Sakramen
(By. RD. Philip Seran)
Sakramen
berasal dari kata Bahasa Yunani = ‘mysterion’, yang dijelaskan dengan kata
‘mysterium’ dan ‘sacramentum’ (Latin).
Sacramentum dipakai untuk menjelaskan tanda yang kelihatan dari kenyataan
keselamatan yang tak kelihatan yang disebut sebagai ‘mysterium‘. Kitab Suci
menyampaikan dasar pengertian sakramen sebagai misteri / ‘mysterium‘ kasih
Allah, yang diterjemahkan sebagai “rahasia yang tersembunyi dari abad ke abad…
tetapi yang sekarang dinyatakan kepada orang-orang kudus-Nya” (Kol 1: 26, Rom
16:25). Rahasia / ‘misteri’ keselamatan ini tak lain dan tak bukan adalah
Kristus (Kol 2:2; 4:3; Ef 3:3) yang hadir di tengah-tengah kita (Kol 1:27).
Jadi sakramen-sakramen Gereja merupakan tanda yang kelihatan dari rahasia /
misteri Kristus - yang tak kelihatan - yang bekerja di dalam Gereja-Nya oleh
kuasa Roh Kudus. Betapa nyatanya ‘rahasia’ ini diungkapkan di dalam
sakramen-sakramen Gereja, terutama di dalam Ekaristi.
Mengacu pada
pengertian ini, maka Gereja sendiri adalah “Sakramen Keselamatan” yang menjadi tanda
rahmat Allah dan sarana yang mempersatukan Allah dan manusia.[4] Sebagaimana
Yesus yang mengambil rupa manusia menjadi “Sakramen” dari Allah sendiri, maka
Gereja sebagai Tubuh Kristus menjadi “Sakramen” Kristus. Artinya, di dalam
Gereja, kuasa ilahi yang membawa kita kepada keselamatan bekerja melalui tanda
yang kelihatan.
Di dalam
perannya sebagai “Sakramen Keselamatan” inilah, Gereja dipercaya oleh Kristus
untuk membagikan rahmat Tuhan di dalam ketujuh sakramen. Jadi sakramen tidaklah
hanya sebagai tanda atau lambang, tetapi juga sebagai pemenuhan makna dari
tanda itu sendiri, yaitu rahmat pengudusan untuk keselamatan kita sehingga
Gereja mengajarkan bahwa dengan mengambil bagian di dalam sakramen, kita
diselamatkan, karena melalui Kristus, kita dipersatukan dengan Allah sendiri.
Ketujuh
sakramen ini menjadi tanda akan sesuatu yang terjadi sekarang, sesuatu yang
terjadi di masa lampau, dan sesuatu yang akan terjadi di masa yang akan datang.Jadi
semua sakramen tidak hanya membawa rahmat pengudusan (sekarang), namun juga
menghadirkan Misteri Paska Kristus (lampau) yang menjadi sumber kekudusan, dan
menjadi gambaran akan kebahagiaan surgawi sebagai akhir dari pengudusan kita
(yang akan datang). Dengan berpartisipasi di dalam sakramen inilah kita
mengambil bagian di dalam kehidupan Ilahi yang tidak mengenal batas waktu; di
dalam kehidupan Kristus yang mengatasi segala sesuatu.
Mengapa Tuhan mendirikan sakramen
Alasan pertama yaitu karena keterbatasan
pemikiran manusia yang memahami sesuatu menurut perantaraan benda-benda yang
kelihatan. Keterbatasan manusia ini yang menyebabkan adanya “sunat” untuk
menandai perjanjian Allah dengan umat Israel pada Perjanjian Lama, yang
disempurnakan menjadi Pembaptisan di dalam Perjanjian Baru.
Kedua, karena
pemikiran manusia selalu menginginkan tanda sebagai pemenuhan janji. Kita
melihat dalam masa Perjanjian Lama bagaimana Allah memberikan tanda-tanda yang
menyertai bangsa Israel sampai ke Tanah Terjanji. Hal yang sama diberikan di
dalam Perjanjian Baru yang merupakan pemenuhan dari Perjanjian Lama.
Ketiga, sakramen
menjadi sesuatu yang selalu ada sebagai ‘obat’ rohani demi kesembuhan jiwa dan
raga. Hal ini dapat kita lihat pada saat Yesus menyembuhkan orang buta dengan
ludahNya yang dicampur dengan tanah (Yoh 9:6). Yesus sendiri menggunakan ‘benda
perantara’ untuk menyampaikan rahmat penyembuhan-Nya. Dengan menerima sakramen,
kita seumpama wanita perdarahan yang disembuhkan dengan menyentuh jubah Yesus
(Mrk 5:25-34).
Ke-empat,
sakramen adalah tanda/ lambang yang menandai umat beriman.
Dan yang
terakhir, ke-lima,sakramen merupakan
perwujudan iman, “karena dengan hati orang percaya dan dengan mulut orang
mengaku dan diselamatkan” (Rom 10:10). Iman ini mendasari kebajikan Ilahi yang lain yaitu pengharapan
dan kasih, dan ketiga hal inimenghantarkan kita kepada kekudusan, yaitu hal
yang diinginkan Allah pada kita. Melalui sakramen kita mengambil bagian dalam
hidup Ilahi, sehingga di akhir hidup kita nanti, kita dapat sungguh bersatu
dengan Tuhan dalam keabadian surga.
Ketujuh Sakramen Gereja
Mungkin ada
orang bertanya, mengapa ada tujuh sakramen? Alasannya adalah karena terdapat
hubungan yang erat antara kehidupan rohani dan jasmani. Secara jasmani ada
tujuh tahap penting kehidupan: kita lahir, tumbuh menjadi dewasa karena makan. Jika
sakit kita berobat, dan di dalam hidup kita dapat memilih untuk tidak menikah
atau menikah. Lalu setelah selesai menjalani hidup, kita meninggal dunia. Nah,
sekarang mari kita lihat bagaimana sakramen menguduskan tahap-tahap tersebut di
dalam kerohanian kita.
Kelahiran
kita secara rohani ditandai dengan sakramen
Pembaptisan, di mana kita dilahirkan kembali di dalam air dan Roh (Yoh
3:5), yaitu di dalam Kristus sendiri. Kita diteguhkan oleh Roh Kudus dan
menjadi dewasa dalam iman melalui sakramen
Penguatan(Kis 1:5). Kita bertumbuh karena mengambil bagian dalam sakramen Ekaristi yang menjadi santapan
rohani (Yoh 6: 51-56). Jika rohani kita sakit, atau kita berdosa, kita dapat
disembuhkan melalui pengakuan dosa dalam sakramen
Tobat/ Pengakuan dosa, di mana melalui perantaraan iman-Nya Tuhan Yesus
mengampuni kita (Yoh 20: 22-23). Lalu jika kita terpanggil untuk hidup selibat
untuk Kerajaan Allah, Allah memberikan kuasa untuk melakukan tugas-tugas suci
melalui penerimaan sakramen Tahbisan
Suci/ Imamat (Mat 19:12). Sedangkan jika kita terpanggil untuk hidup
berkeluarga, kita menerima sakramen
Perkawinan (Mat 19:5-6). Akhirnya, pada saat kita sakit jasmani ataupun
saat menjelang ajal, kita dapat menerima sakramen Pengurapan orang sakit, yang dapat membawa rahmat kesembuhan
ataupun persiapan bagi kita untuk kembali ke pangkuan Allah Pencipta (Yak
5:14).
Pengajaran
tentang adanya tujuh sakramen ini kita terima dari Tradisi Suci, yang kita
percayai berasal dari Kristus. Ketujuh sakramen ini ditetapkan melalui Konsili
di Trente (1564) untuk menolak bahwa hanya ada dua sakramen Baptis dan Ekaristi
menurut pandangan gereja Protestan. Sebagai umat Katolik, kita mematuhi apa
yang ditetapkan oleh Magisterium Gereja Katolik, sebab merekalah penerus para
rasul, yang meneruskan doktrin para rasul dengan kemurniannya.
Ketujuh
Sakramen ini, dikelompokan menjadi tiga : pertama,
Sakramen-sakramen Inisiasi Kristen : Sakramen Pembaptisan, Sakramen Krisma dan
Sakramen Ekaristi. Kedua, sakramen-sakramen
penyembuhan dan cinta kasih : Sakramen Tobat dan Sakramen Pengurapan Orang
Sakit. Ketiga, sakramen-sakramen
panggilan dan persekutuan : Sakramen Imamat dan Sakramen Perkawinan.
Siapa yang menciptakan Sakramen?
Allah melalui
Kristus adalah Pencipta Sakramen. Sakramen mengandung kuasa yang mencapai
kedalaman jiwa seseorang, dan hanya Allah yang mampu melakukan hal itu. Jadi
walaupun disampaikan oleh para imam, sakramen-sakramen Gereja tersebut
merupakan karya Kristus. Kardinal Ratzinger (sekarang Paus Benedict XVI)
menyatakan, dari sisi pandang imam sebagai penerus para rasul, sakramen
berarti, “Aku memberikan apa yang tidak dapat kuberikan sendiri; aku melakukan
apa yang bukan pekerjaanku sendiri… aku (hanyalah) membawakan sesuatu yang
dipercayakan kepadaku.”
Jadi
Kristuslah yang oleh kuasa Roh Kudus bekerja melalui para imam-Nya di dalam
sakramen-sakramen. Pada sakramen Pembaptisan, Kristus sendirilah yang
membaptis,demikian juga pada sakramen Pengakuan Dosa, Kristus sendiri yang
mengampuni melalui imam-Nya, dan di dalam Ekaristi, Ia sendiri yang memberikan
Tubuh dan DarahNya untuk menjadi santapan rohani kita, sehingga kita
dipersatukan dengan-Nya dan dengan sesama umat beriman di dalam ikatan
persaudaraan sejati.
Akibat utama yang dihasilkan oleh sakramen
Pertama,
adalah rahmat pengudusan. Rahmat ini merupakan pemenuhan janji Kristus yang
dituliskan oleh Rasul Paulus, bahwa Kristus mengasihi Gereja-Nya dan
menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya, menyucikannya dengan air dan
firman (Ef 5:26). Rahmat ini diberikan pada setiap orang untuk hidup bagi
Tuhan, dan kepada Gereja secara keseluruhan untuk meningkatkan kasih dan misi
pewartaan.
Kedua, dengan
menerima dan mengambil bagian di dalam sakramen, kita berpartisipasi di dalam
kehidupan Yesus, dan melalui Yesus kita berpartisipasi di dalam kehidupan Allah
Tritunggal Maha Kudus. Keikutsertaan kita dalam kehidupan Yesus, terutama dalam
Misteri Paska ini mengantar kita kepada keselamatan kekal. Manusia melalui
usahanya sendiri tidak dapat mencapai keselamatan, karena keselamatan pertama-tama
karunia Allah (lih. Ef 2:5,8) yang kita terima melalui Yesus Kristus. Sebab
oleh akibat dosa asal kita terpisah dari Tuhan, dan Kristus mempersatukan kita
kembali dalam kehidupan-Nya melalui sakramen-sakramen. Melalui sakramen kita
disatukan dengan Tuhan, dan diubah menjadi menyerupai Dia; tubuh kita yang fana
menerima yang ilahi dan hati kita diisi oleh kebajikan-kebajikan yang berasal
dari Allah sendiri, terutama dalam hal iman, pengharapan dan kasih.
Ketiga,
ketiga sakramen yaitu Pembaptisan, Penguatan dan Tahbisan suci,
memberikan‘karakter’ yang terpatri di dalam jiwa seseorang yang menerima
sakramen tersebut. Pembaptisan menjadikannya anak angkat Allah, Penguatan
menjadikannya sebagai ‘serdadu’ Kristus, dan Tahbisan suci menjadikannya imam
yang diberi kuasa untuk menguduskan dan menerimakan sakramen-sakramen. Karena
karakter khusus inilah, maka ketiga sakramen ini hanya dapat diterima satu kali
saja.
Bagaimana agar kita menerima ‘buah’ yang berguna
melalui sakramen
Pertama, kita
harus mengetahui, menghargai dan menghormati rahmat ilahi yang diberikan
melalui sakramen-sakramen ini. Lalu, karena kita mengetahui bahwa Allah sendiri
yang memberikan rahmat-Nya, maka kita harus memperlakukan rahmat itu dengan
hormat dan dengan semestinya, dan dengan sikap yang benar, terutama dalam
sakramen Tobat dan Ekaristi, agar kita dapat menghasilkan buahnya.Kita harus
mempersiapkan diri dan berpartisipasi pada saat kita menerima sakramen-sakramen
dalam perayaan liturgi Gereja.
Kita
mengetahui bahwa Yesuslah yang memerintahkan pemberian sakramen-sakramen
tersebut melalui ajaran-ajaranNya. Karena berasal dari Kristus, rahmat itu
adalah karunia yang sempurna, yang diberikan oleh kuasa Roh Kudus, yang dapat
menembus jiwa untuk mendatangkan kesembuhan rohani, dan mendatangkan
keselamatan yang tak ternilai harganya.
Kesimpulan
Melihat
dalamnya arti ‘sakramen’ yang merupakan saluran rahmat Allah, dan tanda yang
tak terpisahkan dari hakekat Gereja sebagai Tubuh Kristus, maka sudah
selayaknya kita menghargai dan mempersiapkan diri seutuhnya untuk menerima
sakramen-sakramen yang membawa kita kepada keselamatan. Mari kita merendahkan
diri di hadapan Tuhan dengan menerima cara Tuhan menyampaikan rahmat-Nya kepada
kita, baik untuk jiwa maupun tubuh kita, untuk mendatangkan keselamatan dan
‘kesembuhan’ baik rohani maupun jasmani. Dengan demikian kita dapat mengambil
bagian di dalam kehidupan Ilahi yang dicurahkan kepada kita melalui Kristus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar