Rabu, 24 April 2013

AKU DAN DIA...SATU ADANYA



MANUSIA
DAN
ALAM SEMESTA

Manusia adalah salah satu komponen dari alam semesta di samping hewan, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda  abiotik lainnya, seperti air, tanah dan udara. Manusia bersama komponen yang lainnya itu dalam keberadaanya yang unik dan khas, membentuk satu komunitas yang lebih luas, yakni alam semesta. Alam semesta ini dibentuk dari kesatuan seluruh komponen itu, dan keseimbangan alam semesta juga terletak pada keharmonisan relasi antara komponen-komponen tersebut.
Hirarki keseluruhan komponen itu, manusia menempati posisi paling atas. Manusia memiliki akal dan kehendak, dibandingkan komponen lain, tentu mempunyai tanggung jawab yang besar untuk memelihara dan menjamin tata keberlangsungan alam semesta. Meskipun manusia bukan komponen abiotik, namun hukum-hukum dunia jasmani berlaku bagi manusia. Bujang jatuh dari atas pohon kelapa, ia jatuh seperti semua benda lain yang memiliki berat. Meskipun manusia bukan tumbuhan, namun kehidupanya tergantung dari lingkungannya. Manusia membutuhkan air untuk minum, buah-buahan untuk makan. Meskipun manusia bukan hewan, tetapi semua hukum hayati berlaku bagi manusia. Pada suatu ketika ia lahir, dan pada suatu ketika ia mati. Manusia bukan roh, namun ia makhluk rohaniah. Manusia berpikir, mempertimbangkan, memutuskan dan bertindak.
Keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki oleh manusia menempatkan manusia pada posisi paling atas dalam membentuk tatanan alam semesta. Keistimewaan ini tidak membuat manusia menjadi serakah dan sombong. Justru dengan predikat itu menjadikan manusia lebih rendah hati dan siap melayani komponen lain, dengan cara memberikan arti bagi mereka. Semua komonen lain yang dirangkul dalam satu wadah yang disebut semesta alam itu mengandaikan kehadiran manusia. Suatu komponen dimana manusia tidak hadir, tidak mungkin ada. Suatu komponen atau lebih luas lagi alam semesta menunjuk kepada manusia. Sebuah patung tampak indah dan terpelihara tidak dapat dimengerti tanpa membayangkan adanya orang yang merawatnya.
Alam semesta tanpa manusia, tak dapat dipikirkan sebab dunia itu mengandaikan manusia yang berpikir. Alam semesta tanpa manusia tak dapat dibayangkan sebab alam semesta itu mengandaikan manusia yang membayangkannya. Alam semesta tanpa manusia tak dapat dibicarakan sebab alam semesta mengandaikan manusia yang berbicara. Alam semesta kita selalu alam manusia dengan arti manusiawi dan dengan warna manusiawi. Bagaimana alam semesta ini tanpa manusia tidaklah diketahui sebab saat diketahui manusia yang tahu itu telah ikut hadir.
Mungkin kita berkata bahwa ilmu kimia memastika bahwa air mempunyai susunan molekul yang terdiri dari HO. Ilmu matematika memastikan bahwa 1+1=2. Kebenaran itu tetap berlaku entah manusia ada atau tidak. Walaupun demikian, ilmu kimia dan matematika tidak terlepas dari manusia yang bertanya dan manusia yang mencari jawaban atas pertanyaanya dengan metode-metode tertentu. Kehadiran manusia tak terhapuskan. Alam semesta memperlihatkan keberadaanya sesuai dengan pertanyaan yang diajukan dan metode pedekatan yang diterapkan manusia.
Mungkin kita akan mengatakan, “Terbukti bahwa alam semesta sudah ada sebelum adanya manusia”, dan itu sangat benar. Namun manusialah yang mengiyakan adanya alam semesta sebelum manusia. Manusialah yang berkata, “alam semesta itu ada sebelum manusia”,  tidak mungkin batu, pohon, air, udara atau kambing mengatakan demikian. Dengan reflekai atas manusia sebagai “roh’ alam semesta, maka akan dimengerti eratnya relasi manusia dan alam semesta.
Seluruh komponen yang membentuk alam semesta mengalami arti karena ada manusia. Namun, alam semesta dengan keberadaanyaan sendiri harus tetap diakui. Contoh, air mempunyai makna beraneka ragam sesuai dengan sikap tertentu manusia, tetapi manusia sebagai pemberi arti tidak dapat memberikan arti kepada air dengan sewenang-wenang. Apabila air digunakan sebagai bahan bakar untuk kapal motor, maka air itu melawan. Air itu memiliki cara beradanya yang khas, keberadaan dan hakikatnya sendiri, terlepas dari sikap mana pun dari manusia, begitu juga berlaku dengan komponen-komponen yang  lain. Manusia sebagai pemberi arti harus taat kepada kodrat dari masing-masing komponen. Keberadaan komponen-komponen yang lain adalah norma dan dasar bagi manusia pemberi arti.
Hal itu juga berlaku untuk pernyataan, “alam semesta ini ada sebelum manusia ada”. Peryataan itu memang tak pernah diungkapkam sekiranya manusia itu tidak ada. Namun, kebenarannya tidak berdasar pada manusia yang mengungkapkannya. Dasar kebenarannya terletak pada keberadaan alam semesta itu sendiri. Dasar ontologis inilah kurang mendapatkan perhatin dari pihak manusia sebagai pemberi arti dan keberadaanya pada tingkat yang paling atas.
 Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa relasi manusia dengan alam semesta adalah relasi resiprok saling menguntungkan. Keberadaan alam semesta memiliki arti penting untuk keberlangsungan hidup manusia. Demikian juga, keberadaan manusia sangat menentukan arti keberlangsungan alam semesta. Oleh karena itu, relasi yang dibutuhkan adalah relasi yang seimbang dan harmonis. Manusia yang diharapkan mampu menciptakan dan memelihara relasi yang seimbang dan harmonis. Tidak mungkin mempercayakan kepada binatang untuk menjaga relasi itu, bagi dunia binatang hanya berlaku hukum alam, siapa yang kuat dapat bertahan.
Kenyataan dewasa ini telah membuktikan bahwa manusia sudah lupa akan peran utamanya sebagai penjaga dan pemelihara relasi harmonis dengan alam semesta. Manusia telah berubah wujud menjadi “serigala” bagi alam semesta. Manusia menempatkan alam semesta hanya sebagai obyek semata yang dapat memuaskan keegiosan dan ketamakan manusia. Manusia tidak menjadikan alam semesta sebagai subyek atau partner yang membangun keberlangsungan tatanan hidup bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar