untuk memonitor program-program pastoral yang sedang
berjalan. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program-program tersebut
biasanya diadakan evalusia mulai dari KBG-KBG kemudian ke tingkat paroki. Oleh
karena itu, kesuksesan atau kegagalan dalam karya pastoral adalah kesuksesan
dan kegagalan bersama.
Pengalaman
sukses:
·
Kami tiem pastoral sampai saat ini boleh
dikatakan berhasil mempengaruhi orang tua untuk meyekolahkan anak-anak mereka.
Terlebih kusus anak-anak Suku Laut yang biasanya alergi dengan pendidikan.
·
Program memberdayakan ekonomi umat lewat Koperasi
Credit Union dapat mempegaruhi sebagian umat tumbuh kesadaran untuk menabung
dan sekaligus sedikit demi sedikit keluar dari lingkaran ekonomi system touke.
Pengalaman
gagal:
·
Setiap karya pastoral yang telah dogodok bersama
sering mengalami kemandekan, walaupun berjalan tetapi selalu saja ada halangan
untuk mengagalkan karya tersebut, kegagalan tersebut dipengaruh situasi alam
dan juga kurang ada dukungan dari uma di setiap komunitas basis.
·
Buadaya individualistis masih mendominasi umat,
hal ini telah dibentuk dari budaya nelayan yang kurang memperhatikan budaya
gotong royong, seperti budaya petani. Karakter dan mentalitas individual ini
sangat pempengaruhi umat dalam kebersamaan sebagai satu Komunitas Basis
Gerejani. Oleh karena itu, Kami merasa masih
gagal dalam membangun karakter mereka.
Hal-hal Penting
yang Pernah Terjadi di Paroki St. Carolus Boromeus.
·
Pada tanggal 19 Juni 2008 adalah peristiwa yang
paling bersejarah dan paling berkesan di hati seluruh umat katolik Wilayah
Kabupaten Lingga, yakni Uskup Pangkalpinang, Mgr. Hilarius Moa Nurak, SVD
mengumumkan dan menetapkan bahwa gereja katolik Lingga menjadi paroki, dengan
nama pelindung St.Carolus Boromeus.
Perintis Paroki
St. Carolus Boromeus
·
Cikal bakal beridirinya gereja katolik Lingga
adalah dirintis oleh umat awam. Umat awam yang dimaksud adalah para perantau
dari Flores yang datang dengan perahu layar. Tujuan utama mereka adalah
menacari rinngit Malaysia dan dollar Singapura. Tetapi karena satu dan lain hal,
terpaksa mereka turun dan menetap di pulau-pulau di wilayah Kabupaten Lingga
ini. Meskipun rata-rata mereka adalah tamatan SR dan lebih banyak lagi buta
huruf, tetapi komitmen mereka terhadap iman katolik sangat militan. Setiap hari
minggu mereka selalu berkumpul sekadar doa Rosario atau ibadat sabda. Kemudian
mereka mulai membanggun kapel-kapel sederhana sebagi rumah doa hampir di setiap
pulau dimana mereka diami.
·
Pada tahun 1970 para misionaris SSCC yang
bertugas di Tanjung pinang, Bintan mendengar kabar bahwa di Lingga ada umat
katolik dengan jumlah yang cukup banyak. Maka tahun 1970 an para pastor dua
kali setahun turun ke wilayah lingga untuk melayani dan mendata umat di sana.
Pada tahun 1980 an mulai intensifkan lagi pelayanan di wilayah lingga tiga
bulan sekali kunjungan pastoral. Karena umat di wilayah ini semakin berkembang,
maka pada tahun 2000 ada pastor tinggal
menetap di Pulau Ujung Beting dan setiap bulan keliling melayani umat di pulau-pulau
wilayah kabupaten Lingga. Pada tahun yang sama itu juga mulai didirikan sekolah
dan tiga tahun kemudian didirikan asrama untuk menampung anak-anak yang sekolah
di SD tersebut.
·
Kami tiem pastores dan seluruh umat Lingga
menyadari bahwa keberdaan Gereja Katolik Lingga sebagai paroki sebenarnya belum
layak. Apabila dibandingkan dengan daerah lain wilayah keuskupan kami sendiri
atau keuskupan lain, keberadaan paroki kami lebih cocok dikatakan stasi yang
sedang belajar merangkak. Sebab hampir disemua lini kehidupan, entah jasmani
dan rohani masih mengalami kekurangan. Namun, satu hal yang membuat kami
semangat adalah slogan Gereja Katolik, “option
for the poor”. Keberpihakan kepada kamu kecil, miskin dan terbelakang
adalah hakekat panggilan Gereja Katolik. Kami merasa wajib untuk meneruskan
warisan para awam yang telah merintis dengan peluh dan keringat membangun
gereja dari segala kekurangan dan keterbatasanya.
Institusi
Pembagian
Tugas dan Tanggungjawab tiem pastoral Paroki St. Carolus Boromeus sampai saat
ini berjalan dengan baik. Koordinasi dan komunikasi diantara tiem pastoral
sejauh ini masih berjalan normal. Penganggungjawab utama adalah pastor paroki
dan dibantu oleh beberapa tenaga pastoral lainnya, yakni pastor pembantu,
katekis, pegawai secretariat paroki, suster dan ketua-ketua KBG. Setiap tiem
sudah memiliki perannya masing-masing, misalnya pastor melayani sakramen dan
katekese. Katekis memberikan pembinaan iman dan mengurus koperasi credit union. Suster mempunyai tugas
utama sebagai tenaga medis. Secretariat paroki menugurus administarasi paroki.
Ketua-ketua KBG mendampingi langsung follow
up dari program pastoral untuk komunitasnya masing-masing. Tiem pastoral
ini disamping memiliki tugas utama, tiem juga membantu tugas lain, seperti
pembinaan iman anak dan remaja, pendampingan orang muda.
Untuk
menghindari tumpangtindih dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawab maka
komunikasi dan kordinasi diantara tiem tetap dan perluh dijaga dengan baik.
Namun, karena pemahaman yang minim, khususnya ketua-ketua KBG, sering
menimbulkan permasalahan dalam pelakasanaan
tugas dan tanggungjawab. Oleh karena itu, tiem pastoral paroki terus
bekerja keras untuk menyederhanakan bahan pastoral dan menyampaikan dengan
bahasa sederhana yang dapat ditanggkap oleh umat.
Sebagai
bagaian dari tiem pastoral, saya berusaha menjalankan tugas dengan biak sejauh
kemampuan saya. Setiap tugas pastoral
yang saya jalankan, pertama-tama saya menghayati sebagai pelayanan. Melalui
pelayanan ini, fungsi dan eksistensi keimamatan saya menjadi nyata. Strategi
yang kami lakukan agar masing-masing tugas dapat bersinergi dengan baik adalah
saling mendukung dan mengisi setiap tugas pastoral yang kami lakukan. Kami
masing-masing menyadari betul kekurangan dan kelebihan kami, maka kehadiran
setiap pribadi dalam tiem sebagai penyempurna yang masih kurang dan memberi
spirit bagi kelebihan yang ada untuk terus maju dan berkembang.
Relasi Institusi
dengan Umat
Umat
adalah subyek utama karya pastoral. Tugas pelayanan pastoral yang dikembangkan
oleh paroki adalah berasal dari umat, oleh umat dan untuk umat, sesuai dengan
tema sinode II Keuskupan Pangkalpinang, “Umat Allah Keuskupan Pangkalpiang
Semakin berpartisipatif dan Berpusat Pada Kristus”.
Memberikan dorongan dan
semangat kepada umat untuk terus maju dan memberikan apresiasi terhadap karya
dan usaha umat, entah sekecil apapun. Ungkapan klasik yang sering kami pakai
adalah, “kalian pasti bisa”.
Menanamkan
kesadaran dalam diri bahwa rekan kerja adalah bagian dari usaha dan perjuangan
kita. Oleh karena itu, kehadiran mereka menjadi penting dan bermanfaat bagi
tugas dan pelayanan. Menumbuhkan kesadaran untuk memberikan dorongan dan
apresiasi terhadap keberhasilan rekan kerja. Membangun komunikasi dan
koordinasi yang baik dengan rekan kerja. Membuat evalusia bulanan terhadap
tugas dan tanggungjawab yang telah dilaksanakan dan merencanakan bersama
kegiatan-kegiatan yang akan dilakuka.
Relasi
saya dengan uskup dan rekan-rekan imam lahir dari sakramen imamat. Karena
merupakan anugerah Roh Kudus, maka sakramen imamat dihadiakan bagi imam untuk
membangun persekutuan dan persudraan di dalam komunitas umat berimn untuk perutusan. Ekaristi yang
dipersembahkan oleh imam, komunio tercipta dan melalui ekaristi komunio
dialami. Karena itu, saya menyadari bahwa panggilan untuk membangun komunio
dan persaudaraan dengan umat beriman
lahir dari imamat dan ekaristi. Wujud dari membangun komunio adalah
memberdayakan partisipasi umat untuk mengalami komunio dengan kristus,
memberdayakan umat untuk saling berbagi iman dan hidup, memberdayakan umat
untuk ambil bagian dengan cara masing-masing dalam aneka tugas pelayanan
pastoral.
Pelaku
Hal-hal yang perluh
ditingkatkan untuk mendukung tugas pelayanan adalah:
·
Pendidikan karakter dan intelektual, serta
menggembangkan ekonomi umat adalah hal penting untuk mendukung pelaksanaan
tugas karya pastoral.
·
Mengusahakan sekuarng-kurangnya 5-10 tahun,
generasi muda paroki dapat menamatkan SD dan lanjut ke SLTP atau SLTA.
·
Terus menerus menyadarkan umat untuk gemar
menabung melalui program credit union.
·
Melalui pendidikan dan pemberdayaan ekonomi umat,
wajah gereja Paroki St. Carolus Boromeus pada suatu saat berubah kearah yang
baik.
Visi untuk masa
depan karya pelayanan:
Visi tiem pastoral Paroki
St. Carolus Boromeus berpedoman pada visi Keuskupan Pangkalpinang hasil sinode
II, “Umat Allah Keuskupan Pangkalpinang, dijiwai oleh Allah Tritunggal,
bertekad menjadi Gereja Partisipatif”. Visi ini kemudian dijabarkan dalam
konteks wilayah paroki, maka ada bebrapa hal yang direncanakan adalah:
·
Umat Paroki St. Carolus Boromeus menyadari dirinya
merupakan bagian dari Tubuh Kristus yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik,
karena berpartisipasi dalam hidup dan misi Kristus.
·
Umat Paroki St. Carolus Boromeus berpartisipasi
dalam hidup Kristus menjadikan mereka sebagai satu keluarga turut ambil bagian
dalam kedukaan dan kecemasan, kegembiraan dan harapan para anggotanya.
·
Umat Paroki St. Carolus Boromeus akhirnya
diutus untuk membangun satu kelurga yang
dilandasi oleh cinta damai, gotong royong dan kesejateraan hidup bersama.
Hal-hal yang sangat
berarti berkaitan dengan tugas pelayanan
·
Secara pribadi saya merefleksikan bahwa sebagai
pastor muda yang berkarya di wilayah yang serba sulit membantu saya untuk
melatih keratifitas berpikir dan berpastoral.
·
Berpastoral dalam bidang katekese, kesehatan, pendidikan
dan ekonomi yang merupakan prioritas
karya pelayanan sangat mendukung dan mengena dengan situasi umat.
Hal-hal yang sangat tidak
berarti yang saya rasakan dalam tugas pelayanan adalah:
·
Tidak efektif dan tidak mendidik memberdayakan
umat dengan materi. Bantuan berupa materi yang telah kami lakukan ternyata
tidak membawa dampak positif apapun untuk mendukung karya pelayanan.
Perubahan menuju
sukses untuk kedepan bagi karya pelayanan di Paroki St. Carolus Boromeus
adalah:
·
Pendidikan formal dan memberdayakan ekonomi umat.
·
Namun, ada juga penghalang yang agak sulit
diselesaikan adalah mentalitas dan karakter umat sebagai nelayan yang selalu
ingin hidup berfoya-foya. Sebagian umat tidak merecananakan sesu atu untuk
persiapan masa depan. Prisip mereka adalah, “hidup hari ini hanya untuk hari
ini, besok akan diusahakan lagi”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar