MANUSIA
DAN
ALAM SEMESTA
Manusia
adalah salah satu komponen dari alam semesta di samping hewan, tumbuh-tumbuhan,
dan benda-benda abiotik lainnya, seperti
air, tanah dan udara. Manusia bersama komponen yang lainnya itu dalam
keberadaanya yang unik dan khas, membentuk satu komunitas yang lebih luas,
yakni alam semesta. Alam semesta ini dibentuk dari kesatuan seluruh komponen
itu, dan keseimbangan alam semesta juga terletak pada keharmonisan relasi
antara komponen-komponen tersebut.
Hirarki
keseluruhan komponen itu, manusia menempati posisi paling atas. Manusia
memiliki akal dan kehendak, dibandingkan komponen lain, tentu mempunyai
tanggung jawab yang besar untuk memelihara
dan menjamin tata keberlangsungan alam semesta. Meskipun manusia bukan komponen
abiotik, namun hukum-hukum dunia jasmani berlaku bagi manusia. Bujang jatuh
dari atas pohon kelapa, ia jatuh seperti semua benda lain yang memiliki berat.
Meskipun manusia bukan tumbuhan, namun kehidupanya tergantung dari lingkungannya.
Manusia membutuhkan air untuk minum, buah-buahan untuk makan. Meskipun manusia
bukan hewan, tetapi semua hukum hayati berlaku bagi manusia. Pada suatu ketika
ia lahir, dan pada suatu ketika ia mati. Manusia bukan roh, namun ia makhluk
rohaniah. Manusia berpikir, mempertimbangkan, memutuskan dan bertindak.
Keistimewaan-keistimewaan
yang dimiliki oleh manusia menempatkan manusia pada posisi paling atas dalam
membentuk tatanan alam semesta. Keistimewaan ini tidak membuat manusia menjadi
serakah dan sombong. Justru dengan predikat itu menjadikan manusia lebih rendah
hati dan siap melayani komponen lain, dengan cara memberikan arti bagi mereka.
Semua komonen lain yang dirangkul dalam satu wadah yang disebut semesta alam
itu mengandaikan kehadiran manusia. Suatu komponen dimana manusia tidak hadir,
tidak mungkin ada. Suatu komponen atau lebih luas lagi alam semesta menunjuk
kepada manusia. Sebuah patung tampak indah dan terpelihara tidak dapat
dimengerti tanpa membayangkan adanya orang yang merawatnya.
Alam
semesta tanpa manusia, tak dapat dipikirkan sebab dunia itu mengandaikan
manusia yang berpikir. Alam semesta tanpa manusia tak dapat dibayangkan sebab
alam semesta itu mengandaikan manusia yang membayangkannya. Alam semesta tanpa
manusia tak dapat dibicarakan sebab alam semesta mengandaikan manusia yang
berbicara. Alam semesta kita selalu alam manusia dengan arti manusiawi dan
dengan warna manusiawi. Bagaimana alam semesta ini tanpa manusia tidaklah
diketahui sebab saat diketahui manusia yang tahu itu telah ikut hadir.
Mungkin
kita berkata bahwa ilmu kimia memastika bahwa air mempunyai susunan molekul
yang terdiri dari H₂O.
Ilmu matematika memastikan bahwa 1+1=2. Kebenaran itu tetap berlaku entah
manusia ada atau tidak. Walaupun demikian, ilmu kimia dan matematika tidak
terlepas dari manusia yang bertanya dan manusia yang mencari jawaban atas
pertanyaanya dengan metode-metode tertentu. Kehadiran manusia tak terhapuskan.
Alam semesta memperlihatkan keberadaanya sesuai dengan pertanyaan yang diajukan
dan metode pedekatan yang diterapkan manusia.
Mungkin
kita akan mengatakan, “Terbukti bahwa alam semesta sudah ada sebelum adanya
manusia”, dan itu sangat benar. Namun manusialah yang mengiyakan adanya alam
semesta sebelum manusia. Manusialah yang berkata, “alam semesta itu ada sebelum
manusia”, tidak mungkin batu, pohon,
air, udara atau kambing mengatakan demikian. Dengan reflekai atas manusia
sebagai “roh’ alam semesta, maka akan dimengerti eratnya relasi manusia dan
alam semesta.
Seluruh
komponen yang membentuk alam semesta mengalami arti karena ada manusia. Namun,
alam semesta dengan keberadaanyaan sendiri harus tetap diakui. Contoh, air
mempunyai makna beraneka ragam sesuai dengan sikap tertentu manusia, tetapi
manusia sebagai pemberi arti tidak dapat memberikan arti kepada air dengan
sewenang-wenang. Apabila air digunakan sebagai bahan bakar untuk kapal motor,
maka air itu melawan. Air itu memiliki cara beradanya yang khas, keberadaan dan
hakikatnya sendiri, terlepas dari sikap mana pun dari manusia, begitu juga
berlaku dengan komponen-komponen yang lain.
Manusia sebagai pemberi arti harus taat kepada kodrat dari masing-masing
komponen. Keberadaan komponen-komponen yang lain adalah norma dan dasar bagi
manusia pemberi arti.
Hal
itu juga berlaku untuk pernyataan, “alam semesta ini ada sebelum manusia ada”.
Peryataan itu memang tak pernah diungkapkam sekiranya manusia itu tidak ada.
Namun, kebenarannya tidak berdasar pada manusia yang mengungkapkannya. Dasar
kebenarannya terletak pada keberadaan alam semesta itu sendiri. Dasar ontologis
inilah kurang mendapatkan perhatin dari pihak manusia sebagai pemberi arti dan
keberadaanya pada tingkat yang paling atas.
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa
relasi manusia dengan alam semesta adalah relasi resiprok saling menguntungkan.
Keberadaan alam semesta memiliki arti penting untuk keberlangsungan hidup
manusia. Demikian juga, keberadaan manusia sangat menentukan arti
keberlangsungan alam semesta. Oleh karena itu, relasi yang dibutuhkan adalah
relasi yang seimbang dan harmonis. Manusia yang diharapkan mampu menciptakan
dan memelihara relasi yang seimbang dan harmonis. Tidak mungkin mempercayakan
kepada binatang untuk menjaga relasi itu, bagi dunia binatang hanya berlaku
hukum alam, siapa yang kuat dapat bertahan.
Kenyataan
dewasa ini telah membuktikan bahwa manusia sudah lupa akan peran utamanya
sebagai penjaga dan pemelihara relasi harmonis dengan alam semesta. Manusia
telah berubah wujud menjadi “serigala” bagi alam semesta. Manusia menempatkan
alam semesta hanya sebagai obyek semata yang dapat memuaskan keegiosan dan
ketamakan manusia. Manusia tidak menjadikan alam semesta sebagai subyek atau
partner yang membangun keberlangsungan tatanan hidup bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar