Sabtu, 04 Juli 2015

Katolik-ku



Sakramen
(By. RD. Philip Seran)


Sakramen berasal dari kata Bahasa Yunani = ‘mysterion’, yang dijelaskan dengan kata ‘mysterium’  dan ‘sacramentum’ (Latin). Sacramentum dipakai untuk menjelaskan tanda yang kelihatan dari kenyataan keselamatan yang tak kelihatan yang disebut sebagai ‘mysterium‘. Kitab Suci menyampaikan dasar pengertian sakramen sebagai misteri / ‘mysterium‘ kasih Allah, yang diterjemahkan sebagai “rahasia yang tersembunyi dari abad ke abad… tetapi yang sekarang dinyatakan kepada orang-orang kudus-Nya” (Kol 1: 26, Rom 16:25). Rahasia / ‘misteri’ keselamatan ini tak lain dan tak bukan adalah Kristus (Kol 2:2; 4:3; Ef 3:3) yang hadir di tengah-tengah kita (Kol 1:27). Jadi sakramen-sakramen Gereja merupakan tanda yang kelihatan dari rahasia / misteri Kristus - yang tak kelihatan - yang bekerja di dalam Gereja-Nya oleh kuasa Roh Kudus. Betapa nyatanya ‘rahasia’ ini diungkapkan di dalam sakramen-sakramen Gereja, terutama di dalam Ekaristi.
Mengacu pada pengertian ini, maka Gereja sendiri adalah “Sakramen Keselamatan” yang menjadi tanda rahmat Allah dan sarana yang mempersatukan Allah dan manusia.[4] Sebagaimana Yesus yang mengambil rupa manusia menjadi “Sakramen” dari Allah sendiri, maka Gereja sebagai Tubuh Kristus menjadi “Sakramen” Kristus. Artinya, di dalam Gereja, kuasa ilahi yang membawa kita kepada keselamatan bekerja melalui tanda yang kelihatan.


Di dalam perannya sebagai “Sakramen Keselamatan” inilah, Gereja dipercaya oleh Kristus untuk membagikan rahmat Tuhan di dalam ketujuh sakramen. Jadi sakramen tidaklah hanya sebagai tanda atau lambang, tetapi juga sebagai pemenuhan makna dari tanda itu sendiri, yaitu rahmat pengudusan untuk keselamatan kita sehingga Gereja mengajarkan bahwa dengan mengambil bagian di dalam sakramen, kita diselamatkan, karena melalui Kristus, kita dipersatukan dengan Allah sendiri.
Ketujuh sakramen ini menjadi tanda akan sesuatu yang terjadi sekarang, sesuatu yang terjadi di masa lampau, dan sesuatu yang akan terjadi di masa yang akan datang.Jadi semua sakramen tidak hanya membawa rahmat pengudusan (sekarang), namun juga menghadirkan Misteri Paska Kristus (lampau) yang menjadi sumber kekudusan, dan menjadi gambaran akan kebahagiaan surgawi sebagai akhir dari pengudusan kita (yang akan datang). Dengan berpartisipasi di dalam sakramen inilah kita mengambil bagian di dalam kehidupan Ilahi yang tidak mengenal batas waktu; di dalam kehidupan Kristus yang mengatasi segala sesuatu. 

Mengapa Tuhan mendirikan sakramen
Alasan pertama yaitu karena keterbatasan pemikiran manusia yang memahami sesuatu menurut perantaraan benda-benda yang kelihatan. Keterbatasan manusia ini yang menyebabkan adanya “sunat” untuk menandai perjanjian Allah dengan umat Israel pada Perjanjian Lama, yang disempurnakan menjadi Pembaptisan di dalam Perjanjian Baru.
Kedua, karena pemikiran manusia selalu menginginkan tanda sebagai pemenuhan janji. Kita melihat dalam masa Perjanjian Lama bagaimana Allah memberikan tanda-tanda yang menyertai bangsa Israel sampai ke Tanah Terjanji. Hal yang sama diberikan di dalam Perjanjian Baru yang merupakan pemenuhan dari Perjanjian Lama.
Ketiga, sakramen menjadi sesuatu yang selalu ada sebagai ‘obat’ rohani demi kesembuhan jiwa dan raga. Hal ini dapat kita lihat pada saat Yesus menyembuhkan orang buta dengan ludahNya yang dicampur dengan tanah (Yoh 9:6). Yesus sendiri menggunakan ‘benda perantara’ untuk menyampaikan rahmat penyembuhan-Nya. Dengan menerima sakramen, kita seumpama wanita perdarahan yang disembuhkan dengan menyentuh jubah Yesus (Mrk 5:25-34).
Ke-empat, sakramen adalah tanda/ lambang yang menandai umat beriman.
Dan yang terakhir, ke-lima,sakramen merupakan perwujudan iman, “karena dengan hati orang percaya dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan” (Rom 10:10). Iman ini mendasari  kebajikan Ilahi yang lain yaitu pengharapan dan kasih, dan ketiga hal inimenghantarkan kita kepada kekudusan, yaitu hal yang diinginkan Allah pada kita. Melalui sakramen kita mengambil bagian dalam hidup Ilahi, sehingga di akhir hidup kita nanti, kita dapat sungguh bersatu dengan Tuhan dalam keabadian surga.


Ketujuh Sakramen Gereja
Mungkin ada orang bertanya, mengapa ada tujuh sakramen? Alasannya adalah karena terdapat hubungan yang erat antara kehidupan rohani dan jasmani. Secara jasmani ada tujuh tahap penting kehidupan: kita lahir, tumbuh menjadi dewasa karena makan. Jika sakit kita berobat, dan di dalam hidup kita dapat memilih untuk tidak menikah atau menikah. Lalu setelah selesai menjalani hidup, kita meninggal dunia. Nah, sekarang mari kita lihat bagaimana sakramen menguduskan tahap-tahap tersebut di dalam kerohanian kita.
Kelahiran kita secara rohani ditandai dengan sakramen Pembaptisan, di mana kita dilahirkan kembali di dalam air dan Roh (Yoh 3:5), yaitu di dalam Kristus sendiri. Kita diteguhkan oleh Roh Kudus dan menjadi dewasa dalam iman melalui sakramen Penguatan(Kis 1:5). Kita bertumbuh karena mengambil bagian dalam sakramen Ekaristi yang menjadi santapan rohani (Yoh 6: 51-56). Jika rohani kita sakit, atau kita berdosa, kita dapat disembuhkan melalui pengakuan dosa dalam sakramen Tobat/ Pengakuan dosa, di mana melalui perantaraan iman-Nya Tuhan Yesus mengampuni kita (Yoh 20: 22-23). Lalu jika kita terpanggil untuk hidup selibat untuk Kerajaan Allah, Allah memberikan kuasa untuk melakukan tugas-tugas suci melalui penerimaan sakramen Tahbisan Suci/ Imamat (Mat 19:12). Sedangkan jika kita terpanggil untuk hidup berkeluarga, kita menerima sakramen Perkawinan (Mat 19:5-6). Akhirnya, pada saat kita sakit jasmani ataupun saat menjelang ajal, kita dapat menerima sakramen Pengurapan orang sakit, yang dapat membawa rahmat kesembuhan ataupun persiapan bagi kita untuk kembali ke pangkuan Allah Pencipta (Yak 5:14).
Pengajaran tentang adanya tujuh sakramen ini kita terima dari Tradisi Suci, yang kita percayai berasal dari Kristus. Ketujuh sakramen ini ditetapkan melalui Konsili di Trente (1564) untuk menolak bahwa hanya ada dua sakramen Baptis dan Ekaristi menurut pandangan gereja Protestan. Sebagai umat Katolik, kita mematuhi apa yang ditetapkan oleh Magisterium Gereja Katolik, sebab merekalah penerus para rasul, yang meneruskan doktrin para rasul dengan kemurniannya.
Ketujuh Sakramen ini, dikelompokan menjadi tiga : pertama, Sakramen-sakramen Inisiasi Kristen : Sakramen Pembaptisan, Sakramen Krisma dan Sakramen Ekaristi. Kedua, sakramen-sakramen penyembuhan dan cinta kasih : Sakramen Tobat dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Ketiga, sakramen-sakramen panggilan dan persekutuan : Sakramen Imamat dan Sakramen Perkawinan.
Siapa yang menciptakan Sakramen?
Allah melalui Kristus adalah Pencipta Sakramen. Sakramen mengandung kuasa yang mencapai kedalaman jiwa seseorang, dan hanya Allah yang mampu melakukan hal itu. Jadi walaupun disampaikan oleh para imam, sakramen-sakramen Gereja tersebut merupakan karya Kristus. Kardinal Ratzinger (sekarang Paus Benedict XVI) menyatakan, dari sisi pandang imam sebagai penerus para rasul, sakramen berarti, “Aku memberikan apa yang tidak dapat kuberikan sendiri; aku melakukan apa yang bukan pekerjaanku sendiri… aku (hanyalah) membawakan sesuatu yang dipercayakan kepadaku.”
Jadi Kristuslah yang oleh kuasa Roh Kudus bekerja melalui para imam-Nya di dalam sakramen-sakramen. Pada sakramen Pembaptisan, Kristus sendirilah yang membaptis,demikian juga pada sakramen Pengakuan Dosa, Kristus sendiri yang mengampuni melalui imam-Nya, dan di dalam Ekaristi, Ia sendiri yang memberikan Tubuh dan DarahNya untuk menjadi santapan rohani kita, sehingga kita dipersatukan dengan-Nya dan dengan sesama umat beriman di dalam ikatan persaudaraan sejati.
Akibat utama yang dihasilkan oleh sakramen
Pertama, adalah rahmat pengudusan. Rahmat ini merupakan pemenuhan janji Kristus yang dituliskan oleh Rasul Paulus, bahwa Kristus mengasihi Gereja-Nya dan menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya, menyucikannya dengan air dan firman (Ef 5:26). Rahmat ini diberikan pada setiap orang untuk hidup bagi Tuhan, dan kepada Gereja secara keseluruhan untuk meningkatkan kasih dan misi pewartaan.
Kedua, dengan menerima dan mengambil bagian di dalam sakramen, kita berpartisipasi di dalam kehidupan Yesus, dan melalui Yesus kita berpartisipasi di dalam kehidupan Allah Tritunggal Maha Kudus. Keikutsertaan kita dalam kehidupan Yesus, terutama dalam Misteri Paska ini mengantar kita kepada keselamatan kekal. Manusia melalui usahanya sendiri tidak dapat mencapai keselamatan, karena keselamatan pertama-tama karunia Allah (lih. Ef 2:5,8) yang kita terima melalui Yesus Kristus. Sebab oleh akibat dosa asal kita terpisah dari Tuhan, dan Kristus mempersatukan kita kembali dalam kehidupan-Nya melalui sakramen-sakramen. Melalui sakramen kita disatukan dengan Tuhan, dan diubah menjadi menyerupai Dia; tubuh kita yang fana menerima yang ilahi dan hati kita diisi oleh kebajikan-kebajikan yang berasal dari Allah sendiri, terutama dalam hal iman, pengharapan dan kasih.
Ketiga, ketiga sakramen yaitu Pembaptisan, Penguatan dan Tahbisan suci, memberikan‘karakter’ yang terpatri di dalam jiwa seseorang yang menerima sakramen tersebut. Pembaptisan menjadikannya anak angkat Allah, Penguatan menjadikannya sebagai ‘serdadu’ Kristus, dan Tahbisan suci menjadikannya imam yang diberi kuasa untuk menguduskan dan menerimakan sakramen-sakramen. Karena karakter khusus inilah, maka ketiga sakramen ini hanya dapat diterima satu kali saja.
Bagaimana agar kita menerima ‘buah’ yang berguna melalui sakramen
Pertama, kita harus mengetahui, menghargai dan menghormati rahmat ilahi yang diberikan melalui sakramen-sakramen ini. Lalu, karena kita mengetahui bahwa Allah sendiri yang memberikan rahmat-Nya, maka kita harus memperlakukan rahmat itu dengan hormat dan dengan semestinya, dan dengan sikap yang benar, terutama dalam sakramen Tobat dan Ekaristi, agar kita dapat menghasilkan buahnya.Kita harus mempersiapkan diri dan berpartisipasi pada saat kita menerima sakramen-sakramen dalam perayaan liturgi Gereja.
Kita mengetahui bahwa Yesuslah yang memerintahkan pemberian sakramen-sakramen tersebut melalui ajaran-ajaranNya. Karena berasal dari Kristus, rahmat itu adalah karunia yang sempurna, yang diberikan oleh kuasa Roh Kudus, yang dapat menembus jiwa untuk mendatangkan kesembuhan rohani, dan mendatangkan keselamatan yang tak ternilai harganya.
Kesimpulan
Melihat dalamnya arti ‘sakramen’ yang merupakan saluran rahmat Allah, dan tanda yang tak terpisahkan dari hakekat Gereja sebagai Tubuh Kristus, maka sudah selayaknya kita menghargai dan mempersiapkan diri seutuhnya untuk menerima sakramen-sakramen yang membawa kita kepada keselamatan. Mari kita merendahkan diri di hadapan Tuhan dengan menerima cara Tuhan menyampaikan rahmat-Nya kepada kita, baik untuk jiwa maupun tubuh kita, untuk mendatangkan keselamatan dan ‘kesembuhan’ baik rohani maupun jasmani. Dengan demikian kita dapat mengambil bagian di dalam kehidupan Ilahi yang dicurahkan kepada kita melalui Kristus.

Liturgi Gereja Katolik



Memahami, Merancang, dan Melaksanakan Liturgi

DENGAN BAIK DAN BENAR

 by RD. Philip Seran

A. Makna Liturgi

1.    Liturgi adalah perayaan (pesta) iman Gereja (Umat Allah yang bersatu padu) akan misteri keselamatan Allah yang terlaksana dalam Yesus Kristus, Sang Imam Agung, di dalam ikatan Roh Kudus. (Bandingkan: Sacrosanctum Concilium 7, 5, 10  dan 2)..
2.    Liturgi merupakan perayaan kehidupan, artinya :
a.    Dalam Liturgi berlangsunglah peristiwa perjumpaan antara Allah dan umat beriman melalui Yesus Kristus dalam ikatan Roh Kudus. Perjumpaan itu bukan sekedar untuk saling ngobrol sambil makan-minum bersama tetapi Allah menyapa dan menawarkan persahabatan kepada manusia, dan manusia diundang untuk menjawab secara bebas tawaran itu.
b.    Liturgi sebagai pengungkapan dan pelaksanaan diri Gereja. Gereja menyatakan dan menampakkan dirinya dalam liturgi. Dalam Liturgi umat beriman (1) menyampaikan dan mengungkapkan apa yang mereka imani, (2 )menyebut, memuji, dan memuliakan Allah Bapa yang mengutus Yesus Kristus demi keselamatan manusia, (3) mengenangkan dengan penuh syukur misteri penyelamatan Allah dalam Kristus (Bdk SC 2)
B. Prinsip Dasar Liturgi.
3.    Prinsip pokok dalam berliturgi:
a.    Liturgi bukan tindakan perseorangan melainkan tindakan bersama antara Sang Imam Agung Yesus Kristus dan Gereja-Nya. Subyek (pelaksana) Liturgi adalah Yesus Kristus (Allah yang punya inisiatif mengundang) dan Gereja (Umat Allah menjawab undangan Allah).
b.    Dari hakikatnya liturgi menuntut partisipasi secara sadar, aktif dan penuh seluruh umat beriman (SC 14). Umat hadir bukan sebagai penonton, tetapi sebagai subyek pelaku yang aktif melibatkan diri secara sadar dalam hidup Allah (liturgi trinitas), mencicipi liturgi surgawi. Justru Allah yang menonton umat-Nya.
c.    Liturgi merangkum keterlibatan hati dan pengalaman hidup konkret umat secara penuh (Bdk SC 2) dan bukan sekedar suatu upacara yang menekankan rutinitas dan kewajiban. Yang kita rayakan dalam liturgi adalah hidup kita sendiri, yakni hidup dalam perjumpaan dengan Allah.
4.    Partisipasi  aktif dan  penuh umat beriman dalam merayakan Liturgi adalah prinsip dasar dan tujuan utama dalam pembaharuan liturgi (bdk SC 14).
5.    Partisipasi aktif dalam menghadiri Perayaan Ekaristi berarti umat beriman mengambil bagian dalam perayaan Liturgi dengan kata-kata, tindakan, pikiran, imajinasi dan kehendak. Dengan ikut berpartisipasi aktif kita menjadi (memperoleh) selamat, disucikan (bdk Yoh 4:26).  Oleh karena itu umat beirman hendaknya jangan diam saja, bagai patung atau cuma pasif menikmati  aktivitas  yang  terjadi  di sekitarnya. Setiap   orang yang turut merayakan Ekaristi, entah petugas liturgi, entah umat beriman lainnya, mempunyai hak dan kewajiban untuk secara aktif, masing-masing menurut cara yang sesuai dengan kedudukan dan tugas yang menjadi bagiannya, tidak lebih dan tidak kurang. Dengan demikian dalam Perayaan liturgi akan tampak bahwa Gereja dibangun dalam pelbagai jabatan dan tugas (PUMR 58) 
6.    Dalam Perayaan Liturgi umat berpartisipasi dalam tindakan-tindakan kudus yang telah dilakukan Kristus melalui aklamasi, jawaban-jawaban, mazmur, nyanyian, sikap tubuh dan juga hening secara khidmat (bdk SC 30)
7.    Saat hening dalam kenyataan kurang dihargai. Ketika ada saat hening umat merasa aneh, janggal dan seolah-olah ada sesuatu yang tidak jalan. Dalam liturgi, saat hening justru merupakan bagian sentral dalam wacana partisipasi aktif dan penuh, saat Allah meniupkan Roh-Nya ke dalam jiwa kita.
8.    Saat hening dalam Perayaan Liturgi terjadi pada saat pemeriksaan batin, sesudah bacaan, sesudah homili, sewaktu Doa Syukur Agung, sesudah komuni (bdk PUMR No. 56, 121, SC no. 14).

C. Ciri-ciri Perayaan Liturgi

9.    Dalam merancang Tata Perayaan Liturgi, kita perlu juga memahami ciri-ciri liturgi.
10.  Ciri liturgi yang pertama adalah ciri dialogis: Katabatis dan Anabatis
a.    Ciri dialogis dalam liturgis bersifat teologis artiya dialog yang terjadi dalam tataran pertama adalah dialog antara Allah (yang mengundang) dan himpunan umat (yang diundang), dan pada tataran kedua juga antar umat beriman sendiri. Maka tidak tepat jika ciri dialogis ini hanya disempitkan dalam tuntutan agar teks misa didoakan secara bergantian karena hal itu hanya menunjuk dialog antar umat beriman, entah itu antar pastor dan umat.
b.    Ciri dialogis mengandung unsur dimensi Katabatis yakni segi menurun (dari Allah ke manusia) atau segi pengudusan (karunia yang dianugerahkan Allah kepada manusia). Isi dimensi katabatis ialah tawaran pengudusan atau penyelamatan dari Allah kepada manusia. Contoh: Dengan Sabda-Nya dalam Liturgi Sabda, Allah menjumpai umat-Nya (bdk SC 7)
c.    Ciri dialogis juga mengandung unsur dimensi  Anabatis yakni  segi  menaik  (dari manusia ke Allah) yang berupa penyembahan dan pemuliaan. Isi dimensi anabatis ialah manusia menghunjukkan sembah bakti atau pujian kepada Allah. Contoh: Terhadap Sabda Allah umat menanggapi dengan mazmur pujian, doa dan pernyataan imannya.
11.        Ciri liturgi yang kedua adalah ciri Anamnesis (kenangan)
a.       Perayaan liturgi merupakan perayaan misteri keselamatan Allah yang terlaksana dalam diri Yesus Kristus yang dihadirkan secara anamnesis (kenangan).
b.      Pengenangan  itu  bukan  hanya  sekadar  tindakan intelektual saja, melainkan penghadiran secara obyektif, artinya nyata dan benar karena (1) tindakan Allah yang selalu berlaku, (2)  iman jemaat dan (3) Roh Kudus yang menghubungkan peristiwa keselamatan itu dengan jemaat
12.        Ciri liturgi yang ketiga adalah ciri simbolis
a.       Perjumpaan kita dengan Allah dalam liturgi bukanlah perjumpaan dalam bentuk ilusi atau impian kosong, tetapi dalam bentuk simbol.
b.      Perjumpaan itu berlangsung dalam simbol karena realitas keselamatan yang kita rayakan itu masih terjadi dalam cermin dan belum dalam keadaan sebagaimana Allah sendiri mengalami (Bdk 1Kor 13:12) dan juga karena semua tindakan manusia selalu terjadi dalam simbol.
c.       Ada banyak macam simbol dalam Perayaan Liturgi yaitu berkaitan dengan:
§  tata gerak: berjalan, membuat tanda salib, perarakan, membungkuk, mengecup, mendupai, menundukkankepala, berlutut, menebah dada, duduk, bersila, berdiri, merentangkan tangan, menengadahkan tangan, mengangkat tangan, menyembah, mengatupkan tangan, bergandengan tangan, bersalaman, mencium, menumpangkan tangan, memerciki, menelungkup, mengurapi dan memberkati)
§  tata suara: yaitu lagu-lagu yang dinyanyikan
§  tata ruang: bagian-bagian yang ada dalam gedung gereja
§  tata  warna: warna - warna dalam liturgi: putih, kuning, hijau, merah dan ungu
§  tata waktu: masa-masa dalam tahun liturgi: Masa Biasa, Masa Adven. Masa Natal, Masa Prapaskah, Masa Paskah, Hari Raya, Hari Minggu, Pesta, atau peringatan wajib
§  Peralatan liturgi: misalnya busana liturgi, alat-alat misa, roti, anggur, air, minyak suci, altar, mimbar, bel dan lonceng
d.      Dasar simbolisasi dalam liturgi adalah misteri inkarnasi (mewujudnya Tuhan dalam sosok manusia Yesus; misteri Tuhan beserta kita/Immanuel, ketika Tuhan yang transenden/yang jauh menjadi imannen/menjadi dekat dan tinggal di antara kita bahkan bersama kita, yang tak terwujud menjadi berwujud, yang tak terkatakan menjadi terkatakan). Maka simbol-simbol dalam liturgi mestinya membuat liturgi menjadi pengalaman bukan sekedar upacara.
e.       Pengalaman dalam liturgi ditentukan oleh kemampuan kita untuk melihat dan merasakan sesuatu di balik benda-benda material. Untuk itu penginderaan, perasaan dan imajinasi adalah peralatan utama, dan peralatan itu hanya hanya berfunsgi baik bila ada kepekaan terhadap bentuk, irama, bunyi, suara, bau-bauan, dan cahaya, sehingga kita mampu menembus semua itu untuk melihat yang tak terlihat, merasakan hal yang tak teraba, mendengar yang tak terdengar, yaityu aktivitas Tuhan sendiri. Jadi simbol adalah poros utama dan pusat daya tarik kegiatan liturgi.
f.       Karena liturgi adalah pengalaman pergaulan dengan simbol, maka pola pengalamannya sama dengan pola pengalaman keindahan (seni): sisi-sisi penting dan misterius dari kebenaran ilahi dan hidup kita tampil di sana hanya bila kita terlibat total dan menenggelamkan diri di dalamnya dengan perasaan, imajinasi, dan pikiran.
g.      Simbol-simbol dalam liturgi hanya efektif dalam menampilkan makna bila mutu seninya tinggi, yaitu daya rangsangnya bagi imajinasi, perasaan, dan pikiran kuat. Oleh karena itu seni dalam liturgi bukan hanya dekorasi melainkan enerji vital yang menentukan efektif atau tidaknya perayaan liturgi itu.
h.      Konsekuensinya, segala hal dalam liturgi (benda-benda yang digunakan, kata yang diucapkan sampai berbagai gerakan yang diperagakan) perlu digarap dari sudut seni, tidak sembarangan, perlu disiasati dan dimainkan dengan kepekaan keindahan tinggi. Semua perlu tampil indah, efektif, imajinatif dan komunikatif dalam menghadirkan kenyatan ilahi serentak dalam merogoh kedalaman pengalaman manusiawi dan menyampaikannya pada perasaan, pikiran dan imajinasi.
i.        Konsekuensi praktisnya::
§  Elemen rupa: Benda (dekorasi, Kitab Suci, Buku Bacaan Misa, Roti dan Anggur, Altar, Ambo, Kursi Imam, Buku TPE/Misale untuk Imam dan Umat, Salib, Lilin, Peralatan dan Busana Liturgi) atau orang (Jemaat, Imam, Petugas Liturgi), perlu didesain               sedemikian rupa hingga mampu menciptakan suasana pertemuan antar yang ilahi dan yang manusiawi (mengaksentuasikan perayaan misteri, keagungan dan keintiman) dengan selalu mempertimbangkan makna teologis dan nilai-nilai asosiatifnya. Penyiasatan ruang adalah sentral dalam hal ini. Memainkan benda dan cahaya penting di sini.
§  Elemen suara: Kata atau bahasa, nada melodi ataupun cara membaca mesti mampu menampilkan kekuatan perasaan dan imajinasi dari kata dan firman. Untuk itu pilihan lagu dan cara menyanyikannya mesti mampu menghasut perasaan dan memperdalam motivasi. Kata perlu dibawakan sesuai dengan bentuk sastranya (ceritera, perumpamaan, berita, himbauan, dsb) sehingga mampu menggugah dan menyentuh perasaan terpelik dan terhalus kita yang biasanya tersembunyi.
§  Elemen gerak: Tindakan (sikap dan gerak tubuh) perlu untuk meluluhkan kekakuan suasana dan kesombongan manusia.

D. Tahun Liturgi

13.        Tahun Liturgi adalah daftar rumus doa dan bacaan Ekaristi, Ibadat Harian (brevir), warna liturgi, upacara-upacara khusus, dan sebagainya, yang disusun secara teratur untuk satu tahun. Secara internasional penanggalan liturgi ditentukan oleh Panitia Khusus Gereja Katolik di Roma. Di Indonesia penanggalan liturgi disusun dan disesuaikan oleh Komisi Liturgi KWI.
14.        Tiga lingkaran Liturgi: Natal, Paskah dan Biasa

  1. Penanggalan Liturgi dimulai dengan hari Minggu Pertama Masa Adven. Dalam satu tahun terdapat 3 lingkaran atau masa yaitu Natal, Paskah, dan Biasa.
a.    Lingkaran Natal dimulai dengan Minggu Pertama Adven dan berakhir pada Pesta Pembaptisan Tuhan Yesus.
b.    Lingkaran Paskah dimulai dengan hari rabu Abu dan berakhir pada Perayaan Pentakosta.
c.    Lingkaran Biasa berakhir pada Minggu ke-34 pada Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam.
15.        Tahun A/B/C dan Tahun I/II.
Tahun Liturgi disusun sedemikian rupa supaya seluruh Kitab Suci dibacakan dan direnungkan dalam perayaan Ekaristi sehingga jika setiap mengikuti Misa (atau setiap hari membaca Kitab Suci menrut penanggalan liturgi) selama tiga tahun, kita akan mendengar hampir seluruh kutipan Kutip Suci. Untuk itu dibuat dua klasifikasi yakni Tahun A/B/C dan tahun I/II
16.        Tahun A/B/C adalah klasifikasi untuk bacaan hari Minggu. Tahun A disebut Tahun Matius, Tahun B tahun Markus, dantahun C tahun Lukas. Injil Yohanes dibacakan pada hari-hari Minggu selama masa Adven, Paskah, dan minggu-minggu tertentu dalam tahun B.

TAHUN
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
MINGGU
C
A
B
C
A
B
C
A
B
C
HARIAN
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II

17.        Tahun I/II adalah klasifikasi untuk bacaan harian yaitu Tahun I (untuk tahun ganjil) dan Tahun II (untuk tahun genap)

E. Peralatan Liturgi

18.        Yang dimaksud dengan peralatan liturgi adalah semua barang yang dipakai untuk kegiatan Liturgi, khususnya Perayaan Ekaristi dan Penerimaan Sakramen-sakramen lainnya.
19.        Yang termasuk peralatan liturgi, antara lain:
a.       Buku-Buku Ekaristi: Buku  Tata  Perayaan  Ekaristi  untuk  Imam,  Buku Perayaan Sabda Hari Minggu Tanpa Imam untuk pemimpin ibadat awam. Buku Mencari Pesan Misa. Buku Bacaan Misa, Buku Nyanyi (Puji Syukur
b.      Lilin yang merupakan lambang kehangatan, lambang Kristus cahaya dunia, lambang pengorbanan dan kasih, lambang kehadiran Allah. Lilin digunakan untuk menerangi, menghias dan memeriahkan gereja, dan sebagai tanda bakti/hormat.
c.       Kandelar: tempat lilin
d.      Piala, tempat anggur yang terbuat dari emas (dilapisi emas)
e.       Purificatorium (serbet/lap makan/lap piala): sehelai kain kecil persegi panjang untuk mengeringkan piala
f.       Sendok kecil digunakan imam untuk menngambil air putih yang akan dicampurkan ke dalam anggur
g.      Patena (sejenis piring kecil yang terbuat dari logam berlapis emas), tempat meletakkan hosti besar untuk Perayaan Ekaristi
h.      Palla: kain linen berwarna putih yang dikeraskan untuk menutup piala dan patena
i.        Korporal: sehelai kain segi empat yang dibentangkan di atas meja altar, berfungsi sebagai alas piala, sibori dan bahan persembahan yang lain. Pada salah satu ujungnya biasanya ada tana salib kecil sebagai petunjuk supaya pemasangan korporal tidak terbalik. Korporal biasanbtya dilipatr menjadi 9 kotak
j.        Sibori: semacam piala besar, punya tutup untuk menyimpan Sakramen Mahakudus
k.      Ampul sejenis cangkir kecil berisi air dan anggur. Biasanya diberi tanda V untuk anggur (vinum) dan A untuk air (aqua)
l.        Piksis, wadah kecil terbuat dari logam berlapiskan emas untuk menyimpan hosti kecil yang akan dikirimkan kepada orang sakit.
m.    Lavabo tempat cuci tangan imam sesudah persembahan dan pendupaan. Biasanya Lavabo dilengkapi dengan kain lap untuk mengeringkan tangan
n.      Dupa adalah wewangian yang terbuat dari akar tuimbuh-tumbuhan.
o.      Wiruk alat terbuat dari kuningan untuk mendupai
p.      Monstrans dari bahasa latin yang berarti memperlihatkan, terbuat dari logam yang dilapisi emas untuk memperlihatkan Sakramen Mahakudus sewaktu perarakan atau ibadat pujian (salve).
q.      Lunula benda terbuat dari emas untuk mengapit hosti kudus yang ditempatkan di dalam monstrans
r.        Kustodia, semacam sibori kecil untuk menyimpan hosti besar yang sudah diapit dengan lunula
s.       Tempat minyak suci terbuat dari kaleng untuk menyimpan minyak yang sudah diberkati yang sewaktu-waktu akan dipakai. Ada 3 jenis sesuai dengan 3 jenis minyak suci yakni (1)  untuk minyak katekumen diberi tanda OC, untuk pengurapan calon krisma diberi tanda SC, dan (3) untuk pengurapan orang sakit diberi tanda OI.
t.        Tempat pemercikan air dan kuas sejenis baskom berisi air yang akan dipakai untuk memerciki umat atau benda yang akan diberkati. Untuk memerciki digunakan alat semacam kuas besar
u.      Salib berpenyangga agak panjang dipakai untuk arak-arakan dan diletakkan di samping altar
v.      Lilin berkandelar tinggi dipakai untuk arak-arakan Sakramen Mahakudus pada hari Kamis Putih
w.    Karangan bunga untuk menambah semaraknya suasana dalam ruang ibadat. Prinsipnya jangan terlalu ramai dan terlalu tinggi supaya tidak menghalangai pandangan umat ke arah imam.

F. Busana Liturgi

20.        Dalam Perayaan Liturgi para petugas mempunyai pakaian tertentu yang disebut pakaian liturgi. Pakaian liturgi menampakkan suasana liturgi yang dirayakan dan sekaligus melambangkan bahwa Tuhan hadir. Pakaian liturgi disesuaikan dengan keperluan dan petugasnya. Pakaian liturgi juga melambangkan kehadiran Allah.
21.        Yang memakai pakaian liturgi adalah imam pemimpin perayaan, petugas tak lazim untuk komuni suci, putra/i altar, lektor dan pemazmur.
22.        Jenis busana liturgi:
a.    Yang khusus dipakai oleh imam dan uskup:
·                Jubah (pakaian resmi para rohaniwan/wati)
·                Kolar (kerah warna putih yang dikenakan me,lingkar pada leher imam, menunjukkan bahwa orang yang mengenakan skolar adalah seorang rohaniwan/wati)
·                Amik (selembar kain putih persegi empat yang agak lebar dengan beberapa utas tali agar dapat diikatkan pada bahu/punggung yang dipakai sebelum memakai alba untuk menutupi krah baju atau jubah yang tidak berwarna putih dan menahan keringat)
·                Alba (semacam jubah panjang berwarna putih. Bila imam yang berpakaian biasa atau tidak berjubah mau merayakan Ekaristi atau kegiatan liturgi yang lain, maka alba inilah yang dipakai),), suprepli (pakaian luar seperti rok yang panjang sampai di atas lutut, berlengan panjang dan berwarna putih),
·                Singel (tali berguna untuk merapikan dan mengikat alba. Hanya dipakai jika petugas memakai alba dan albanya kebesaran)
·                Stola (Semacam selempang atau selendang dari kain halus, merupakan tanda martabat diakon, imam dan uskup. Stola diakon dipakai dari bahu kiri menyilang ke lengan kanan. Stola imam dari bahu menyilang di depan dada, Stola uskup dari bahu menjulur ke bawah di depan dada)
·                Kasula (pakaian luar),
·                Pluviale (kain seperti mantel yang besar dan diberi hiasan indah, dipakai dengan cara mengalungkan dari belakang dan dikancingkan di depan, hanya dipakai saat prosesi, adorasi, pemberkatan dengan Sakramen Mahakudus, pemberkatan perkawinan tanpa Misa Kudus),
·                Velum (kain selubung yang dihias indah berwarna kuning atau putih. Ada dua jenis velum yakni untuk selubung sibori dan untuk dipakai imam saat memberkati umat dengan Sakramen Mahakudus dengan lebar 2-3 meter),
b.    Yang khusus dipakai oleh diakon:
·                alba,
·                singel,
·                stola
·                dalmatik (mirip kasula tetapi pada ujungnya biasanya dibuat persegi atau bersudut)
c.    Yang dipakai khusus oleh Petugas Tak Lazim Untuk Komuni Suci, Lektor dan Pemazmur: alba dan atau samir (semacam selempang yang biasanya pada ujungnya dihiasi salib).
d.   Yang  dipakai  oleh  Putra/i Altar: Gaun (semaca rok yang panjangnya sampai mata kaki), superpli, kerah lebar dan singel. Jika tidak memakai gaun dan superpli bisa memakai semcam jubah
23.        Cara mengenakan pakaian liturgi (khusus untuk imam dan uskup): Secara lengkap pertama-tama imam mengenakan amik, kemudian alba (jika belum  memakai jubah), berikutnya singel, lalu stola dan terakhir kasula. Maka seksi/tim liturgi dalam menyiapkan pakaian lengkap imam/uskup harus menyusunnya dengan urutan : 1. Kasula, 2. stola, 3. singel, 4. alba, 5. amik (paling atas)

G. Warna Liturgi

24.              Yang dimaksud dengan warna liturgi adalah warna stola dan kasula yang dipakai imam sewaktu mengadakan kegiatan liturgi atau Ekaristi. Warna ini disesuaikan dengan masa liturgi yang dirayakan:
a.    Kuning:   mengungkapkan   kemuliaan,   kemenangan dan kegembiraan. Bisa ditukar dengan warna putih. Dipakai pada hari-hari raya seperti Natal, Paskah.
b.    Merah: berarti cinta dan penderitaan. Cinta dan penderitaan merupakan kembaran yang tidak bisa dipisahkan. Merah juga melambangkan Roh Kudus, darah, api, cinta kasih, penderitaan (pengorbanan) dan kekuatan. Dipakai pada Hari raya Jumat Agung, Minggu Palma, Pentakosta dan Pesta Para Martir.
c.    Putih: mengungkapkan kegembiraan dan kesucian. Lihat warna kuning. Dipakai pada hari raya seperti Natal, Paskah, Kamis Putih, Pesta Tuhan Yesus Kristus, Pesta Bunda Maria, Pesta Para Malaikat, Pesta Para Santo/a yang bukan martir.
d.   Ungu: mengungkapkan tobat, duka, mati raga dan mawas diri. Dipakai pada masa Adven, Prapaskah dan Misa Arwah atau Pemakaman,
e.    Hijau: melambangkan harapan, keadilan, damai, syukur, dan kesuburan. Dipakai pada hari-hari dalam masa biasa. Hijau adalah warna sepanjang tahun.
f.     Hitam: mengungkapkan  kesedihan  atau berkabung. Dipakai pada misa arwah atau pemakaman. Sekarang sudah jarang dipakai, diganti dengan warna ungu

H. Tata Gerak dan Sikap

25.        Tata gerak dan sikap tubuh mempunyai tujuan melibatkan seluruh pribadi dan kegiatan bersama dalam kesatuan Gererja yang sedang berdoa dan merayakan.
26.        Seluruh tata gerak dan sikap tubuh dalam liturgi mempunyai maksud:.
a.       Sikap tubuh yang seragam menandakan kesatuan seluruh jemaat yang berhimpun untuk merayakan liturgi
b.      Sikap tubuh yang sama mencerminkan dan membangun sikap batin yang sama
c.       Tata gerak dan sikap tubuh jika dilakukan dengan baik maka seluruh perayaan akan memancarkan keindahan dan sekaligus kesederhanaan yang anggun.
d.      Tata gerak dan sikap tubuh jika dilakukan dengan baik membantu kita untuk menghayati dan memahami makna aneka bagian perayaan secara tepat dan penuh dan dengan dmeikian partisipasi seluruh umat ditingkatkan (PUMR 42)
27.        Makna beberapa sikap tubuh:
a.    Berdiri: tanda hormat (penghormatan) kepada Tuhan dan kesiapsediaan menerima perintah.. Dilakukan saat
1.    Ritus pembuka mulai dari menyambut perarakan imam dan para pelayan menuju altar s.d doa pembuka (kecuali tobat)
2.    Liturgi sabda: saat pemakluman Injil, mengucapkan syahadat, dan menyampaikan doa umat
3.    Liturgi ekaristi: saat Doa Syukur Agung (mulai dari doa persiapan persembahan s.d Kudus,), Bapa Kami, doa sesudah komuni
4.    Ritur penutup: saat menerima berkat dan pengutusan
b.    Duduk: sebagai ungkapan kesediaan untuk mendengar, merenungkan Sabda, dan kesediaan untuk memberi diri dengan penuh penyerahan Tuhan. Dilakukan saat:
1.    mendengarkan bacaan I dan II
2.    persiapan persembahan
3.    mendengarkan pengumuman.
c.    Berlutut: menunjukkan sikap kerendahan hati, mohon ampun, hormat dan sembah sujud (ungkapan iman yang mendalam). Dilakukan saat:
1.    Tobat dan kyrie
2.    Selama DSA
3.    Pemecahan roti
4.    Pada hari raya Natal saat mengucapkan syahadat pada bagian: yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh perawan Maria dan menjadi manusia
d.   Membungkuk: tanda hormat dan sembah sujud (ungkapan iman). Dilakukan saat:
1.    Bersama imam menghoprmat altar di awal dan akhir Misa
2.    Saat mengucapkan Doa Umat pada bagian: yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh perawan Maria dan menjadi manusia
e.    Menundukkan kepala: tanda hormat dan bakti pada Tuhan, tanda kesediaan. Dilakukan saat:
1.    Imam selesai mengangkat Tubuh dan darah Kristus sesudah mengucapkan kata-kata konsekrasi.
2.    Menerima komuni
3.    Menerima berkat
f.     Menebah dada tanda tobat dan penyesalan. Dilakukan saat menyatakan tobat
g.    Menyembah: tanda hormat dna bakti pada Tuhan. Dilakukan saat imam mengangkat Tubuh dan Darah Kristus setelah mengucapkan kata-kata konsekrasi.
h.    Mengatupkan tangan: ungkapan kesetiaan pada Tuhan. Dilakukan saat menerima komuni, saat berdoa.

I. Musik Liturgi

28.        Makna Musik Liturgi
Musik liturgi adalah musik yang digubah untuk perayaan liturgi suci, dan dari segi bentuknya memiliki suatu bobot kudus tertentu (bdk. Paus Pius X, Moti Proprio ”Tra le sollecitudini no. 2)
29.        Fungsi nyanyian
Fungsi yanyian harus dimengerti secara benar, tidak sekedar mengisi kekosongan atau menghiasi antara bagian-bagian misa. Fungsi nyanyian dalam Perayaan Liturgi:
a.       membuat liturgi lebih agung (Instruksi Musik Liturgi/IML 5).
b.      membuat doa diungkapkan lebih menarik
c.       mengungkapkan  misteri  liturgi  yang  sedari hakekatnya bersifat hirarkis dan jemaat dinyatakan secara lebih jelas (IML 5)
d.      menciptakan kesatuan hati yang lebih mendalam (IML 5)
e.       membantu umat mengangkat hati ke arah hal-hal surgawi (IML 5)
f.       membantu menciptakan suasana
g.      lebih jelas mepralambangkan liturgi surgawi (IML 5)
h.      pengiring kegiatan pokok
30.        Peran serta Umat dalam musik liturgi
Dalam Perayaan Liturgi tidak ada hal yang lebih takwa dan menggembirakan daripada apabila seluruh umat mengungkapkan iman dan baktinya dalam nyanyian. Oleh karena itu partisipasi aktif seluruh umat dalam menyanyi harus digalakkan dengan seksama
31.        Partisipasi itu pertama-tama hendaknya mencakup aklamasi-aklamasi, jawaban terhadap salam dari imam atau pembantunya, dan doa-doa litani; juga antifon dan mazmur, refren atau ayat-ayat ulangan, madah serta kidung
32.        Lewat intruksi dan latihan-latihan yang memadai umat hendaknya setapak demi setapak dibimbing kepada partisipasi yang lebih besar sampai pada partispasi penuh dalam bagian-bagian nyanyian yang menjadi hakmereka.
33.        Beberapa nyanyian umat, khususnya kalau umat belum dilatih secukupnya atau kalau digunakan paduan suara, dapat diserahkan kepada koor saja, asal umat tidak dikucilkan sama sekali dari bagian-bagian yang menjadi hak mereka.
34.        Harus dihindari penyajian lagu-lagu proprium dan ordinarium yang seluruhnya dipercayakan kepada koor sampai mengabaikan sama sekali partisipasi umat dalam menyanyi. Koor mendorong peran serta umat, menyemangati dan memperindah nyanyian umat (IML 19)

BEBERAPA ISTILAH / PENGERTIAN

A.  Liturgi dan Paraliturgi
35.        Liturgi dan Paraliturgi adalah dua hal yang berbeda :
a.    Liturgi adalah perayaan iman Gereja secara resmi, artinya harus dipimpin oleh imam (jabatan tertahbis), doa-doa, urutan, bacaan, pakaian, bahan-bahannya seperti roti dan anggur, sudah ditentukan menurut aturan Gereja. Yang termasuk Liturgi adalah Perayaan Ekaristi, Sakramen Baptis, Sakramen Tobat, Sakramen Krisma, Sakramen Pengurapan Orang Sakit, Sakramen Imamat, Sakramen Perkawinan, dan Liturgi (Ibadat) Harian.
b.    Paraliturgi adalah kebaktian (devosi) untuk mendukung kehidupan rohani. Paraliturgi tidak termasuk liturgi resmi meskipun di dalamnya terdapat unsur-unsur ibadat atau liturgi. Paraliturgi dapat dilakukan secara pribadi atau bersama-sama. Dikatakan tidak resmi karena dapat dipimpin oleh siapa saja. Urutan, pakaian dan bacaan dalam ibadat dapat disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan. Sifatnya lebih bebas. Contoh: Pemujaan (salve) Sakramen mahakudus, Ibadat Persiapan Sakramen Tobat,  Ibadat Sabda, Ibadat Jalan Salib, Ibadat Rosario, Novena, Ibadat Adven, Ibadat Prapaskah, Ibadat Syukuran, Ibadat Peringatan Arwah, Dramatisasi Kisah Sengsara atau Kelahiran Yesus dalam Perayaan Ekaristi, dll.
B.  Sakramentali
36.        Sakramentali adalah tanda-tanda suci yang memiliki kemiripan dengan sakramen, menandakan karunia-karunia rohani yang diperoleh berkat doa permohonan Gereja misalnya doa pemberkatan untuk barang-barang (patung, salib), pemberkatan tempat/gedung (gereja, rumah, kantor, ladang).
37.        Paraliturgi dan sakramentali biasa juga disebut ibadat berkat.
C.  Liturgi dan Doa Pribadi
38.        Liturgi merupakan ibadat bersama. Namun setiap orang juga perlu memelihara hubungannya dengan Tuhan secara pribadi. Oleh karena itu beriman perlu secara tekun dan teratur mempraktekkan doa pribadi dan mati raga agar semakin meneladan Kristus.
39.        Liturgi hanya bermanfaat bila didukung doa pribadi yang sungguh-sungguh. Maka umat dituntut untuk bersedia sungguh-sungguh terlibat dalam Liturgi dan bekerja sama dengan rahmat ilahi (terbuka terhadap sapaan Tuhan)
PANDUAN BAGI PETUGAS LITURGI

A. Peran Umat

40.        Dalam menghadiri Perayaan Liturgi umat beriman jangan diam saja atau pasif menikmati aktivitas yang terjadi di sekitarnya. “Setiap orang yang turut merayakan Ekaristi mempunyai hak dan kewajiban untuk secara aktif, masing-masing menurut cara yang sesuai dengan kedudukan dan tugasnya. Jadi setiap orang entah petugas liturgi, entah umat beriman lainnya, hendaknya melakukan tugas yang menjaid bagiannya, tidak lebih tidak kurang. Dengan demikian perayaan liturgi akan tampak bahwa Gereja dibangun dalam pelbagai jabatan dan tugas” (PUMR No. 58).
41.        Umat beriman yang berhimpun adalah umat pilihan Allah dianugerahi martabat imam dan raja. Maka mereka hendaknya juga mau saling melayani, khususnya dalam tugas-tugas khusus liturgi. Dengan perantaraan imam dan bersama imam, umat juga belajar mempersembahkan diri dalam Perayaan Liturgi. “Hendaknya mereka merupakan satu tubuh dalam mendengarkan Sabda Allah maupun dalam berdoa dan bernyanyi bersama, terutama dalam mempersembahkan kurban dan dalam menyambut hidangan secara bersama. Sikap badan dan tindakan yang sama dapat melukiskan semangat kesatuan (PUMR No. 62)

B. Peran Petugas Liturgi

42.        Ada dua macam petugas liturgi yakni yang ditahbiskan dan yang tidak ditahbiskan. Fungsi mereka adalah mengemban tugas pelayanan, melayani Tuhan dan umat dengan pantas dan rendah hati (bdk PUMR No. 60)
43.        Pelayan tertahbis: 
a.    Uskup:
§            Setiap Perayaan Ekaristi yang sah diselenggarakan di bawah pimpinan uskup. Uskup dapat menyelenggarakannya sendiri atau mewakilkannya kepada para pembantunya yakni para imam.
§            Kalau Uskup hadir dalam suatu misa yang dirayakan bersama umat, maka sebaiknya ia sendiri yang memimpin, sedang imam lainnya diikutsertakan dan sedapat mungkin diajak konselebrasi.
§            Maksud konselebrasi bukanlah untuk menambah meriahnya misa, melainkan untuk memperlihatkan dengan lebih jelas misteri Gereja yang merupakan sakramen kesatuan.
b.    Imam:
§            Mengetuai umat yang berhimpun, memimpinnya dalam doa, mewartakan kabar keselamatan, dan mengajak umat agar bersama dengannya mempersembahkan korban kepada Allah Bapa dengan perantaraan Kristus dalam Roh Kudus, membagikan roti kehidupan kepada saudara-saudaranya dan menyambutnya bersama dengan mereka
§            Bila Imam merayakan Ekaristi wajiblah ia melayani Tuhan dan umat dengan pantas dan rendah hati. Seluruh sikapnya dan juga caranya membawakan Sabda Ilahi harus menunjukkan kepada umat bahwa Kristus benar-benar hadir di tengah-tengah umat.
c.    Diakon:
§            Di dalam misa, Diakon bertugas membacakan Injil, kadang-kadang berkotbah, memimpin doa umat dan membantu imam dalam membagi-bagikan komuni, terkadang memberikan petunjuk kepada umat mengenai apa yang harus dijalankan selama misa
§            Selain itu Diakon dapat memimpin perayaan sakramen baptis dan pemberkatan perkawinan
44.        Pelayan tak tertahbis
a.    Lektor: adalah petugas liturgi yang dilantik untuk
·                membacakan Sabda Tuhan agar umat dapat mendengarkan, mengerti dan meresapi Sabda (dimana Allah tidak hanya bersabda dan berbicara melainkan juga menjumpai umat-Nya, Allah hadir dengan sabda-Nya).
·                mewartakan Sabda Tuhan (tugas kenabian yakni memberitakan keselamatan Allah);
·                menghadirkan Allah yang bersabda melalui bahasa dan cara komunikasi manusiawi dalam bentuk simbol (simbol paling jelas adalah lektor sendiri sebagai manusia, melalui dirinya, suaranya, dan seluruh ekspresi kemanusiaannya, Allah hadir dan bersabda kepada umat-Nya):
·                menampilkan dimensi Gereja yang mendengarkan Sabda. Dimensi ini tampak misalnya dalam kenyataan bahwa imam sang selebran utama ikut mendengarkan pembacaan Kitab Suci.
·                biasanya juga membawakan doa umat
b.    Pemazmur adalah petugas liturgi yang:
·      Membawakan mazmur tanggapan dan Alleluya
·      Mewartakan Sabda Tuhan sebagai renungan/tanggapan atas bacaan I (Mazmur tanggapan) dan  menyambut dengan penuh kegembiraan kehadiran Yesus dalam bacaan Injil (Alleluya)
·      Memperindah ibadat dengan suaranya yang baik
·      Mendekati  dan  meresapkan   pesan Kitab Suci (Sabda) melalui lagu serta  mengantar umat untuk masuk ke inti Sabda dan suasana khusuk ibadat
c.    Petugas Tata Laksana (Tata tertib)
·      Bertugas mengatur tata tertib umat agar jalannya perayaan liturgi bisa lancar dan baik misalnya mengatur perarakan umat saat terima komunisehingga tercipta suasana persatuan dan persaudaraan
·      Bertugas menerima tamu dan mengantar umat ke tempat duduk dengan ramah dan sopan
d.   Putra-putri Altar: bertugas melayani altar dan membantu imam .
e.    Petugas Musik Liturgi:
·                Pelaku utama musik liturgi adalah umat yang berhimpun itu sendiri. Umat yang kompak menyanyi melukiskan keanggunan dan kesemarakan liturgi.
·                Ada orang-orang yang karena bakat dan kemampuannya bersedia membantu terciptanya suasana liturgi yang diwarnai alunan nada-nada, tidak hanya untaian kata dan gerak-gerik belaka. Mereka adalah pelaku musik yang mengemban tugas khusus sesuai dengan peran masing-masing.
·                Petugas musik harus berusaha memperlakukan musik sebagai pelayan liturgi karena pada hakekatnya fungsi musik adalah melayani bukan mendominasi liturgi. Umat dibantu untuk mengungkapkan dan membagikan karunia iman dengan musik. Maka para petugasnya pun harus tampil sewajarnya, tidak menimbulkan kesan menggurui umat atau bahkan menguasai suana liturgi.
·                Yang termasuk dalam jajaran petugas musik liturgi adalah .
1.  Koor:
Merupakan bagian utuh dari umat, maka tempatnya tidak terpisah dari umat, dekat dengan dirigen dan alat musik pengiring. Tugasnya mendukung dan mendorong partisipasi umat supaya mereka lebih bersatu, juga mewartakan Sabda Tuhan secara musikal dan memperindah ibadat. Kadang-kadang Koor berperan sebagai penuntun umat, kadang bernyanyi sendiri tanpa umat (menyanyikan bagian-bagian yang dipercayakan kepadanya selaras dengan jenis musiknya).
2. Solis:
Bertugas menyanyikan bagian yang dikhususkan untuk seorang penyanyi tunggal dalam lagu-lagu yang dinyanyikan selama ibadat
3. Dirigen (dirigen umat dan dirigen koor)
Baik dirigen umat dan dirigen koor bertugas mengarahkan dan menopang umat yang bernyanyi agar bisa berjalan semestinya (ritme dan melodinya, bukan syairnya), maka dia harus berdiri di tempat yang dapat dilihat umat tetapi tidak menutupi altar dan imam. Tujuannya bukan bernyanyi dengan sempurna tetapi doa yang bagus, maka dirigen harus menghayati perannya dalam konteks doa.
4.  Organis
Organis adalah seorang petugas liturgi (PUMR 104) dengan tugas utama memberi intro, mengiringi nyanyian, memainkan lagu instrumental  (Pada awal perayaan, persiapan persembahan, komuni, akhir perayaan, kecuali masa Adven, Prapaskah, Trihari Suci dan Misa arwah (MS 65 dan 66) untuk menciptakan suasana (IML 67).
f.     Komentator:
§            Komentator bertugas memberikan penjelasan dan petunjuk secara singkat dan mudah ditangkap kepada umat tentang bagian-bagian yang akan dirayakan supaya mereka lebih mengerti arti tugasnya.  Oleh karena itu petunjuk-petunjuk itu harus disiapkan dengan baik.
§            Dalam menjalankan tugasnya komentator berdiri di muka umat, di suatu tempat yang kelihatan tetapi tidak di mimbar..
g.    Petugas kolekte, bertugas
§            mengumpulkan, menghantarkan (mempersembahkan uang kolekte) ke altar dalam perayaan liturgi,
§            menghitung dan melaporkan jumlah kolekte yang terkumpul kepada paroki begitu perayaan liturgi selesai
h.    Petugas pembawa bahan persembahan:
§            Petugas pembawa persembahan bertugas membawa bahan-bahan yang akan digunakan untuk persembahan (bahan pokoknya roti dan anggur).
§            Pada upacara-upacara besar biasanya petugas persembahan diiringi tarian persembahan
i.      Pelayan Tak Lazim untuk Komuni Suci:
Pelayan tak lazim untuk komuni suci adalah awam yang dipilih oleh umat dan dilantik oleh uskup/pastor paroki setempat dengan masa bakti tertentu yang bertugas membantu imam membagikan komuni di wilayah parokinya
j.      Seremoniarius:
Seremoniarius bertugas mempersiapkan perayaan meriah (khususnya yang dipimpin uskup) dan mengkoordinasi berbagai tugas dalam perayaan tersebut. Seremoniarius tidak harus seorang tertahbis, tapi biasanya seorang diakon, namun bisa juga seorang awam asal paham benar norma-norma liturginya, berpengalaman pastoral, dan bisa tampil tenang dan wajar.
k. Petugas Penghias Ruang
Petugas penghias ruang liturgi bertugas diluar upacara liturgi. Ia bertugas mempersiapkan ruangan (kebersihan dan keindahan) untuk perayaan liturgi dalam kerja sama yang baik dengan koster
m.  Koster: 
§            Koster bertugas diluar upacara liturgi. 
§            Koster bertugas mempersiapkan segala sesuatu untuk perayaan liturgi (perlengkapan, pakaian, kebersihan ruang, dsb). Koster bisa merangkap sebagai penghias ruang. Oleh karena itu harus ada kerja sama yang erat dan harmonis antara koster dan penghias ruang.
C. Pemimpin Perayaan Liturgi.
45.        Pemimpin perayaan liturgi adalah satu pelayanan yang dilihat sebagai  partisipasi dalam tugas Yesus Kristus sebagai nabi, raja dan imam (penentu bahwa himpunan umat berkumpul demi nama Kristus) dan diarahkan pada himpunan umat  (bagi pembangunan Gereja). Melalui sikapnya ia  menunjukkan  bahwa ia menghadap Allah dan bersama dia seluruh himpunan umat menghadap Allah yang menerima puji syukurnya
46.        Pemimpin dalam Perayaan Ekaristi adalah para pelayan tertahbis (uskup, imam dan diakon
47.        Pemimpin dalam Ibadat Sabda Hari Minggu Tanpa Imam biasanya oleh seorang awam yang menerima pelayanan untuk memimpin suatu perayaan.
48.        Pemimpin Perayaan Liturgi mempunyai tugas khas yang tidak dapat diserahkan ke petugas lainnya (presidensial), yakni: menyampaikan salam dan mengajak umat untuk membuat tanda salib pembuka; membawakan doa pembuka; pewartaan Injil dan kotbahnya, Doa Syukur Agung (Jika Ekaristi) -- Doa Pujian (jika Ibadat Sabda); mengajak umat untuk saling memberikan salam damai serta bersatu dalam komuni; doa sesudah komuni, berkat dan pengutusan
49.        Pemimpin perayaan wajib memperhatikan: apa yang tampak dalam himpunan umat, persiapan bersama agar semua petugas dan pelaku liturgi dapat berjalan dengan lancar demi persatuan perayaan, tempat perayaan dihias semestinya
50.        Dalam Ibadat Sabda gerak-gerik pemimpin tidak sama (tidak menirukan) gerak-gerik imam karena ia bukan imam atau penggantinya.

D. Persiapan Bersama Petugas Liturgi

51.   Liturgi begitu kaya makna dan manfaat bagi hidup seseorang. Namun tidak sedikit orang merasa kering dalam menghayati liturgi. Liturgi dirasakan tidak mendorong apa-apa dalam hidup seseorang, tidak menarik. Hal itu disebabkan karena persiapan tidak memadai dan tidak mendapat peranan yang penting. Kalau orang tidak mempersiapkan diri dan hati secara memadai, orang tidak mungkin dapat merayakan liturgi secara pantas dan mengesan. Walau liturgi dibuat sedemikian menarik namun apabila hati tidak siap, maka semua akan berlalu begitu saja, tanpa kesan. Untuk itu perlu persiapan pribadi (fisik dan batin), dan persiapan bersama (mempersiapkan perayaan Liturgi secara bersama).
52.   Persiapan fisik: dengan datang lebih awal, mempersiapkan buku-buku yang diperlukan terutama Tata Perayaan Ekaristi (TPE) untuk umat dan Buku Nyanyia yang umum dipakai (Puji Syukur), persembahan (uang kolekte) sebagai tanda persembahan dari penghasilan kita dan ungkapan kesetiakawanan kita pada sesama, membawakan diri dengan sopan dan pastas (berpakaian yang sopan dan pantas)
53.   Persiapan  batin  (Bdk  SC 11),  persiapan pribadi.  Kita perlu menyiapkan hati dan membangkitkan kerinduan untuk merasakan kehadiran Tuhan dan perjumpaan dengan warga Gereja (menyediakan ruang dalam hati untuk Tuhan dan sesama). Persiapan batin yang paling baik ialah mengarahkan hati sehingga memiliki kerinduan kepada Allah dengan hati yang haus akan belas kasih Allah; rindu  pada Tuhan karena ia mengasihi Allah padahal hatinya remuk redam oleh ketidakpantasan (Bdk Maz 63: 2, 9). Ringkasnya, kita datang ke gereja bukan karena kewajiban (ada yang mewajibkan) bukan pula karena kebutuhan (motivasi pribadi/egosentris dan berharap mendapat sesuatu), melainkan karena kerinduan.
54.   Persiapan Perayaan Liturgi secara bersama. Walau umat datang dengan persiapan batin yang baik, dengan keirnduan yang meluap pada Tuhan, namun jika liturginya dirayakan tanpa persiapan yang memadai, umat bisa kecewa.
55.   Liturgi perlu dipersiapkan (dirancang) secara matang dengan memperhatikan segi teologis, liturgis, pastoral, artistik, dan praktis. Persiapan dipimpin oleh imam kepala yang hendaknya mendengarkan juga suara umat mengenai hal-hal yang secara langsung menyangkut umat (PUMR 73).  Maka seharusnya sepuluh menit sebelum misa, Imam mengumpulkan petugas liturgi untuk persiapan terakhir (mengecek kesiapan dan menyatukan gerak). Yang wajib ditanyakan oleh imam antara lain: Bapa Kami, Anamnese dan Ordinarium yang akan dipakai.
56.   Dalam Liturgi tugas Imam memimpin umat menghadap Allah. Maka diperlukan koordinasi dan kerja sama para petugas/pelayan liturgi. Terutama bagi Gereja atau paroki yang besar dianjurkan agar seseorang ditunjuk untuk mempersiapkan upacara-upacara liturgi dengan baik, membagikan tugas kepada masing-masing pelayan, dan mengatur ketertiban selama upacara berlangsung sehingga suasana tenang dan khidmad (PUMR 69).
E. Persiapan Perayaan Liturgi meliputi:
57.        Persiapan petugas liturgi.
Para petugas liturgi ialah semua orang yang terlibat dalam pelayanan liturgi, yakni: imam yang memimpin liturgi, lektor, pemazmur, pelayan tak lazim untuk komuni, petugas tata laksana, komentator, seremoniarius, petugas kolekte,  petugas doa umat, petugas pembawa persembahan, putra/putri altar, petugas menghias, dsb. Mereka semua harus mengadakan persiapan bersama secara memadai sehingga memiliki kerja sama dan koordinasi yang baik. sebab liturgi adalah perayaan bersama dan merupakan satu kesatuan perayaan.
58.        Persiapan Tata Perayaan Liturgi
Tata dan urutan perayaan liturgi adalah urusan bersama bukan urusan pastornya saja. Maka Seksi  Liturgi harus mempersiapkan bersama bagaimana susunan perayaan liturgi nanti.
59.        Persiapan sarana liturgi
Sarana liturgi meliputi segala peralatan dan sarana yang digunakan dalam perayaan liturgi. Sarana tersebut harus lengkap (semua ada), pantas (dalam keadaan baik sesuai dengan fungsinya) dan indah (punya nilai seni yang tinggi dna baik). Urusan sarana liturgi juga merupakan urusan Seksi  Liturgi bukan semata urusan Koster.
STRUKTUR POKOK PERAYAAN EKARISTI HARI MINGGU/HARI RAYA
Struktur Pokok Perayaan Ekaristi Hari Minggu dan Hari Raya sesuai dengan buku PUMR 2000 dan buku Tata Perayaan Ekaristi untuk Imam dan untuk Umat
A. Bagian-bagian Perayaan Ekaristi yang baku
60.   Setiap Perayaan Ekaristi harus memuat:
a.    RITUS PEMBUKA sebagai tahap persiapan:
b.    LITURGI SABDA sebagai bagian pokok
c.    LITURGI EKARISTI sebagai bagian pokok
d.   RITUS PENUTUP sebagai tahap penutupan/pengutusan
Urutan bagian-bagian ini tidak boleh dibolak-balik
61.   Yang perlu ada dalam Ritus Pembuka ialah Tanda Salib, Persiapan Batin dengan doa tobat dan Doa Pembuka
62.   Yang harus ada dalam Liturgi Sabda ialah
a.    Bacaan Injil
b.    Mazmur Tanggapan. Bukan lagu antar bacaan. Prinsipnya sumber nyanyian dari Kitab Suci.
c.    Pada hari Minggu homili atau kotbah harus ada
d.   Syahadat sebaiknya ada
63.   Yang harus ada dalam Liturgi Ekaristi adalah
a.    Doa Syukur Agung (mulai dengan dialog pembuka pada Prefasi, dipuncaki institusi, dan diakhiri dengan Doksologi dan jawaban “Amin” seluruh umat.
b.    Kudus  merupakan  bagian  Doa  Syukur  Agung, maka kudus harus ada
c.    Komuni: penyambutan Tubuh Kristus
d.   Liturgi Ekaristi ditutup dengan Doa Penutup
64.   Yang harus ada dalam Ritus Penutup adalah Salam, berkat imam dan pengutusan
B. Bagian-bagian yang dapat disesuaikan menurut situasi dan kondisi setempat:
65.        Dalam Ritus Pembuka.
Susunan ritus pembuka memiliki berbagai kemungkinan alternatif. Pada prinsipnya ada kesempatan dan kemungkinan bagi Tim Liturgi untuk menyusun Ritus Pembuka secara kreatif dan baik
a.    Lagu Pembuka: berfungsi untuk membuka perayaan, membina kesatuan umat yang berhimpun, menghantar umat masuk ke misteri iman yang dirayakan, dan mengiringi perarakan petugas liturgi yang sedang masuk ke altar. Untuk itu Lagu Pembuka:
1.    harus dipilih sesuai dengan fungsi tersebut di atas
2.    diupayakan yang memungkinkan umat ikut serta menyanyi dan menggerakkan umat untuk masuk ke liturgi
3.    dalam  misa umat hari Minggu sebaiknya harus ada. Tetapi bila terpaksa dan ada model liturgi tertentu yang mengharuskan hening dahulu, lagu pembuka bisa ditiadakan.
b.    Tanda salib dan salam bisa ditiadakan asalkan umat dipersiapkan dengan suatu doa/ibadat yang membuat umat sudah ada dalam suasana dan sikap doa
c.    Kata Pengantar berisi pokok misteri iman yang dirayakan, bisa ditambah dengan ujud misa hari itu disampaikan dengan bahasa yang jelas dan singkat. Yang menyampaikan pengantar biasanya imam pemimpin misa tetapi juga bisa orang lain. Jika di awal misa Komentator sudah menyampaikan isi pokok misteri iman yang dirayakan, maka imam hanya menyampaikan ajakan persiapan batin bagi pertobatan.
d.   Doa tobat
1.    bisa  dibuat  secara  bebas dan  kreatif oleh Tim Liturgi dengan memperhatikan hakekat doa tobat yakni menyampaikan pengakuan pertobatan atas dosa dan permohonan belas kasih pengampunan Allah.
2.    Doa  tobat  bisa  digabungkan dengan Kyrie. Di buku TPE disediakan dalam rumus Tobat Cara 3 (3-1 s.d 3-5) dan 4. Jika Doa Tobat memakai cara ini, Kyrie ditiadakan langsung masuk ke Kemuliaan.
e.    Madah Pujian (Kemuliaan) bisa diganti dengan nyanyian lain yang sesuai. Prinsipnya madah pujian harus menyampaikan pujian kepada Allah Tritunggal. Madah Pujian ditiadakan pada masa Adven dan Prapaskah.
f.     Doa Pembuka, mengakhiri Ritus Pembuka, merupakan doa presidential (harus dibawakan oleh imam pemimpin misa).
1.    Umat bisa saja diajak untuk terlibat dalam doa tetapi tidak dalam doa pembuka. Misalnya sebelum doa pembuka umat diajak membawakan doa umum secara bersama lalu imam menutup doa umum itu dengan doa pembuka yang sesungguhnya dengan rumus baku diawali ajakan “Marilah berdoa” kemudian hening dst.
2.    Doa pembuka bisa disusun/dirumuskan sendiri dengan memperhatikan isinya memuat tema pokok misteri iman yang dirayakan dan maknanya bagi hidup Gereja, dan diakhiri dengan rumusan Trinitas.
66.        Dalam Liturgi Sabda
