Rabu, 24 April 2013

AKU DAN DIA...SATU ADANYA



MANUSIA
DAN
ALAM SEMESTA

Manusia adalah salah satu komponen dari alam semesta di samping hewan, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda  abiotik lainnya, seperti air, tanah dan udara. Manusia bersama komponen yang lainnya itu dalam keberadaanya yang unik dan khas, membentuk satu komunitas yang lebih luas, yakni alam semesta. Alam semesta ini dibentuk dari kesatuan seluruh komponen itu, dan keseimbangan alam semesta juga terletak pada keharmonisan relasi antara komponen-komponen tersebut.
Hirarki keseluruhan komponen itu, manusia menempati posisi paling atas. Manusia memiliki akal dan kehendak, dibandingkan komponen lain, tentu mempunyai tanggung jawab yang besar untuk memelihara dan menjamin tata keberlangsungan alam semesta. Meskipun manusia bukan komponen abiotik, namun hukum-hukum dunia jasmani berlaku bagi manusia. Bujang jatuh dari atas pohon kelapa, ia jatuh seperti semua benda lain yang memiliki berat. Meskipun manusia bukan tumbuhan, namun kehidupanya tergantung dari lingkungannya. Manusia membutuhkan air untuk minum, buah-buahan untuk makan. Meskipun manusia bukan hewan, tetapi semua hukum hayati berlaku bagi manusia. Pada suatu ketika ia lahir, dan pada suatu ketika ia mati. Manusia bukan roh, namun ia makhluk rohaniah. Manusia berpikir, mempertimbangkan, memutuskan dan bertindak.
Keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki oleh manusia menempatkan manusia pada posisi paling atas dalam membentuk tatanan alam semesta. Keistimewaan ini tidak membuat manusia menjadi serakah dan sombong. Justru dengan predikat itu menjadikan manusia lebih rendah hati dan siap melayani komponen lain, dengan cara memberikan arti bagi mereka. Semua komonen lain yang dirangkul dalam satu wadah yang disebut semesta alam itu mengandaikan kehadiran manusia. Suatu komponen dimana manusia tidak hadir, tidak mungkin ada. Suatu komponen atau lebih luas lagi alam semesta menunjuk kepada manusia. Sebuah patung tampak indah dan terpelihara tidak dapat dimengerti tanpa membayangkan adanya orang yang merawatnya.
Alam semesta tanpa manusia, tak dapat dipikirkan sebab dunia itu mengandaikan manusia yang berpikir. Alam semesta tanpa manusia tak dapat dibayangkan sebab alam semesta itu mengandaikan manusia yang membayangkannya. Alam semesta tanpa manusia tak dapat dibicarakan sebab alam semesta mengandaikan manusia yang berbicara. Alam semesta kita selalu alam manusia dengan arti manusiawi dan dengan warna manusiawi. Bagaimana alam semesta ini tanpa manusia tidaklah diketahui sebab saat diketahui manusia yang tahu itu telah ikut hadir.
Mungkin kita berkata bahwa ilmu kimia memastika bahwa air mempunyai susunan molekul yang terdiri dari HO. Ilmu matematika memastikan bahwa 1+1=2. Kebenaran itu tetap berlaku entah manusia ada atau tidak. Walaupun demikian, ilmu kimia dan matematika tidak terlepas dari manusia yang bertanya dan manusia yang mencari jawaban atas pertanyaanya dengan metode-metode tertentu. Kehadiran manusia tak terhapuskan. Alam semesta memperlihatkan keberadaanya sesuai dengan pertanyaan yang diajukan dan metode pedekatan yang diterapkan manusia.
Mungkin kita akan mengatakan, “Terbukti bahwa alam semesta sudah ada sebelum adanya manusia”, dan itu sangat benar. Namun manusialah yang mengiyakan adanya alam semesta sebelum manusia. Manusialah yang berkata, “alam semesta itu ada sebelum manusia”,  tidak mungkin batu, pohon, air, udara atau kambing mengatakan demikian. Dengan reflekai atas manusia sebagai “roh’ alam semesta, maka akan dimengerti eratnya relasi manusia dan alam semesta.
Seluruh komponen yang membentuk alam semesta mengalami arti karena ada manusia. Namun, alam semesta dengan keberadaanyaan sendiri harus tetap diakui. Contoh, air mempunyai makna beraneka ragam sesuai dengan sikap tertentu manusia, tetapi manusia sebagai pemberi arti tidak dapat memberikan arti kepada air dengan sewenang-wenang. Apabila air digunakan sebagai bahan bakar untuk kapal motor, maka air itu melawan. Air itu memiliki cara beradanya yang khas, keberadaan dan hakikatnya sendiri, terlepas dari sikap mana pun dari manusia, begitu juga berlaku dengan komponen-komponen yang  lain. Manusia sebagai pemberi arti harus taat kepada kodrat dari masing-masing komponen. Keberadaan komponen-komponen yang lain adalah norma dan dasar bagi manusia pemberi arti.
Hal itu juga berlaku untuk pernyataan, “alam semesta ini ada sebelum manusia ada”. Peryataan itu memang tak pernah diungkapkam sekiranya manusia itu tidak ada. Namun, kebenarannya tidak berdasar pada manusia yang mengungkapkannya. Dasar kebenarannya terletak pada keberadaan alam semesta itu sendiri. Dasar ontologis inilah kurang mendapatkan perhatin dari pihak manusia sebagai pemberi arti dan keberadaanya pada tingkat yang paling atas.
 Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa relasi manusia dengan alam semesta adalah relasi resiprok saling menguntungkan. Keberadaan alam semesta memiliki arti penting untuk keberlangsungan hidup manusia. Demikian juga, keberadaan manusia sangat menentukan arti keberlangsungan alam semesta. Oleh karena itu, relasi yang dibutuhkan adalah relasi yang seimbang dan harmonis. Manusia yang diharapkan mampu menciptakan dan memelihara relasi yang seimbang dan harmonis. Tidak mungkin mempercayakan kepada binatang untuk menjaga relasi itu, bagi dunia binatang hanya berlaku hukum alam, siapa yang kuat dapat bertahan.
Kenyataan dewasa ini telah membuktikan bahwa manusia sudah lupa akan peran utamanya sebagai penjaga dan pemelihara relasi harmonis dengan alam semesta. Manusia telah berubah wujud menjadi “serigala” bagi alam semesta. Manusia menempatkan alam semesta hanya sebagai obyek semata yang dapat memuaskan keegiosan dan ketamakan manusia. Manusia tidak menjadikan alam semesta sebagai subyek atau partner yang membangun keberlangsungan tatanan hidup bersama.

HIDUP SEGAN MATI TAK MAU



REALITAS PENDIDIKAN DI LINGGA


Pendidikan di Kabupaten Lingga sekarang ini boleh diibaratkan seperti kapal tua yang mesinnya rewel yang sedang berada di tengah lautan lepas. Mengapa demikian? Pada satu sisi, pendidikan di Lingga ini masih memprihatinkan, sedangkan pada sisi lain, tantanggan memasuki dunia globalisasi tidaklah main-main.
Kendala yang dihadapi saat ini adalah: mutu pendidikan di tempat kita ini masih rendah, sistem pembelajaraan sekolah-sekolah di pulau-pulau yang belum memadai, tenaga guru masih kurang dan belum banyak profesional dan bahkan pendidikan itu sendiri pun belum begitu menarik bagi masyarakat Lingga pada umumnya.  Sedangkan tantangan untuk bersaing dalam dunia globalisasi sekarang ini memerlukan: Pendidikan yang tanggap terhadap situasi persaingan dan kerja sama global, pendidikan yang membentuk pribadi yang mampu belajar seumur  hidup, pendidikan menjadikan manusia untuk berkereasi dan inovasi,  dan pendidikan yang mengarakan manusia untuk menyadari dan menghidupi pendidikan nilai.
Dapatkah kapal tua yang mesinnya rewel ini diubah menjadi kapal berciri masa kini yang dirancang sedikit cangih, yang menjadikan orang dapat  duduk dengan tenang dan nyaman sampai tujuan? Dapatkah pendidikan di Lingga yang masih tertinggal ini merubah atau diubah secara instan? Inilah menjadi persoalan dan tantangan yang harus dihadapi oleh seluruh komponen masyarakat Lingga saat ini.
Kita ingin menungu pemerintahan pusat untuk memperhatikan dan memperbaiki pendidikan kita kiranya bukan sikap yang tepat. Mengingat pemerintahan kita sekarang ini masih harus memikul beban krisis dari berbagai bidang. Sikap yang paling tepat yang harus kita ambil sekarang, baik pemerintahan lokal, pelaku, pecinta, pemerhati pendidikan dan masyarakat harus bersama-sama serius memikirkan, mendiskusikan, mengupayakan, mengerjakan dan memperbaharui pendidikan yang memprihatikan ini. 
Peran pemerintahan lokal lebih disoroti, karena keberadahan pemerintahan mempunyai fungsi yang menentukan dalam pendidikan sekolah.  Pemerintah harus membantu supaya generasi muda di Lingga ini mendapatkan pendidikan yang layak. Di samping membangun gedung-gedung sekolah di pulau-pulau, tetapi juga menyediakan tenaga pengajar yang handal dan ahli dalam bidangnya. Pemerintah menjaga dan memajukan, bahkan mengharuskan agar setiap anak umur sekolah mendapatkan kesempatan sekolah. Pemerintah, melalui Dinas Pendidikan, harus mengadakan pengawasan dan evaluasi yang rutin terhadap kinerja para pengajar dan keberlangsungan dinamika pendidikan. Oleh karena itu, pemerintahan harus lebih rajin “turun” melihat realitas yang ada di lapangan daripada duduk di kantor dan  menerima laporan.
Untuk menjamin kemajuan dalam pendidikan di Lingga, pemerintahan lokal harus menentukan skala prioritas dari program pemerintah.  Untuk sementara pendidikan menjadi keutamaan di Lingga ini, di samping program-program lain. Namun, realitas yang ada justru pemerintah berani menguyurkan jumlah besar dana untuk bidang yang belum begitu urgen untuk di Lingga ini, seperti pembangunan dermaga, terkesan mubazir. Pemerintah mengeluarkan dana jumlah besar untuk biaya pendidikan adalah kebijakan yang paling istimewa, karena pendidikan dapat menjadikan maunsia lebih manusiawi.
Guru adalah garda depan dunia pendidikan. Sebab, guru berhadapan langsung dengan tugas-tugas mendasar, “memanusiawikan manusia”, sehingga manusia menjadi dewasa, cerdas, beradab dan berbudaya, serta mampu hidup di tengah masyarakat lokal dan memiliki daya saing dalam masyarakat global. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa guru sebagai kunci keberhasilan dalam pendidikan dan pencerdasan manusia.
Profesi guru merupakan panggilan dan pilihan hidup, yang memerlukan konsekunsi dan tanggung jawab moral sangat tinggi terhadap masyarakat, bangsa, negara dan Tuhan. Dengan demikian, guru perlu memiliki kualifikasi pendidikan khusus di bidang pendidikan dan pendidikan yang khusus pula. Dalam situasi seperti ini, guru dituntut terus berusahan meningkatkan kapasitas dan kemampuan profesinalismenya. Mutu dan kredibilitas guru yang baik akan berdampak baik pada kualitas generasi muda masa depan. Sebab, bagaimana pun juga guru sebagai pendidik adalah peletak dasar dan nilai-nilai yang mendasari terbentuknya  manusia yang lebih berkualitas.
Jumlah guru yang mengajar di sekolah-sekolah di Lingga memadai, walaupun di beberapa pulau masih mengalami kekurangan guru. Sedangkan mutu guru yang ada di Lingga ini masih sangat memprihatinkan. Karena kebanyakan guru yang mengajar di sekolah-sekolah bukan sebagai profesi atau pilihan hidup, melainkan hanya mengisi kekosongan karena pekerjaan lain belum ada.
Masyarakat Lingga belum banyak mempedulikan pentingnya pendidikan, bahkan masih menganggap pendidikan sebagai sesuatu tidak bermanfaat. Masyarakat lebih memilih untuk bekerja dan mendapatkan uang daripada sekolah bertahun-tahun tetapi tidak menghasilkan apa-apa. Oleh karena itu, menjadi tugas banyak pihak, terutama pemerintah, pelaku, pemerhati dan pencinta pendidikan untuk menyadarkan masyarakat secara terus- menerus. Penyadaran tentang pentingnya pendidikan dapat dilakukan lewat penyuluhan dari Dinas Pendidikan kepada masyarakat di pulau-pulau. Penyuluhan itu berupa dialog interaktif, live in para pelajar di tengah masyarakat, pemutaran film animasi tentang pendidikan kepada anak-anak usia sekolah.

.

BERADA DI LAUTAN LEPAS



SELAYANG PANDANG PAROKI ST. CAROLUS BOROMEUS

Letak Geografis dan Pembagian Wilayah Pelayanan
Paroki St. Carolus Boromeus terletak di Pulau Ujung Beting, Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga, Prop. Kep. Riau. Paroki St. Carolus Boromeus adalah paroki termuda di Keuskupan Pangkalpinang. Pada tanggal, 19 Juni 2012, Paroki St. Carolus Boromeus genap berusia tiga tahun. Pembagian menurut wilayah teritorial Keuskupan Pangkalpinang, Paroki St. Carolus Boromeus masuk di wilayah Kevikepan Kep. Riau.  Wilayah pelayanan pastoral Paroki St. Carolus Boromeus meliputi seluruh pulau yang masuk dalam wilayah Kabupaten Lingga. Untuk mempermuda pelayanan pastoral, wilayah Paroki St. Carolus Boromeus dibagi atas tiga wilayah pelayanan, yakni:
Ø  Wilayah 1 meliputi: Pulau Ujung Beting (KBG Ujung Beting), Pulau Pongok (KBG Pongok), Pulau Lingga (KBG Air Kelad, KBG Sungai Nona, KBG Limbong, KBG Pancur).
Ø  Wilayah 11 meliputi Pulau Sebangka (KBG Tanjung Gantung, KBG Limas, KBG Sarus – Suat Buaya), Pulau Senayang (KBG Senayang), Pulau Mensanak (KBG Mensanak), Pulau Benan (KBG Benan), Pulau Senang (KBG Senang), Pulau Temiang (KBG Teban).
Ø  Wilayah 111 meliputi Pulau Cempa (KBG Cempa), Pulau Manek (KBG Manek, KBG Pasir Putih, KBG Air Batu, KBG  Tanjung  Awak dan KBG  Lundang), Pulau Pulun (KBG Pulun), Pulau Singkep (KBG  Dabo).
Paroki St. Carolus Boromeus merupakan paroki “kepulauan”, karena aktivitas karya pastoral berjalan dari pulau ke pulau. Taransportasi satu-satunya yang diandalkan dari Paroki St. Carolus Boromeus adalah tarnsportasi laut, yakni kapal, pompong (sejenis kapal motor kayu, menggunakan mesin dompeng dengan kapasitasnya 300 kg sampai 1 ton), dan sampan. Sedangkan  tarnsportasi darat sampai sekarang belum ada dan biaya tarnsportasi pun lumayan mahal.
Kedaan Penduduk
Menurut data sejarah, penduduk asli Kabupaten Lingga adalah Suku Laut dan Suku Melayu. Pada tahun 1920 suku Tionghoa mulai mendiami Wilayah Lingga dan kemudian tahun 1950-an para pendatang dari Flores dan Buton  masuk ke wilayah Lingga. Pada tahun 1980 - sampai saat ini banyak pendatang baru membanjiri wilayah ini, yakni Batak, Jawa, Palembang, Padang dan Ace. Mayoritas penduduk Kabupaten Lingga adalah Suku Melayu. Karena Suku Melayu sebagai mayoritas maka corak budaya Melayu lebih dominan mewarnai gaya hidup penduduk Kabupaten Lingga. Sedangkan Suku laut sangat terisolir dengan kemajuan yang ada dan banyak diantara mereka memiliki kepercayaan animisme.
Ekonomi
Mata pencaharian utama masyarakat, termaksud umat katolik, Kabupetan Lingga adalah Nelayan. Penghasilan dari nelayan ini cukup besar. Rata-rata pendapatan mereka perhari berkisar Rp 50.000, - 100.000. Karena itu, secara ekonomis boleh dikatakan penduduk Kabupaten Lingga adalah kaya. Namun, dalam kenyataanya, pada umumnya mereka hidup miskin. Kemiskinan ini disebabkan oleh beberapa hal, yakni:
·         Manajemen kekuangan keluarga belum memadai.
·         Gaya hidup konsumerisme dan hedonisme cukup tinggi untuk masyarakat Lingga.
·         Bekerja dengan system touke. Touke adalah pemilik modal/barang dan memberikan pinjaman kepada masyrakat berupa uang tunai, alat-alat nelayan, sembako dengan jumlah besar. System pengembalian pinjaman kepada touke dengan hasil laut yang mereka dapatkan. Hasil laut tersebut akan dipotong oleh touke sebesar jumlah pinjaman mereka. Dampak negatif dari system ini adalah touke boleh mempermainkan harga pasaran sesuai dengan keinginannya. Mereka tidak dapat berbut banyak sebab sudah ada utang selilit pinggang.
Pendidikan
Masyarakat Kabupaten Lingga memiliki tingkat buta huruf yang sangat tinggi. Sekitar lima tahun belakangan ini, pemerintah daerah, seperti singa bangun dari tidur, membangun sekolah di pulau-pulau dengan fasilitas dan tenaga pengajar seadanya, baik mutu maupun jumlah. Di samping itu, kesadaran dari masyarakat untuk penndidikan pun sangat lemah. Mereka selalu berprinsip lebih baik bekerja  di laut dan mendapatkan banyak uang dari pada duduk-duduk di kelas, tidak menghasilkan sesuatu dan malahan menyedot biaya.

Karya Pastoral Gereja
Gereja Lingga berutmbuh dan berkembang sesuai dengan budaya, culture dan mentalitas masyarakat Lingga secara keseluruhan. Oleh karena itu, karya pastoral pun pada umumnya mengikuti mentalitas masyarakat, lebih khususnya umat katolik. Namun, karya pastoral Paroki St. Carolus Boromeus tetap mengikut pedoman umum Keskupan Pangkalpinang, yakni Komunitas Basis Gerejawi (KBG). Tema pastoral Keuskupan Pangkalpinang dan kemudian diaplikasikan ke setiap paroki adalah, “Menjadi Gereja yang Semakin Partisipatif dan Berpusat pada Kristus”. Karya pastoral Paroki harus membawa umat Allah sampai pada tahap partisipatif dan berpusat pada Kristus.
Ada kekuatan, kelemahan, tantangan dan kesempatan sebagai bentuk dinamika kehidupan gereja Paroki St. Carolus Boromeus.
Kekuatan
·         Jumlah umat lumayan banyak, sesuai dengan ststistik paroki tahun 2011 berjumlah 1621 jiwa.
·         Ada tenaga awam katolik, yakni para guru, perawat, pegawai pemerintahan dan militer yang bertugas di pulau-pulau di wilayah Kabupaten Lingga.
·         Adanya sebuah Asrama dan sebuah SD Katolik
·         Ada sarana tarnsportasi yang dimiliki oleh Paroki, yakni sebuah kapal dan sebuah pompong.
Kelemahan
·         Hampir 90% umat katolik Paroki St. Carolus Boromeus adalah drop out SD dan buta huruf.
·         Penghayatan hidup religius bukanlah hal penting untuk kehidupan umat
·         Domisili umat tercecer di pulau-pulau dengan jumlah dan kualitas yang berbeda-beda.
·         Pandangan lama yang masih sulit diubah, “gereja kaya, maka gereja harus siap setiap saat untuk memberi kepada umat, bukan umat memberi kepada gereja”.
Tantangan
·         Pastoral berdasarkan situasi alam, yakni situasi laut. Pada Bulan Oktober-Maret karya pastoral tersendat bahkan mandek, karena bulan-bulan tersebut gelmbang laut sangat besar atau lebih sering disebut Musim Utara/ gelombang laut cina selatan mengamuk.
·         Adanya “pendakwa-pendakwa” dari agama-agama lain terang-terangan mengajak umat katolik untuk mengikuti agama mereka.
·         Anak-anak katolik yang sekolah di sekolah negeri di pulau-pulau tidak mendapatkan pendidikan Agama Katolik. Mereka dapat adalah pendidikan Agama Islam.
·         Monopoli ekonomi yang dipraktekan oleh touke, membuat sebagian kecil pemiliki modal semakin kaya dan sebagian besar masyrakat semakin miskin.
Kesempatan
·         Keberadaan Gereja Katolik Lingga masih diperhitungkan dan juga masih disegani oleh masyarakat Lingga. Bagi masyarakat Lingga, Agama Katolik adalah agamanya orang-orang Flores. Syukurlah bahwa kedatangan para perantau Flores tahun 1950-an sangat familiar dan disenangi oleh orang-orang suku laut dan melayu.
·         Masyarkat dan pihak pemerintahan juga sangat mendukung dan menerima baik kehadiran Gereja Katolik sampai sekarang ini.
Usaha-usaha Paroki St. Carolus Boromeus untuk mengatasi tantangan yang ada  adalah
·         Karya pastoral sangat urgent dengan jangka waktu yang pendek biasanya akan dipadatkan pada bulan April –Oktober.
·         Mendirikan sekolah dan asrama untuk menampung anak-anak katolik dari pulau-pulau. Biaya sekolah sangat murah dan asrama gratis, termasuk seragam sekolah, alat-alat tulis dan makan minum ditanggung sepenuhnya oleh paroki.
·         Mengadakan pelatihan untuk para fasilitator bina iman anak dan orang tua di pulau-pulau.
·         Memberdayakan tenaga-tenaga awam katolik yang berkarya sebagai guru, perawat, pegawai pemerintahan, dan militer yang bertugas di pulau-pulau.
·         Mengusahakan system ekonomi yang berpihak kepada orang kecil, yakni Koperasi Credit Union, dengan moto, “orang miskin membantu orang miskin”.
Pengalaman Sukses dan Gagal selama Berkarya di Paroki St. Carolus Boromeus
Pengalaman sukses dan gagal dalam tugas karya pastoral itu pasti ada. Namun, gaya pastoral kami berdasarkan komunitas basis, artinya ide/gagasan digodok dari KBG-KBG kemudian diolah oleh tiem pastoral, yakni pastor, para fasilitator, ketua-ketua komunitas basis kemudian hasilnya dijadikan sebagi pedoman pastoral lalu diberikan kembali KBG-KBG untuk mengaplikasikan. Sedangkan pastor sebagai fasilitator utama untuk memonitor program-program pastoral yang sedang berjalan. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program-program tersebut biasanya diadakan evalusia mulai dari KBG-KBG kemudian ke tingkat paroki. Oleh karena itu, kesuksesan atau kegagalan dalam karya pastoral adalah kesuksesan dan kegagalan bersama.
Pengalaman sukses:
·         Kami tiem pastoral sampai saat ini boleh dikatakan berhasil mempengaruhi orang tua untuk meyekolahkan anak-anak mereka. Terlebih kusus anak-anak Suku Laut yang biasanya alergi dengan pendidikan.
·         Program memberdayakan ekonomi umat lewat Koperasi Credit Union dapat mempegaruhi sebagian umat tumbuh kesadaran untuk menabung dan sekaligus sedikit demi sedikit keluar dari lingkaran ekonomi system touke.
Pengalaman gagal:
·         Setiap karya pastoral yang telah dogodok bersama sering mengalami kemandekan, walaupun berjalan tetapi selalu saja ada halangan untuk mengagalkan karya tersebut, kegagalan tersebut dipengaruh situasi alam dan juga kurang ada dukungan dari uma di setiap komunitas basis.
·         Buadaya individualistis masih mendominasi umat, hal ini telah dibentuk dari budaya nelayan yang kurang memperhatikan budaya gotong royong, seperti budaya petani. Karakter dan mentalitas individual ini sangat pempengaruhi umat dalam kebersamaan sebagai satu Komunitas Basis Gerejani. Oleh karena  itu, Kami merasa masih gagal dalam membangun karakter mereka.
Hal-hal Penting yang Pernah Terjadi di Paroki St. Carolus Boromeus.
·         Pada tanggal 19 Juni 2008 adalah peristiwa yang paling bersejarah dan paling berkesan di hati seluruh umat katolik Wilayah Kabupaten Lingga, yakni Uskup Pangkalpinang, Mgr. Hilarius Moa Nurak, SVD mengumumkan dan menetapkan bahwa gereja katolik Lingga menjadi paroki, dengan nama pelindung St.Carolus Boromeus.
Perintis Paroki St. Carolus Boromeus
·         Cikal bakal beridirinya gereja katolik Lingga adalah dirintis oleh umat awam. Umat awam yang dimaksud adalah para perantau dari Flores yang datang dengan perahu layar. Tujuan utama mereka adalah menacari rinngit Malaysia dan dollar Singapura. Tetapi karena satu dan lain hal, terpaksa mereka turun dan menetap di pulau-pulau di wilayah Kabupaten Lingga ini. Meskipun rata-rata mereka adalah tamatan SR dan lebih banyak lagi buta huruf, tetapi komitmen mereka terhadap iman katolik sangat militan. Setiap hari minggu mereka selalu berkumpul sekadar doa Rosario atau ibadat sabda. Kemudian mereka mulai membanggun kapel-kapel sederhana sebagi rumah doa hampir di setiap pulau dimana mereka diami.
·         Pada tahun 1970 para misionaris SSCC yang bertugas di Tanjung pinang, Bintan mendengar kabar bahwa di Lingga ada umat katolik dengan jumlah yang cukup banyak. Maka tahun 1970 an para pastor dua kali setahun turun ke wilayah lingga untuk melayani dan mendata umat di sana. Pada tahun 1980 an mulai intensifkan lagi pelayanan di wilayah lingga tiga bulan sekali kunjungan pastoral. Karena umat di wilayah ini semakin berkembang, maka  pada tahun 2000 ada pastor tinggal menetap di Pulau Ujung Beting  dan setiap  bulan keliling melayani umat di pulau-pulau wilayah kabupaten Lingga. Pada tahun yang sama itu juga mulai didirikan sekolah dan tiga tahun kemudian didirikan asrama untuk menampung anak-anak yang sekolah di SD tersebut.
·         Kami tiem pastores dan seluruh umat Lingga menyadari bahwa keberdaan Gereja Katolik Lingga sebagai paroki sebenarnya belum layak. Apabila dibandingkan dengan daerah lain wilayah keuskupan kami sendiri atau keuskupan lain, keberadaan paroki kami lebih cocok dikatakan stasi yang sedang belajar merangkak. Sebab hampir disemua lini kehidupan, entah jasmani dan rohani masih mengalami kekurangan. Namun, satu hal yang membuat kami semangat adalah slogan Gereja Katolik, “option for the poor”. Keberpihakan kepada kamu kecil, miskin dan terbelakang adalah hakekat panggilan Gereja Katolik. Kami merasa wajib untuk meneruskan warisan para awam yang telah merintis dengan peluh dan keringat membangun gereja dari segala kekurangan dan keterbatasanya.

Institusi
Pembagian Tugas dan Tanggungjawab tiem pastoral Paroki St. Carolus Boromeus sampai saat ini berjalan dengan baik. Koordinasi dan komunikasi diantara tiem pastoral sejauh ini masih berjalan normal. Penganggungjawab utama adalah pastor paroki dan dibantu oleh beberapa tenaga pastoral lainnya, yakni pastor pembantu, katekis, pegawai secretariat paroki, suster dan ketua-ketua KBG. Setiap tiem sudah memiliki perannya masing-masing, misalnya pastor melayani sakramen dan katekese. Katekis memberikan pembinaan iman dan mengurus koperasi credit union. Suster mempunyai tugas utama sebagai tenaga medis. Secretariat paroki menugurus administarasi paroki. Ketua-ketua KBG mendampingi langsung follow up dari program pastoral untuk komunitasnya masing-masing. Tiem pastoral ini disamping memiliki tugas utama, tiem juga membantu tugas lain, seperti pembinaan iman anak dan remaja, pendampingan orang muda.
Untuk menghindari tumpangtindih dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawab maka komunikasi dan kordinasi diantara tiem tetap dan perluh dijaga dengan baik. Namun, karena pemahaman yang minim, khususnya ketua-ketua KBG, sering menimbulkan permasalahan dalam pelakasanaan  tugas dan tanggungjawab. Oleh karena itu, tiem pastoral paroki terus bekerja keras untuk menyederhanakan bahan pastoral dan menyampaikan dengan bahasa sederhana yang dapat ditanggkap oleh umat.
Sebagai bagaian dari tiem pastoral, saya berusaha menjalankan tugas dengan biak sejauh kemampuan saya.  Setiap tugas pastoral yang saya jalankan, pertama-tama saya menghayati sebagai pelayanan. Melalui pelayanan ini, fungsi dan eksistensi keimamatan saya menjadi nyata. Strategi yang kami lakukan agar masing-masing tugas dapat bersinergi dengan baik adalah saling mendukung dan mengisi setiap tugas pastoral yang kami lakukan. Kami masing-masing menyadari betul kekurangan dan kelebihan kami, maka kehadiran setiap pribadi dalam tiem sebagai penyempurna yang masih kurang dan memberi spirit bagi kelebihan yang ada untuk terus maju dan berkembang.
Relasi Institusi dengan Umat
Umat adalah subyek utama karya pastoral. Tugas pelayanan pastoral yang dikembangkan oleh paroki adalah berasal dari umat, oleh umat dan untuk umat, sesuai dengan tema sinode II Keuskupan Pangkalpinang, “Umat Allah Keuskupan Pangkalpiang Semakin berpartisipatif dan Berpusat Pada Kristus”.
Memberikan dorongan dan semangat kepada umat untuk terus maju dan memberikan apresiasi terhadap karya dan usaha umat, entah sekecil apapun. Ungkapan klasik yang sering kami pakai adalah, “kalian pasti bisa”.
Menanamkan kesadaran dalam diri bahwa rekan kerja adalah bagian dari usaha dan perjuangan kita. Oleh karena itu, kehadiran mereka menjadi penting dan bermanfaat bagi tugas dan pelayanan. Menumbuhkan kesadaran untuk memberikan dorongan dan apresiasi terhadap keberhasilan rekan kerja. Membangun komunikasi dan koordinasi yang baik dengan rekan kerja. Membuat evalusia bulanan terhadap tugas dan tanggungjawab yang telah dilaksanakan dan merencanakan bersama kegiatan-kegiatan yang akan dilakuka.
Relasi saya dengan uskup dan rekan-rekan imam lahir dari sakramen imamat. Karena merupakan anugerah Roh Kudus, maka sakramen imamat dihadiakan bagi imam untuk membangun persekutuan dan persudraan di dalam komunitas  umat berimn untuk perutusan. Ekaristi yang dipersembahkan oleh imam, komunio tercipta dan melalui ekaristi komunio dialami. Karena itu, saya menyadari bahwa panggilan untuk membangun komunio dan  persaudaraan dengan umat beriman lahir dari imamat dan ekaristi. Wujud dari membangun komunio adalah memberdayakan partisipasi umat untuk mengalami komunio dengan kristus, memberdayakan umat untuk saling berbagi iman dan hidup, memberdayakan umat untuk ambil bagian dengan cara masing-masing dalam aneka tugas pelayanan pastoral.

Pelaku
Hal-hal yang perluh ditingkatkan untuk mendukung tugas pelayanan adalah:
·         Pendidikan karakter dan intelektual, serta menggembangkan ekonomi umat adalah hal penting untuk mendukung pelaksanaan tugas karya pastoral.
·         Mengusahakan sekuarng-kurangnya 5-10 tahun, generasi muda paroki dapat menamatkan SD dan lanjut ke SLTP atau SLTA.
·         Terus menerus menyadarkan umat untuk gemar menabung melalui program credit union.
·         Melalui pendidikan dan pemberdayaan ekonomi umat, wajah gereja Paroki St. Carolus Boromeus pada suatu saat berubah kearah yang baik.
Visi untuk masa depan karya pelayanan:
Visi tiem pastoral Paroki St. Carolus Boromeus berpedoman pada visi Keuskupan Pangkalpinang hasil sinode II, “Umat Allah Keuskupan Pangkalpinang, dijiwai oleh Allah Tritunggal, bertekad menjadi Gereja Partisipatif”. Visi ini kemudian dijabarkan dalam konteks wilayah paroki, maka ada bebrapa hal yang direncanakan adalah:
·         Umat Paroki St. Carolus Boromeus menyadari dirinya merupakan bagian dari Tubuh Kristus yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik, karena berpartisipasi dalam hidup dan misi Kristus.
·         Umat Paroki St. Carolus Boromeus berpartisipasi dalam hidup Kristus menjadikan mereka sebagai satu keluarga turut ambil bagian dalam kedukaan dan kecemasan, kegembiraan dan harapan para anggotanya.
·         Umat Paroki St. Carolus Boromeus akhirnya diutus  untuk membangun satu kelurga yang dilandasi oleh cinta damai, gotong royong dan kesejateraan hidup bersama.
Hal-hal yang sangat berarti berkaitan dengan tugas pelayanan
·         Secara pribadi saya merefleksikan bahwa sebagai pastor muda yang berkarya di wilayah yang serba sulit membantu saya untuk melatih keratifitas berpikir dan berpastoral.
·         Berpastoral dalam bidang katekese, kesehatan, pendidikan dan ekonomi yang merupakan prioritas  karya pelayanan sangat mendukung dan mengena dengan situasi umat.
Hal-hal yang sangat tidak berarti yang saya rasakan dalam tugas pelayanan adalah:
·         Tidak efektif dan tidak mendidik memberdayakan umat dengan materi. Bantuan berupa materi yang telah kami lakukan ternyata tidak membawa dampak positif apapun untuk mendukung karya pelayanan.
Perubahan menuju sukses untuk kedepan bagi karya pelayanan di Paroki St. Carolus Boromeus adalah:
·         Pendidikan formal dan memberdayakan ekonomi umat.
·         Namun, ada juga penghalang yang agak sulit diselesaikan adalah mentalitas dan karakter umat sebagai nelayan yang selalu ingin hidup berfoya-foya. Sebagian umat tidak merecananakan sesu atu untuk persiapan masa depan. Prisip mereka adalah, “hidup hari ini hanya untuk hari ini, besok akan diusahakan lagi”.