a.    Bacaan-bacaan  misa  hari  Minggu  sudah  jelas sebagaimana ada dalam kalendarium harus diutamakan. Jika terpaksa misalnya misa khusus HUT Paroki, bacaan bisa diganti  seandainya bacaan yang ada tidak cocok.
b.    Tim Liturgi bisa menentukan jumlah bacaan pada misa Hari Minggu, namun harus dikonsultasikan dengan imam pengkotbah. Sebaiknya imam yang akan berkotbah memiliki keleluasaan untuk memilihnya.
c.    Kemungkinan penyesuaian pada Liturgi Sabda:
1.    Mazmur Tanggapan: Mazmur Tanggapan dan cara membawakannya bisa diganti dengan nyanyian dan model lain (misal model Taize) dengan prinsip nyanyian harus bersumber dari Kitab Suci dan membantu umat dalam merenungkan Sabda Tuhan.
2.    Perarakan Kitab Suci: bisa dilaksanakan secara meriah, khidmat dan agung dari altar ke mimbar sabda saat Bait Pengantar Injil dinyanyikan
d.   Doa umat ditempatkan sesudah syahadat karena termasuk Liturgi Sabda sebagai tanggapan umat atas Sabda Allah yang baru didengar dan ungkapan imamat umum umat.
Doa umat sangat terbuka untuk disusun secara kreatif dan kontekstual dengan jawaban umat yang kreatif pula (tidak hanya kabulkanlah doa kami). Bahkan dapat disusun doa yang dapat didoakan secara bergantian antara pembawa doa, umat dan imam.
Doa umat terkadang bisa ditempatkan setelah komuni sebelum doa penutup. Jika hal itu dilakukan doa umat menjadi doa syukur atas komuni
67.        Dalam Liturgi Ekaristi
Liturgi Ekaristi merupakan bagian yang baku, khususnya Doa Syukur Agung dan Menyambut Komuni, dan tidak dapat dihilangkan sama sekali.
a.    Penyebutan nomor DSA sebaiknya sebelum prefasi, jangan setelah Kudus.
b.    Persiapan persembahan, khususnya perarakan bahan persembahan dimungkinkan adanya tarian, penjelasan makna bahan persembahan, dsb.
c.    Doa persembahan merupakan doa presidensial yang mengakhiri persiapan persembahan dan menjadi jembatan kepada Doa Syukur Agung dapat disusun sendiri asalkan isinya memuat permohonan agar persembahan umat dipersatukan dengan persembahan Yesus Kristus, diarahkan kepada Bapa atau Putra tanpa perlu menyebut rumusan trinitas.
d.   Upacara komuni:
1.    Ajakan Bapa Kami dapat bervariasi
2.    Doa Bapa Kami dapat dinyanyikan menurut berbagai kemungkinan.
3.    Bapa Kami yang tidak diijinkan lagi pemakaiannya adalah Bapa Kami Argentina (musiknya fals), Bapa Kami Dimuliakan (syair tidak sesuai dengan teks KS), Bapa Kami Bandung Selatan (lirik Bandung Selatan), Bapa Kami Filipina (kata di bumi dan di surga seharusnya di bumi seperti di dalam surga), dan Bapa Kami Bebaskan (teksnya tidak sesuai KS)
4.    Anak Domba Allah untuk mengiringi pemecahan roti, bisa digunakan bisa tidak. Jika diadakan harus untuk mengiringi pemecahan roti atau mengiringi persiapan pembagian komuni. Maka perlu koordinasi yang baik antara Koor dan Tim Liturgi atau imam yang akan memimpin misa.
5.    Ajakan  untuk  menyambut  komuni bisa bervariasi dan dibuat sendirid.
6.    Saat hening sesudah komuni harus sungguh diberikan tempat
7.    Madah pujian sesudah komuni bisa digantikan dengan doa khusus misalnya “Jiwa Kristus” (PS 212)
8.    Doa penutup mengakhiri Liturgi Ekaristi memuat syukur atas kurnia Ekaristi yang telah diterima dan permohonan agar misteri iman yang sudah dirayakan menghasilkan berkat dan rahmat dalam perjuangan hidup sehari-hari dan menjamin harapan akan hidup kekal
68.        Dalam Ritus Penutup:
Pengumuman, berkat, pengutusan dan lagu penutup yang berfungsi untuk menutup misa, dimungkinkan untuk kreatifitas.
C.    Aneka Unsur Misa yang harus diperhatikan
69.        Pewartaan dan Pengajaran Sabda Allah..
a.    Bila  Alkitab dibacakan  dalam  Gereja, Allah sendiri bersabda kepada umat-Nya dan Kristus sendiri mewartakan Kabar Gembira sebab Ia hadir dalam Sabda itu. Maka pembacaan Sabda merupakan unsur yang sangat penting dan wajib didengarkan dengan penuh perhatian.
b.    Sabda itu akan dipahami secara lebih penuh dan lebih sempurna bila dijabarkan secara konkrit dalam homili
70.        Doa dan tugas-tugas Imam dalam Perayaan Liturgi bersifat presidensial, dan tidak boleh diiringi musik
71.        Seluruh Misa diambil dari pengalaman hidup. (Bandingkan kisah perjalanan dua orang murid dari Yerusalem ke Emaus Luk 24:13-35)
72.        Tata Gerak dan Sikap : lihat No H 52-53
D. Memilih nyanyian untuk misa.
73.        Nyanyian perlu dipilih dan disertakan untuk mengiringi misa.
74.        Fungsi nyanyian harus dimengerti secara benar tidak sekedar mengisi kekosongan atau menghiasi antar bagian misa (Musik dalam Ibadat Katolik, Spektrum XXVI, 1982, hlm. 27-35)
75.        Nyanyian misa yang dipilih untuk digunakan dalam misa, harus diselaraskan dengan rungsi nyanyian misa dan jenis-jenis nyanyian misa.
76.        Jenis-jenis nyanyian misa:
a.    Aklamasi: seruan  atau pekik suka cita seluruh jemaat sebagai tanggapan atas Sada dan karya Allah (Musik dalam Ibadat Katolik hlm. 28):
1.      Bait Pengantar Injil (Alleluya)
§  Alleluya harus dinyanyikan.
§  Jika tidak dinyanyikan lebih baik ditiadakan.
§  Alleluya yang dinyanyikan oleh Imam hanya satu kali yaitu pada Perayaan Paskah. Imam tidak menyanyikan Alleluya di luar masa itu.
§  Bila petugas tidak ada Alleluya ditiadakan
2.      Sanctus (Kudus) sebagai tanggapan atas ajakan imam dalam prefasi DSA
3.      Aklamasi Anamnesis (seruan/ajakan imam untuk menyatakan iman setelah konsekrasi)
4.      Amin meriah (ajakan imam pada akhir DSA)
5.      Doksologi Bapa Kami (ajakan imam setelah doa Tuhan pada akhir doa Bapa Kami)
b.    Nyanyian perarakan berkaitan dengan menyambut simbol kehadiran Kristus, meningkatkan kesadaran atau persekutuan:
1. Perarakan masuk
2  Perarakan komuni
c.    Mazmur Tanggapan (menanggapi Sabda Allah selaras dengan tema bacaan)
d.   Nyanyian  ordinarium:  Harus ada dalam perayaan dan wajib dinyanyikan bersama umat atau bergantian antara koor/solis dengan umat.   Kadang  boleh diucapkan saja.
1. Kyrie
2. Gloria
3.  Sanctus
4  Bapa Kami
5. Agnus Dei
6. Aku Percaya (Credo)
e.    Nyanyian-nyanyian proprium/tambahan (tanpa tuntutan teks/ritus khusus, boleh koor saja.
1. Persiapan persembahan
2. Madah sesudah komuni
3. Penutup
4. Litani
77.        Memilih Nyanyian menurut tingkatan perayaan:
a.    Hari Minggu dan Hari Raya: Jenis Nyanyian No. a s.d e (semua dinyanyikan)
b.    Pesta:: Jenis Nyanyian No. a s.d d (kecuali d6) dan e (kecuali e2 dan e4)
c.    Peringatan (Wajib/Fakultatif): Jenis Nyanyian No. a. b, c dan e (kecuali e3 dan e4)
d.   Hari Biasa: Jenis Nyanyian No. a (kecuali a1) dan c
78.        Memilih nyanyian menurut skala prioritas
a.    Yang sedari hakekatnya menuntut nyanyian, misalnya: Alleluya, Kudus, Anamnesis, Amin agung, doksologi Bapa Kami (IML 6)
b.    Yang dinyanyikan oleh imam dengan jawaban oleh umat (IML 7)
c.    Yang dinyanyikan oleh imam dan umat bersama-sama (IML 7)
d.   Tambahan: yang melulu untuk umat atau koor (IML 7)
E. Menyanyikan Misa.
79.        Liturgi  bukan  tontonan  umat  tetapi  umat  adalah pelaku liturgi. Penonton Liturgi itu sendiri adalah Allah bersama para Malaikat-Nya.
80.        Menyanyikan misa adalah upaya untuk menghidupkan ritual misa, membuat misa ibaratnya suatu nyanyian atau opera atau pentas musikal yang tidak 100% melulu nyanyian di mana ada bagian yang dinyanyikan, ada pula yang diucapkan, diperagakan atau malah diam, hening.
81.        Perayaan  misa seharusnya dilihat sebagai suatu teks nyanyian di mana kunci atau nada dasarnya adalah berdasar jenis-jenis misa (Adven, Prapaskah, Natal, Paskah, Hari Raya, dsb). Maka bagian-bagian misa yang maksudnya harus dinyanyikan sebaiknya diperlakukan semestinya. Nyanyian harus seiring dengan maksud ritualnya sehingga jika ritualnya menuntut perlakuan yang khusus mungkin tak cukup hanya diiringi atau dibawakan dalam nyanyian tetapi juga dihiasi tata gerak atau bahkan tarian. Misalnya Doksologi Doa Syukur Agung, Prosesi Kitab Suci, dll,
82.        Setiap jenis Misa mensyaratkan aturan-aturan yang berbeda, tidak selalu sama pada setiap bagiannya. Maka kita perlu membedakannya berdasarkan beberapa hal:
a.       Berdasar  masa  liturgi:  Adven,  Natal,  Prapaskah, Paskah, Biasa
b.      Berdasar tingkat perayaan: Hari Minggu, Hari Raya, Pesta, Peringatan Wajib, Peringatan Fakultatif, Hari Biasa
c.       Berdasarkan bentuk atau rumus: Misa ritual, misa arwah, misa konselebrasi, misa hanya dengan satu imam pelayan.