Mengenal Isi Kitab Suci Perjanjian Lama
Haaalooooo....
Guysss.... jumpa lagi ya dengan program “Reading
the Bible is Fun”. Kali ini kita sampai di PART 2. Smoga aj kamu makin
pengen tahu lebih banyak tentang Kitab Suci kita. Yukkk... kita langsung aj
lanjut.....
Pada
program kita di PART 1, kamu semua udah coba dibantu melihat dan memahami
pemahaman umum seputar Kitab Suci, termasuk sejarah terbentuknya Kitab Suci. Terusss....
kita juga udah sedikit singgung isi dari masing-masing kumpulan kitab yang
diterima oleh Gereja Katolik.
Nah....sekarang
kita akan coba mendalami dari masing-masing bagian kitab Suci Perjanjian Lama kita.
Kita akan focus dulu mengikuti dan mencermati sejarah keselamatan dalam Kitab
Perjanjian lama. Jadi harap maklum kalau ntar
trasa jadi sprti blajar sejarah gitu.....
Harap
kamu semua perhatiin peristiwa-peristiwa pentingnya, tempat terjadinya
peristiwa, tokoh-tokohnya, dan terutama alur sejarah keselamatan dari
masing-masing periode masanya. Guysss..... nih aku kasih “rumus” sederhananya,
coba deh kamu baca lebih konsen setiap kata atau kalimat yang ditulis dengan
huruf tebal ya.
1.
Dari Penciptaan sampai Abraham
Guyss.....
gambar yang kamu lihat di samping ini adalah satu lukisan yang menggambarkan
tentang “Kisah Penciptaan manusia pertama”.
Dan kita tahu semua kalau Kitab Suci Perjanjian Lama itu dimulai
dengan Kitab Kejadian. Bagian yang sangat terkenal dari kitab ini adalah
kisah tentang penciptaan semesta.
Kisah ini
ibarat dasar untuk membuat kisah-kisah berikutnya. Kisah penciptaan menjadi
pembuka Kitab Suci, dan sekaligus membuka gambaran tentang sejarah kehidupan
dunia, serta pembuka sejarah penyelamatan umat manusia.
Inilah
kisah awal kehidupan yang dicatat dalam Kitab Suci; dan mengawali seluruh pesan
dalam Kitab Suci baik Perjanjian Lama, yang berlanjut hingga Kitab Perjanjian Baru.
Menurut tradisi kuno, kisah penciptaan ini ditulis dengan bersumber dari wahyu Allah sendiri kepada Musa. Allah memberitahu Musa tentang
bagaimana Ia menciptakan segala sesuatu, dan Musa menceritakan peristiwa penciptaan
itu dalam Kitab Kejadian.
a) Penciptaan yang Baik Keadaannya
Kalau kita perhatikan dengan baik,
kisah yang dituliskan di sana itu Allah menjadikan dunia dan segala isinya selama
enam hari, dan Allah menyebutnya "sungguh amat baik". Haeee.. Guyss yang harus kamu juga tahu maksud
dari perkataan “sungguh amat baik”, itu
bukan maksudnya baik kelihatannya saja atau baik bagian luarnya. Tetapi segala
ciptaan itu membuat hati Allah “berkenan”; atau ciptaan itu “menyukakan” hati
Allah. Jadii..... sekali lagi Guyss
bukan baik dalam keadaan fisiknya ya, tapi baik yang membuat hati Allah
“berkenan”. Mengapa bisa begitu? Ya.... karena ciptaan itu berasal dan datang
dari kehendak (hati) Allah, yang ingin menjadikan
semuanya baik.
Teruss....
disebutkan juga tuh pada hari ketujuh Allah memberkati dan beristirahat dari
segala pekerjaan menciptakan. Sampai akhir kisah ini, kita pun diajak memahami
kalau semua ciptaan itu awalnya memang dari
sejak awal terjadi seperti yang dikehendaki Allah.
Tapi
sebagai catatan juga untuk kita semua, dalam Kitab Kejadian kita menemukan dua
versi kisah penciptaan lho. Pertama, kisah
penciptaan di Kej. 1:1 – 2:4. Pada versi pertama ada urutan yang jelas, mana
yang lebih dulu diciptakan dan mana yang kemudian. Di situ manusia ditempatkan
sebagai puncak dari seluruh peristiwa penciptaan, dengan perlakuan khusus dari
pihak Allah. Kedua, kisah penciptaan
di Kej. 2: 5 – 25. Di versi ini tidak ada urutan kisah penciptaan, tetapi
tentang manusia disebut sebagai yang mengawali dari seluruh kisah penciptaan,
sementara ciptaan lain tidak disebut bagaimana terjadinya. Manusia ditampilkan
secara istimewa bukan hanya sebagai ciptaan, tetapi sekaligus sebagai pelaku
aktif.
Walau
demikian dari kedua versi itu mau menegaskan kalau Manusia (Adam = pria) dan istrinya, yaitu
perempuan (=diambil dari laki-laki)
diciptakan sebagai puncak dari seluruh karya penciptaan (Kej. 1:26-27), dan
sekaligus sebagai yang utama (pertama, penting) dan mendasari seluruh ciptaan
lainnya (Kej. 2:7). Sebab manusia itu terjadi dari gambar dan rupa Allah
sendiri, serta Roh Allah ada dalam dirinya.
Kisah
penciptaan dalam Kitab Suci mau meng-counter
teori modern, yang mengajarkan kehidupan manusia sebagai proses evolusi
yang berjuta-juta tahun lamanya. Teori yang menyingkirkan dan menganggap tidak
benar kalau Allah sendiri yang telah menjadikan semuanya. Kisah penciptaan
dalam Kitab Kejadian menekankan kuasa
Allah atas kehidupan dan sebagai
yang mencipta semesta dari ketiadaan.
Pada kisah
selanjutnya manusia dan istrinya ditempat pada suatu taman yang dinamakan Eden
(sering orang menafsirkan Eden = firdaus atau surga; padahal maksud sebenarnya
bukan itu, tetapi taman yang sebenarnya
dan situasinya). Itulah tempat di mana manusia hidup dengan yang lainnya
dalam rasa damai, sebab Roh Allah tingagal di antara mereka. Di taman itu mengalirlah
satu sungai yang terbelah menjadi empat cabang: Pison, Gihon, Tigris, dan Efrat
(baca Kej. 2:10-14). Manusia dan perempuan dikehendaki untuk mengambil bagian
dalam kuasa Allah, atas segala makhluk di atas bumi.
Manusia
dan istrinya diberkati untuk: Beranak
cucu dan bertambah banyak, memenuhi
muka bumi dan menaklukkannya, berkuasa
atas segala jenis binatang di bumi (baca Kej.1:28). Dan sekaligus manusia
dilindungi dengan hukum yang menjadi dasar untuk bisa hidup dalam keadaan baik
(larangan makan buah pengetahuan akan yang baik dan jahat). Itulah hukum
pertama yang diperkenalkan Allah kepada manusia dan istrinya. Rumusannya
singkat, “kalau taat akan tetap hidup, tidak taat berarti mati”. (baca Kej.
2:16-17).
Skandal Keberdosaan
1) Manusia pertama dan Istrinya
Dalam Kitab Kejadian direkam ada dua kali
terjadi skandal serius, yang kemudian menjatuhkan manusia ke dalam dosa. Ada
alasan yang sama disebut untuk kedua skandal itu. Skandal Pertama terjadi pada manusia pertama dan Istrinya (Adam –
Hawa). Kisah skandal manusia pertama
dan istrinya melawan perintah Allah, menjadi jawaban atas pertanyaan, mengapa
manusia harus mati dan mengalami banyak penderitaan hidup (baca kej. 3:14-19). Sedangkan
bagi Gereja skandal pertama ini menjadi dasar ajaran tentang dosa asal, yaitu
dosa yang sesungguhnya sudah terjadi dalam diri manusia karena dosa Adam, bukan
sebagai bibit kecenderungan pada dosa.
Peristiwa skandal ini di satu sisi
memang membuat kecewa Allah, tetapi sekaligus di sisi lain menggerakkan hati
Allah untuk melakukan rencana penyelamatan-Nya. Dengan demikian
Guyss............... Kitab Suci telah mencatat dengan jelas, apa yang kita
perlukan untuk mengerti tentang sejarah keselamatan.
Persisi dalam bentuk atau pola berurutan
(berputar) seperti tadi di ataslah, seluruh Kitab Perjanjian Lama ditulis. Begini
lho kira-kira pola urutan yang dimaksud:
Allah
memberkati
– manusia hidup baik – manusia berdosa – Allah menghukum – Allah
berbelas kasih – manusia bertobat
– Allah memberkati dengan perjanjian
– manusia hidup baik, dst.
2) Dua Bersaudara: Kain - Habil
Skandal Kedua terjadi pada keturunan Adam –
Hawa, yaitu skandal dosa pembunuhan pertama kali. Skandal ini terjadi di antara dua orang bersaudara, yaitu Kain dan Habel (baca Kej. 4:1-16).
Mereka itu anak Adam dan Hawa, yang dicatat secara khusus dalam Kitab Suci.
Sekali lagi, alasan yang sama pada skandal pertama terulang, karena iri hati (baca
Kej. 2:4-6).
Tetapi
Guyss...... yang sungguh menjadi sangat menarik tuh karena juga dari katurunan
Adam dan Hawa itu pula nantinya lahir seorang yang memulihkan kembali hubungan
manusia dengan Allah. Dia adalah Enos,
anak dari Set (anak ketiga dari Adam-Hawa, yang lahir ketika Adam sudah berumur
130 tahun. Set disebut pengganti Habel yang mati dibunuh kakaknya). Sejak Enos
itulah orang mulai memanggil nama Tuhan
(baca Kej. 4:25-26). Anak-anak dari Adam-Hawa terus lahir hingga umur Adam 800
tahun, dan meninggal di usia 930 tahun (baca kej. 5:3-5).
3) Nuh yang Dikasihi Allah
Begitulah
Guyss.... keturunan dari Adam-Hawa terus bertambah sampai menjadi bangsa besar,
dan sampai pada keturunan ketujuh dari
Set lahirlah seorang yang sungguh-sungguh benar di hadapan Allah yaitu Nuh, yang adalah anak Lamekh pada usia
500 tahun. Nama Nuh artinya yang mendatangkan penghiburan (dalam susah
payah hidup di tanah yang telah dikutuk
Tuhan). Coba kamu baca kisahnya di kej. 5:28-29. Sementara itu Nuh sendiri
mempunyai tiga anak setelah berumur 500 tahun, yaitu: Sem, Ham, dan Yafet.
Manusia
semakin bertambah banyak. Mereka masing-masing mencari istri, siapa saja yang
disukai dan beranak-pinak. Sehingga Allah menetapkan batas umur manusia hanya
sampai 120 tahun saja (baca Kej. 6:1-4). Rasanya ini mau mengatakan ke kita,
satu alasan mengapa manusia zaman sekarang mempunyai batas umur jauh lebih
pendek daripada orang-orang dahulu ? Keterbatasan
manusia karena usianya semakin diperburuk lagi oleh cara hidupnya sendiri. Disebutkan
kecenderungan hati manusia semata-mata hanya kepada kejahatan.
Ini
semua membuat hati Allah menyesal. Suatu reaksi terbalik dari ketika peristiwa penciptaan.
Kalau dahulu ketika melihat ciptaan Allah sangat berkenan, sekarang ketika
melihat ciptaan Allah sungguh menyesal (baca Kej. 6:5-7). Itu terjadi karena
satu hal “pelanggaran pada hukum Allah”. Dan itu berarti manusia menolak untuk
tetap hidup dalam pengaruh Roh Allah.
Dan
persisi seperti dahulu ketika manusia pertama jatuh ke dalam dosa, sikap Allah
tetap berbelas kasih pada nasib dan masa depan manusia. Allah memilih Nuh. Allah
sangat mengasihani dia, sebab ia seorang yang benar dan tidak bercela, setia
beriman kepada Allah (baca Kej. 6:8-22).
Lalu
ditunjukkanlah kepada semua orang bagaimana cara Allah memelihara hidup Nuh.
Allah memerintahkan Nuh untuk membuat satu bahtera, dan selanjutnya mengumpulkan
segala jenis binatang, tujuh pasang untuk binatang yang tidak haram, dan
sepasang saja untuk binatang haram.
Dengan
demikian terjadilah bencana alam pertama
kali di atas bumi ini berupa air bah selama 150 hari, dan melenyapkan segalanya
yang di atas bumi (baca Kej. 7:1-24). Sesuai janji Allah, Nuh dan keluarganya
diselamatkan. Dalam bulan kedua pada hari yang kedua puluh tujuh bulan itu, Nuh
beserta keluarga dan semua binatang bawaan mengawali kehidupan baru. Dan lahirlah perjanjian antara Allah dan Nuh
(manusia), “tidak akan ada lagi kutukan yang melenyapkan bumi, sekalipun
betapa jahatnya manusia. Selama bumi masih ada tidak akan berhenti pergantian
musim, sehingga manusia bisa menabur dan mendapat makan” (bandingkan dengan kej.
8:1-22). Allah juga mengulangi berkat-Nya
atas manusia, seperti dahulu untuk manusia pertama, “beranakcuculah dan
bertambah banyaklah, serta penuhilah bumi”. Janji itu dimeteraikan dengan suatu
tanda (baca Kej. 9:1-17).
4) Abraham yang Terpilih
Dari
antara ketiga anak Nuh, Ham (bapa suku bangsa Kanaan) adalah satu-satunya yang dikutuk Nuh. Sementara
dua lainnya mendapat berkat. Dari Yafet lahirlah keturunan bangsa-bangsa yang
tinggal di daerah pesisir. Dari keturunan Ham lahirlah bangsa pemburu, dan dari
Sem lahirlah bangsa-bangsa di wilayah pegunungan Timur. Dari keturunan Sem inilah nantinya Abram (Abraham) lahir, yaitu
dari anak Terah yang adalah keturunan kedelapan Sem.
Tetapi
ada episode lain yang disisipkan dan sangat menarik, karena menjadi alasan
mengapa bangsa manusia tersebar ke seluruh penjuru bumi dengan bahasa berbeda
satu-sama lain, sementara mereka dari keturunan yang sama. Disebut dalam Kitab
Suci itu bermula dari peristiwa rencana pembangunan sebuah kota dengan menara
mencapai langit. Allah tidak berkenan, dan menggagalkan rencana itu dengan
mengacaukan bahasa di antara mereka, sehingga mereka tercerai-berai
meninggalkan satu tanah yang mereka diami itu. Dan kota yang ditinggalkan itu disebut Babel, artinya kacau balau atau bingung (baca Kej. 9:18-11:32).
2.
Masa Bapa-bapa bangsa: Abraham, Ishak, Yakub (dan Yusuf)
a) Masa Pertama: Abraham
Masa
ini mulai sekitar tahun 1800 – 1600 sebelum Masehi. Upss...Guysss harap tidak
bingung ya kalau menemukan istilah “sebelum Masehi” (disingkat sM) dan istilah
Masehi (disingkat M). Itu untuk menandai periode waktu. Periode tahun Masehi
(M) dimulai dengan tahun 1, dan waktu itu juga berakhirlah periode tahun
sebelum Masehi (sM). Lantas kapankah mulainya periode tahun sebelum Masehi itu
? Tentu saja harus dihitung mundur dari tahun 1. Contohnya dimulainya peradaban
china yaitu 2000 sM artinya 2000 tahun sebelum tahun 1. Jadi patokan tahun
Masehi itu dimulai dari tahun 1, dan setelah hitungan dari tahun 1 kita katakan
sebagai tahun Masehi. Sedangkan tahun yang sebelum tahun 1 dikenal dengan tahun
sebelum Masehi.
Jadiii.....
Guyss.... pada masa Bapa-bapa Bangsa, orang-orang hidup dalam kelompok-kelompok
suku dengan satuan sosialnya keluarga (ada orang tua, anak lelaki dengan
keluarganya, dan sejumlah pembantu). Kepala
keluarga memegang kewibawaan dan
kuasa yang besar terhadap seluruh anggota keluarga. Mereka tinggal di
tenda-tenda dan berpindah-pindah (seminomad),
hidup dari kawanan kambing-domba-keledai, dan berkeliling di antara daerah agak
kering (stepa) berupa perladangan dan
padang gurun. Para ahli Kitab Suci modern menyebut keadaan sosial ekonomi yag
sulit inilah yang dipakai Allah dalam kisah panggilan Abram (baca Kej.
12:10-20, kisah Abram melakukan barter dengan Firaun (= raja), untuk
mendapatkan ternak dan budak dengan memberikan Sarai kepada Firaun).
Seperti
sudah dikatakan sebelumnya Abram dari keturunan kedelapan Sem, yaitu anak Terah.
Kisah Abram dan panggilannya adalah
pangkal sejarah keselamatan yang diadakan Allah, melalui keturunannya yaitu
Bangsa Israel. Menurut keyakinan iman umat Israel, dan umat Kristen (Israel
yang baru); Allah sendiri bertindak untuk menyelamatkan dunia dan umat manusia
melalui sejarah penyelamatan, yang dibuka dengan panggilan Abram dan memuncak
dalam diri Yesus Kristus.
Kisah
situasi para Bapa bangsa Israel (Abram, Ishak, Yakub dan Yusuf) terangkum dalam
Kej. 12-50 (coba baca dengan teliti). Kisah panggilan Abram bermula dari Firman
Allah kepadanya, supaya pergi dari negeri leluhurnya (kota Ur-Kasdim – di
wilayah Mesopotamia) dan berangkat ke suatu negeri (Kanaan) yang akan
ditunjukkan kepadanya. Abraham menanggapi
panggilan Tuhan dan sejak itu dimulailah
proses pengenalan Allah, selangkah demi selangkah. Allah menyesuaikan diri
dengan situasi kebudayaan dan daya tangkap mereka yang dipanggil-Nya. Firman
Allah ini sekaligus mengandung janji bahwa Abram akan dijadikan bangsa besar
(keturunan banyak) dan termasyur, serta menjadi berkat bagi seluruh kaum di
muka bumi (jaminan berkat perlindungan). Maka brangkatlah Abram bersama ayahnya
Terah, dan dibawa pula Sarai istri Abram yang mandul itu, juga cucu Terah
si-Lot.
Sesampai
di daerah yang bernama Haran, Terah mati (205 th). Dari Haran dengan membawa
istri, keponakan dan segala harta juga orang-orang yang didapat selama di
Haran, berangkatlah Abram ke Kanaan. Belum juga sempat masuk ke Kanaan, hampir
seluruh negeri itu dan sekitarnya dilanda kelaparan yang hebat, dan
mengungsilah Abram ke Mesir. Demikianlah berturut-turut mereka berpindah dari
tempat satu ke tempat lain, dan belum juga Abram mempunyai anak. Dari Mesir
Abram memperoleh selain ternak juga sejumlah pembantu atau budak, yang salah
satunya adalah Hagar. Setelah lama belum juga ada anak, Sarai memberikan Hagar
kepada Abram untuk mendapat keturunan dan lahirlah Ismael (seorang laki-laki
yang prilakunya seperti keledai liar, penuh dengan permusuhan – baca Kej. 16).
Setelah
Abram berumur 99 tahun, Allah kembali membuat perjanjian dengan Abram bahwa ia
akan dijadikan bapa sejumlah besar bangsa. Dan mulai saat itu Abram diberi nama baru, Abraham, oleh
Allah. Dari pihak Allah akan memberikan
keturunan yang sangat banyak dan Ia akan menjadi Allah Abraham serta seluruh keturnannya. Sedangkan dari pihak Abraham, Allah mau supaya ia
dan keturunannya tetap setia menjadi
umat Allah, dengan bukti sunat
yaitu mengerat kulit katan Abraham dan setiap anak laki-laki (umur 8 tahun) dari
seluruh keturunan Abraham, juga termasuk setiap anak laki-laki yang didapat
Abraham dengan cara dibeli (budak). Demikian juga Sarai istri Abraham sejak itu
diberi nama Sara (= ibu bangsa-bangsa) oleh Allah. Tentang keturunan Allah berjanji bahwa Sara
akan melahirkan seorang anak laki-laki yang harus diberi nama Ishak (= Allah
telah membuat aku tertawa). Pada saat yang sama Allah juga meminta pendapat
Abraham tentang rencana Allah untuk memusnahkan
kota Sodom dan Gomora, sebab kedua kota itu telah menjadi sarang
kebejatan dan keberdosaan. Kedua kota ini dikutuk Allah karena ternyata tidak
10 orang pun dari seluruh penduduk kota itu yang takut kepada Allah. Sementara
Abraham dan keluarganya, beserta keluarga Lot diselamatkan, kecuali istri Lot
menjadi tiang garam (baca Kej. 17-21)
b) Masa Kedua: Ishak
Kelahiran
Ishak menjadi babak kedua masa Bapa-bapa
bangsa. Dengan lahirnya Ishak menjadi alasan Abraham untuk mengusir Hagar
dan anaknya, yang kemudian keduanya tinggal di padang gurun dan Ismael menjadi
seorang pemanah. Sementara tentang Ishak anak Abraham dari Sara ditetapkan
Allah menjadi tanda perjanjian dari pihak yang tak terbatalkan. Itu terjadi
setelah kesetiaan Abraham diuji Allah, yaitu untuk mempersembahkan anak
tunggalnya menjadi kurban bakaran. Setelah Abraham sangat lanjut usia, dan
sementara Sara sudah meninggal di usia 127 thn; Ishak dinikahkan dengan seorang
wanita terpuji, Ribka anak Betuel yang adalah masih kerabat dekat Abraham yang
tinggal di kota Nahor – Mesopotamia. Abraham meninggal di usia 175 thn dan
dikubur di samping kubur istrinya Sara di dalam gua Makhpela sebelah timur
Mamre. Dari perkawinan Ishak dan Ribka cukup lama tidak ada keturunan, namun
setelah berdoa kepada Allah Ribka pun mengandung anak kembar, yang sejak dari
kandungan telah saling bertolak-tolakan. Keduanya adalah Esau dan Yakub, yang
nanti akan melahirkan dua bangsa besar yang saling bemusuhan sejak dari
kandungannya. Anak yang pertama lahir diberi nama Esau (berbulu), sebab seluruh tubuhnya berbulu dan anak kedua
diberi nama Yakub (ia memegang tumit), karena saat lahir memegang tumit Esau.
Kelak Esau menjadi seorang yang pandai berburu dan suka tinggal di padang,
sementara Yakub seorang yang tenang dan suka tinggal di kemah.
c)
Masa Ketiga: Yakub
Masa
hidup Yakub menandai babak ketiga masa
bapa-bapa bangsa. Bermula dari Firman Tuhan, Esau akan menjadi hamba bagi
Yakub. Dan hal itu terbukti benar sejak Esau dua kali melepaskan hak
kesulungannya, pertama Esau
menukarnya dengan makanan dari Yakub, dan kedua
Yakub mencuri berkat kesulungan Esau dari Ishak ayah mereka. Sejak itu kedua
bersaudara itu bermusuhan.
Atas
bujukan Ribka, Ishak menyuruh Yakub pergi ke Mesopotamia, yaitu ke padan-Aram
(Mesopotamia) untuk mengambil istri dari
sana (Lea dan Rahel anak Laban). Dalam perjalananya itu Yakub tiba di suatu
padang Lus dan bermalam di situ. Ia bermimpi melihat tangga dengan ujung sampai
ke langit. Itulah tempat di mana gerbang surga berada, maka setelah bangun
dibuatlah tugu penyembahan bagi Allah dan tempat
itu diberinya nama Betel. Ia berjanji bila Allah melindunginya selama
perjalanan, kelak Yakub akan mendirikan di situ rumah Allah.
Dari
antara kedua istrinya (Lea dan Rahel) Yakub lebih mencintai Rahel, tetapi Allah
menutup kandungannya dan membuka kandungan Lea. Dari Lea berturut-turut
lahirlah: Ruben, Simeon, Lewi, Yehuda, Ishakar dan Zebulon. Karena rasa iri
hati, Rahel memberikan budaknya (Bilha) ke Yakub untuk mendapat anak baginya.
Dari Bilha lahirlah: Dan, Naftali. Karena setelah melahirkan Zebulon kandungan
Lea pun tertutup, maka ia memberikan budaknya (zilpa) kepada Yakub dan dari
Zilpa lahirlah: Gad, Asyer. Beberapa
saat kemudian ingatlah Allah akan Rahel dan dibukanyalah kandungannya sehingga
lahirlah Yusuf. Setelah kelahiran Yusuf, Yakub meminta kepada Laban mertuanya,
supaya boleh pergi kembali ke tanah leluhur dengan membawa kedua istri,
anak-anak dan segala kepunyaannya.
Setibanya
keluarga Yakub di sungai Yabok, setelah menyeberangkan seluruh keluarga dan
miliknya, Yusuf bergulat dengan seorang laki-laki hingga fajar menyingsing. Karena tidak bisa
mengalahkan Yakub, dipukullah oleh orang itu sendi pangkal paha Yakub hingga terpelecok.
Ternyata laki-laki itu adalah Allah sendiri, dan sejak itu Yakub diberi nama baru Israel, sebab ia telah bergumul melawan
Allah dan manusia, dan ia menang. Yakub menamai tempat itu Pniel (= aku telah
melihat Allah berhadapan muka, tetapi nyawaku tertolong). Itu alasan orang
Israel tidak memakan daging yang menutupi sendi pangkal paha (baca kej. 21-32).
Dalam perjalanan berikutnya, Rahel melahirkan anak kedua dan diberi nama
Ben-oni, tetapi Yakub menamainya Benyamin. Karena kelahiran yang sulit,
meninggallah Rahel dan dikubur di sisi jalan ke Efrata, yaitu Betlehem. Jadi
ada 12 orang anak Yakub atau Israel. Nama keduabelas orang anak israel itulah
yang nantinya disebut sebagai 12 suku keturunan Israel. Dari keduabelas anaknya
itu, kedua anak yang lahir dari Rahel (Yusuf dan Benyamin) mendapat kasih yang
lebih besar di hati Yakub (Israel) daripada lainnya, dan itu membuat anak-anak
lainnya iri hati.
d) Masa Keempat: Yusuf
Selanjutnya
kisah hidup Yusuf bisalah disebut babak
keempat masa bapa-bapa bangsa. Yusuf dikarunia oleh Allah kemampuan
menafsirkan mimpi dan penglihatan kemasa depan lewat mimpi. Iri hati para saudaranya mengakibatkan
rencana kejahatan untuk mencelakakan Yusuf. Demi menggagalkan rencana itu,
Yehuda mengusulkan untuk menjualnya saja. Yusuf dijual ke orang Ismael dari
Midian seharga 20 syikal perak lalu dibawa ke Mesir. Dari tangan orang Midian,
dijuallah Yusuf ke Potifar, seorang pegawai istana Firaun, sebagai budak.
Tuhan
menyertai Yusuf, sehingga selalu berhasil dalam pekerjaannnya. Ia sangat
dikasihi dan diberi kuasa atas milik tuannya. Karena birahi istri tuannya,
Yusuf diberi tuduhan palsu dan dipenjarakan. Kemampuannya menafsir mimpi
membuatnya berjumpa dengan Firaun dan Yusuf dipercaya sebagai pemegang kuasa
atas seluruh tanah Mesir. Yusuf diberi
nama baru Zafnat-Paaneah oleh Firaun, dan diberi pula Asnat anak Potifera,
seorang imam di On, sebagai istrinya. Saat itu umur Yusuf 30 tahun. Dari Asnat
Yusuf mempunyai dua anak manasye (= Allah telah membuatnya lupa pada kesukaran
dan rumah bapanya) dan Efraim (= Allah telah memberinya anak di negeri
kesengsaraan).
Seperti
ditafsirkan dari mimpi Firaun, terjadilah kelaparan dasyat selama tujuh tahun
di seluruh negeri, setelah masa kemakmuran selama tujuh tahun. Sementara di
Mesir tetap berlimpah makanan. Peristiwa itu membuka jalan bagi Yusuf untuk
berjumpa kembali dengan saudara-saudara dan ayahnya, Israel, yang sangat
dicintainya. Sebab ketika itu, saudara-saudara Yusuf pun harus mengadu nasib ke
Mesir. Akhirnya Israel dan seluruh keluarganya tinggal di Mesir berkat Yusuf.
Mereka diam di tanah Rameses dengan kecukupan makanan. Setelah Israel meninggal
di usia 147 tahun, Yusuf tetap tinggal di Mesir hingga kematiannya saat berumur
110 tahun.
3.
Mesir – Keluaran – Sinai
Periode
ini dimulai kurang lebih tahun 1275 - 1225 sM. Tokoh yang menonjol pada masa
ini adalah Musa, yang adalah anak
dari suami-istri dari keluarga Lewi. Pada masa ini juga diwahyukan nama Allah yang baru, yaitu Yahweh (baca kel. 3). Nama
Yahweh dari bahasa Ibrani hayah, artinya “ada”, dengan maksud “berada
atau hadir secara aktif demi umat-Nya”.
Pewahyuan
ini berhubungan dengan peristiwa pembebasan bangsa Israel dari mesir. Yahweh pertama kali menunjukkan kesetiaan-Nya,
dengan sudah menepati janji yang pertama kepada Abraham yaitu keturunan yang
banyak; dan selanjutnya Ia juga yang akan menepati janji kedua yaitu
mengenai tanah Kanaan sebagai tanah air keturunan Abraham. Peristiwa pembebasan menjadi dasar agama Israel dan pengakuan iman
mereka, bahwa Yahweh selalu ada bagi Israel dan Yahweh Allah yang telah
membebaskan mereka dari mesir (baca lengkap pada Keluaran 1-40).
Pada
masa Empat ratus tahun setelah Yusuf memboyong keluarganya pindah ke Mesir.
Setelah kematian Yusuf, di Mesir tampillah seorang Firaun yang tidak mengenal
Yusuf dan ia mulai menindas keturunan Israel, yang sedemikian banyak jumlahnya.
Mereka tidak hanya dijadikan budak tetapi juga setiap anak laki-laki yang lahir
dari antara mereka harus dibunuh. Sifra dan Pua adalah dua orang bidan Mesir
yang diberi perintah oleh Firaun untuk membunuh bayi-bayi Israel, tetapi
keduanya menolak karena takut akan Allah. Sementara itu pasangan suami-istri dari
keluarga Lewi melahirkan anak ketiga, seorang bayi laki-laki. Karena takut
kepada Firaun, setelah berumur tiga bulan dihanyutkanlah bayi itu di sungai Nil
pada sebuah peti (keranjang) pandan. Ibu bayi itu meminta kedua saudaranya
(Miriam dan Harun) mengawasi. Keranjang rotan dan bayi itu ditemukan oleh
puteri Firaun. Diambillah bayi itu dan dicarikan inang pengasuh, seorang Ibrani
(ibu bayi itu sendiri). Setelah berumur tiga tahun dikembalikanlah anak itu ke
putri Firaun dan diberi nama Musa (= diangkat dari air). Musa yang tumbuh di
lingkungan istana Firaun, tetapi berdarah dan berjiwa suku Ibrani.
Panggilan
Allah bagi Musa berawal dari peristiwa ketika ia telah dewasa dan melihat kerja
paksa saudara-saudara sebangsanya. Kejadian pemukulan seorang Mesir terhadap
seorang Ibrani, mendorongnya untuk membunuh orang Mesir tersebut. Sejak itu
Musa melarikan diri ke tanah Midian dalam pengejaran Firaun. Selanjutnya
dikisahkan Musa berjumpa dengan Yitro (seorang imam Midian) yang mempunyai
tujuh anak perempuan. Salah satu dari mereka adalah Rahuellah Zipora (Rahuel),
yang kemudian diberikan kepada Musa sebagai istrinya. Dari Rahuel lahirlah
Gersom (= pendatang di negeri asing). Ratapan orang Israel atas penindasan yang
dialami, menggerakkan hati Allah untuk mengingat perjanjiannya dengan Abraham,
Ishak dan Yakub. Allah memperhatikan orang Israel dengan memanggil Musa, yang
ketika itu sedang menggembalakan kambing domba Yitro di gunung Allah, Horeb.
Ini peristiwa pertama kali Allah menampakkan dan memperkenalkan diri pada Musa
dalam rupa semak duri menyala. Allah menyebut diri sebagai Allah Abraham, Allah
Ishak, dan Allah Yakub. Allah ingin Musa membawa orang Israel ke luar dari
mesir ke tanah yang berlimpah susu dan madu; dan ketika kelak Musa dan dan
orang Israel telah bebas dari mesir mereka akan beribadah kepada Allah di
gunung Horeb. Dengan bekal kuasa membuat tiga mukjizat (tongkat menjadi ular,
mukjizat kusta pada tangan, dan mengubah air sungai Nil menjadi darah); Musa
diyakinkan Allah sendiri untuk membuat orang-orang Israel percaya kepadanya.
Keberatan Musa karena tidak fasih berbicara, menimbulkan marah Allah dan
diberikanlah Harun (saudara kandungnya) sebagai penyambung lidah bagi Musa
(baca kel. 1-4:17).
Kemarahan
Allah atas banyak alasan dan keberatan Musa sempat membuat Allah ingin membunuh
Musa. Hal itu terjadi ketika dalam perjalanan ke Mesir, Allah memakai Zifora
untuk rencana-Nya. Namun Zifora tidak mau melakukan dan memilih untuk
menjadikan Musa sebagai “pengantin darah”
baginya. Sambil membawa keluarganya sendiri, Musa ke mesir menjumpai Harun dan
keduanya menghadap Firaun dengan peringatan seperti yang telah dikatakan Allah
kepada Musa. Berulang kali Musa dan harun meminta supaya Firaun membiarkan
orang-orang Ibrani keluar dari Mesir, tetapi sebanyak itu pula Firaun menolak
dan menindas lebih kejam lagi. Demikian pula orang-orang Ibrani tidak
mendengarkan Musa. Hingga Allah sendiri menurunkan sepuluh tulah (air menjadi darah, katak, nyamuk, lalat pikat,
penyakit sampar pada ternak, barah [gelembung air-nanah pada tubuh manusia dan
binatang], hujan es, belalang, gelap gulita, dan anak sulung mati) atas bangsa
Mesir sebagai peringatan keras bagi mereka.
Menjelang berakhirnya masa
perbudakan di Mesir, Allah menetapkan aturan peribadatan yang harus dipelihara
dan dilaksanakan oleh seluruh orang Israel, dan juga
oleh orang asing yang telah disunatkan dan diterima sebagai bagian dari orang Israel.
Allah menetapkan tentang peraturan perjamuan Paskah (= Tuhan lewat – dan dengan
kekuatan tangan-Nya Tuhan membawa keluar israel dari perbudakan di Mesir) atau
hari roti tak beragi; dan penetapan hari sabat sebagai hari Tuhan di mana orang
tidak boleh bekerja, kecuali menyiapkan sekedar yang dibutuhkan untuk makan
(baca Kel. 12:1-39. 43-50).
Pada
akhirnya, dengan bimbingan tiang awan pada siang hari dan tiang api pada malam
hari Israel dituntun Allah keluar dari Mesir, melewati jalan di padang gurun
menuju Laut Teberau. Dan Musa sambil membawa tulang-tulang Yusuf memimpin
peristiwa keluaran itu. Peristiwa pembebasan sungguh menjadi kisah legendaris
yang sangat melekat di hati bangsa Israel, khususnya ketika dengan kuasa Allah,
Musa membelah Laut Teberau hingga menjadi tanah kering bagi Israel, sementara
bagi Firaun dan tentaranya Laut Teberau telah menjadi kuburan masal.
Ketika
menyaksikan atas segal yang sudah lakukan, Miryam (saudara perempuan Harun dan
Musa) memimpin para wanita menyanyikan puji-pujian sambil menabuh rebana.
Warisan pujian bangsa Israel atas peristiwa dasyat itu sekarang kita lanjutkan dalam
bentuk madah paskah, yang setiap perayaan malam Paskah setelah bacaan III dari
Kitab keluaran 14:15 – 15:1 selalu kita nyanyikan.
Setelah
peristiwa pembebasan, terjadilah beberapa kali sungut-sungut dan pikiran jahat
orang Israel. Sungut-sungut pertama,
ketika setelah selama tiga hari dalam pengembaraan dari tepi Laut Teberau
melewati padang gurun Syur, tidak menemukan air untuk diminum, kecuali hanya
sebuah kolam air payau di Mara yang pahit rasa airnya. Sungut-sungut kedua, setelah dari Elim dan tiba di
gurun Sin (di antara Elim dan Gunung Sinai), orang Israel kehabisan bekal roti.
Keluhan dijawab Allah dengan menurunkan roti “manna” dari langit pada pagi hari
dan burung puyuh pada petang hari. Sungut-sungut ketiga, dalam perjalanan dari gurun Sin mereka kehabisan air untuk
orang-orang maupun untuk ternak mereka. Allah memberi air dari gunung batu di
Horeb. Tempat itu kemudian dinamai Masa dan Meriba, karena Orang Israel sudah
bertengkar dan mencobai Tuhan dengan berkata, “adakah Tuhan di tengah-tengah
kita atau tidak?” (baca Kel. 15: 22 – 17:7).
Pada
bulan ketiga orang Israel sampai di
padang gurun Sinai. Di tempat
inilah terjadi peristiwa-peristiwa penting. Di antaranya Allah menegaskan perjanjian-Nya, jika Israel sungguh berpegang
pada Firman dan perjanjian dengan Allah, maka Israel akan dijadikan harta kesayangan Allah sendiri dari antara segala
bangsa. Israel akan dijadikan kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Untuk
maksud itu, Allah memberikan 10
perintah-Nya untuk ditaati.
Selain
itu masih ada lagi peraturan-peraturan lain yang diberikan untuk orang Israel
(yaitu tentang: Kebaktian, budak ibrani, jaminan nyawa sesama, jaminan harta
sesama manusia, orang-orang yang tidak mampu, dosa yang keji, hak-hak manusia,
dan hari-hari raya). Pada kesempatan lain, Allah memanggil lagi Musa dan Yosua (dia adalah keturunan dari suku
Efraim yang sebelumnya bernama Hosea bin Nun, nantinya dia terpilih sebagai
salah satu dari 12 pengintai ke Kanaan dan saat itu Musa mengganti namanya
dengan Yosua) naik ke puncak Sinai. Allah ingin memberikan dua loh batu yang padanya tertulis hukum
dan perintah, untuk diajarkan kepada orang Israel.
Selain
dua loh batu itu, Allah menyuruh Musa untuk mendirikan baginya kemah suci dan
tabut perjanjian, lalu aturan tentang roti sajian dan tentang kandil lampu dari emas murni (tentang
kandil inilah yang sering menjadi dasar perdebatan antara Gereja Katolik dan
Protestan, menyangkut jumlah kitab dalam Kitab Suci PL [baca Kel. 25:31-40].
Protestan memakai perikop itu untuk mengatakan kitab PL hanya berjumlah 38,
karena mereka membuang ayat 37 pada perikop itu. Sedangkan Katolik menegaskan
ada 45 kitab PL, dengan menafsirkan ayat 37 sebagai simbol 7 kitab Deuterokanonik yang tidak boleh
ditinggalkan atau dalam tafsiran berikut terang lampu itu adalah simbol Roh Kudus.) Selain itu, ada juga aturan
tentang busana peribadan untuk para imam, lalu cara penahbisan imam dan
sebagainya.
Setelah
itu, Musa dan Yosua turun sambil membawa dua loh batu itu. Tetapi karena Musa
terlalu lama di puncak Sinai, bosanlah orang Israel menunggu dan mereka
mendesak Harun untuk membuat “allah” yangg bisa mereka lihat dan berjalan di
antara mereka. Maka mereka membuat anak
lembu emas tuangan, dari bahan perhiasan emas yang ada pada mereka. Dengan
itu Israel sungguh telah berdosa berat, karena mengingkari perjanjian yang baru
saja diingatkan Allah. Sebagai peringatan Musa menghancurkan dua loh batu yang
ada di tangannya dan membakar patung anak lembu emas tuangan. Pelanggaran itu
harus dibayar dengan nyawa, sebagai bentuk pembersihan, maka musa mengumpulkan orang-orang
yang masih mau setia kepada Allah (keturunan bani Lewi) lalu membinasakan semua
yang tidak setia kepada Allah.
Sejak
saat itu Allah bersumpah tidak akan pernah lagi berjalan di antara orang
Israel, sebab di mata Tuhan mereka adalah bangsa yang tegar tengkuk. Sebagai
gantinya Musa diperintahkan untuk membangun kemah suci, dan memahat dua loh
batu, lau membawanya ke puncak Sinai. Di sana Musa tinggal selama 40 hari dan
40 malam untuk menulis ulang 10 perintah Allah pada dua loh batu itu. Itulah kelak
sebagai tanda kehadiran Allah di antara bangsa Israel. Demikianlah dibuat dan
diselesaikan Musa segala yang diperintahkan Allah kepadanya (baca Kel. 19-40).
4.
Perebutan Kanaan – Zaman Hakim-hakim
Masa ini mulai sekitar tahun 1225 –
1030 sM. Sejumlah tokoh terkemuka dan sangat menonjol perannya antara lain:
Yosua dan sejumlah orang Israel yang dipanggil Allah sebagai hakim atas bangsa
itu (di antaranya yang terkenal adalah: Gideon, Debora, Barak, Yefta, Simson
dan Samuel). Yosua berperan penting memimpin Israel memasuki, merebut dan
menduduki Kanaan. Sementara itu para
hakim berperan penting sebagai pemimpin karismatis dalam usaha pemurnian
kembali hidup beriman bangsa Israel (sebab setelah Israel menjalani hidup
di Kanaan, tidak bisa dihindarkan lagi merekapun pelan-pelan terpengaruh dengan
segala bentuk kebiasaan orang Kanaan dan bangsa-bangsa sekitar). Selain peranan
di atas, “Hakim” juga dimaksudkan sebagai gelar dan otoritas bagi seseorang yang
secara khusus diberi wewenang untuk
menyelesaikan segala persoalan entah menyangkut keamanan dari bangsa sekitar,
atau juga persoalan internal di antara suku-suku Israel sendiri. Kekuasaan
Hakim terbatas pada satu atau beberapa suku saja.
1. Perebutan Kanaan
Sebelum ke periode zaman
hakim-hakim, masih tersambung satu bagian penting sebagai pelaksanaan janji
kedua Allah bagi segenap keturunan Abraham, Ishak dan Yakub, yaitu memasuki
negeri yang berlimpah susu dan madu, Kanaan. Belum jauh meninggalkan
Sinai,
orang Israel kembali bersungut-sungut dan mengeluh. Mereka merasa bosa hanya
makan manna; mereka ingin daging, ikan, buah-buahan, dan sayur-mayur. Sikap
serakah dan rakus yang nanti membuat mereka terhukum dan mati. Allah menjawab
dengan menyediakan burung puyuh yang bertumpuk di sekitar perkemahan mereka
hingga tiga meter tingginya. Orang Israel yang rakus berebut memperoleh
sebanyak-banyaknya tanpa mengucap syukur kepada Allah. Allah menghukum mereka
dengan tulah. Tempat itu dinamakan Kibrot-Taawa, artinya kubur untuk mereka
yang rakus (baca Bilangan 11:4-23. 31-35). Hati jahat dan iri hati juga ada
pada Harun dan Miryam (saudara kandung Musa). Mereka mempertanyakan kelebihan
Musa daripada orang lain, dan memperguncingkan tentang perempuan Kush yang
diperistri Musa. Allah marah dan mengutuk Miryam sehingga tubuhnya penuh kusta
dandikucilkan 7 hari di luar kemah orang
Israel (baca Bil. 12:1-15).
Ketika
berkemah di padang gurun Paran, Allah menyuruh Musa memilih 12 orang mewakil 12
suku Israel untuk menjadi pemimpin, yang akan ditugaskan sebagai pengintai ke
Kanaan. Satu di antaranya Hosea bin Nun (suku Efraim). Musa mengganti namanya
dengan Yosua (kelak dialah yang terpilih memimpin Israel masuk Kanaan). Dari hebron,
para pengintai melihat tempat itu ditinggali oleh tiga suku (Ahiman, Sesai, dan
Talmai) keturunan Enak, yaitu suku dengan perawakan tinggi, besar dan berotot
kuat. Namun di sana berlimpah hasil bumi, sungguh negeri yang berlimpah susu
dan madu.
Kabar
ini membuat orang Israel memberontak terhadap Musa dan Harun dan mulai bersungut-sungut,
“Tuhan membawa mereka ke negeri ini hanya untuk mati oleh pedang dan istri-anak
menjadi tawanan”. Karena itu mereka ingin mengangkat seorang pemimpin dan
kembali ke Mesir.
Tetapi
tidak begitu dengan Yosua dan Kaleb bin Yefune (seorang utusan dari suku Yehuda).
Sebagai hukuman orang-orang Israel itu tidak akan pernah masuk ke tanah
Terjanji, kecuali Yosua dan Kaleb, bersama anak dan cucu orang Israel. Jadi
atas kehendak Allah, orang Israel dihukum mengembara di padang gurun selama 40
tahun lamanya, sehingga angkatan orang Israel yang berdosa itu mati semuanya
tanpa pernah bisa masuk ke tanah Kanaan (baca Bil. 13:1-14:45; Ulangan
1:34-36). Musa mati di usia lebih seratus tahun, masih kuat, penglihatan dan
pikiran masih baik. Musa memberi nasihat terakhir dan membuat satu nyanyian
tentang kasih Tuhan, dan untuk terakhir kalinya, Musa meminta Tuhan agar
diperbolehkan melihat Kanaan. Tuhan mengijinkannya lewat puncak gunung Nebo,
tetapi tidak mengijinkan Musa ikut memasuki negeri itu (baca Ulangan
31:1-34:7).
Setelah Musa mati, Allah memilih
Yosua untuk memimpin Orang Israel. Berpuluh tahun sesudahnya, ketika mereka
telah berkemah di tepi Sungai Yordan, Yosua memilih dua orang terlatih untuk
memata-matai kota Reriko. Atas pertolongan seorang perempuan Yerikho (Rahab)
mereka berhasil lolos dari pengejaran tentara dan kembali kepada Yosua, dengan
informasi bahwa orang Yerikho takut terhadap orang Israel. Selang beberapa hari
kemudian orang israel dengan dipimpin Tabut Perjanjian yang diusung para imam menyeberangi
Sungai Yordan. Peperangan pertama terhadap orang Yerikho, Allah membuat
mukjizat dengan merobohkan tembok kota, tanpa sedikitpun orang Israel
berlelah-lelah, kecuali para imam saja yang terus meniup sangkakala selama
tujuh hari. Pada hari ketujuh ketika Israel mengelilingi yang ke tujuh kali, tembok
pun runtuh dan direbutlah Kota Yerikho. Hanya satu keluarga orang Yerikho yang
selamat, yaitu keluarga Rahab yang pernah menolong mata-mata suruhan Yosua
(baca Yosua 3:14 – 6:27).
Bangsa Israel akhirnya mendiami
tanah yang dijanjikan. Berkat Tuhan melindungi dan memberi keberhasilan bagi
Israel. Sejak itu Israel yang semula suku seminomad,
penggembala ternak dan hidup di kemah-kemah, berubah menjadi suku bangsa yang
hidup menetap dan berladang. Selama kepemimpinan Musa dan Yosua Israel telah
menundukkan 31 raja dan menguasai kerajaan mereka. Sebelum kematiannya, Yosua
mengingatkan kembali, bahwa semua berkat dan keberhasilan telah mereka dapatkan
dari Tuhan, maka selayaknya mereka mengingat tentang hal itu dan tidak
meninggalkan Tuhan nenek moyang mereka, dengan menyembah patung allah orang
asing. Seluruh bangsa Israel itu setuju dan pada hari itu juga Yosua mengikat
perjanjian dengan bangsa itu, serta membuat ketetapan dan peraturan bagi mereka
di Sikhem. Inilah pembaharuan perjanjian, yang dulu
pernah dilakukan antara Allah dan para bapa bangsa, serta antara Allah dan
Musa, leluhur mereka. Sejak itu, orang Israel mulai mengenal identitas dirinya
sebagai suatu bangsa, dan bukan lagi sebagai suku-suku yang terpisah (baca
Yosua 21:43 – 24:33).
2. Zaman Hakim-hakim
Setelah
sekian lama tinggal di tanah yang baru, Israel tidak lagi mematuhi perintah
Tuhan. Mereka melupakan semua kisah tentang sejarah keselamatan juga tentang
pembaharuan perjanjian di Sikhem. Ada bahaya serius menyangkut keagamaan
mereka, sebab selama ini agama nenek moyang pada Yahwe belum cukup dipahami,
apakah juga bisa menjamin kesuburan tanah, ternak dan manusia ? Sementara itu
kebutuhan mereka sekarang sebagai petani yang telah menetap, berbeda dengan
ketika dulu masih sebagai suku seminomad
yang terus mengembara.
Pada
saat yang sulit itu, muncullah orang-orang yang menjadi pemimpin karismatis,
yang diterima oleh satu atau beberapa suku Israel sebagai pemimpin religius dan
politis. Secara religius mereka mengingatkan
Israel akan kasih setia dan kekuasaan Tuhan, yang diikat dalam perjanjian
kesetiaan antara Allah dan Israel. Secara
politis mereka mengambil keputusan untuk kedua belas suku itu, serta
sekaligus sebagai pejuang yang hebat. Secara berurutan yang dipilih Tuhan sebagai Hakim adalah: Otniel (suku Yehuda), Ehud (suku Benyamin), Debora dan Barak (suku Naftali), Gideon (suku Abiyezer), Yotam (suku Gilead), Simson (suku Dan), dan Samuel (anak Elkana dan Hana dari Ramataim Zofim di
pegunungan Efraim. Pada masa ini, terjadi pasang – surut situasi keberimanan
Israel. Di samping Yahweh, Israel juga mengambil alih sistem keagamaan
kesuburan di Kanaan; jadi terjadilah sinkretisme,
menerima Yahweh sekaligus ada praktek kepada dewa-i kesuburan (Baal dan
Astarte).
Persoalan
sinkretisme
menjatuhkan Israel ke dosa melupakan perjanjian kesetiaan di Sikhem dan
perjanjian kesetiaan antara Allah dengan nenek moyang Israel. Ketika Israel
meninggalkan Yahweh diserahkanlah mereka kepada musuh dan ditindas, namun
ketika mereka ingat dan kembali ke Yahweh diutuslah seorang hakim untuk mereka.
Demikian selalu terulang. Pesan utamanya, Yahweh tetap setia pada perjanjian-Nya
dan memelihara Israel dengan berkat yang telah dijanjikan, tetapi setiap orang
yang berdosa tetap harus dihukum.
Dari
sekian kisah para hakim, ada beberapa di antaranya cukup terkenal. Salah
satunya adalah tentang Gideon. Ia dipilih Tuhan sebagai hakim bagi Israel
setelah masa Debora dan Barak. Saat Debora dan Barak masih hidup, Israel bisa hidup
dengan aman selama 40 tahun. Namun sesudahnya Israel kembali berdosa. Segeralah
Tuhan menyerahkan mereka ke tangan orang Midian. Ratapan Israel kepada Tuhan
dijawab dengan hadirnya Gideon anak Yoas dari suku Abiezer. Karena Gideon itu
termuda dari antara orang sesukunya, dan sukunya adalah yang terkecil daripada
suku lainnya, ia merasa tidak yakin dengan rencana Tuhan atas dirinya. Gideon
meminta tiga tanda dari Tuhan, bahwa ia memang akan berhasil melawan orang
Midian, yaitu: terbakarnya daging persembahan karena sentuhan tongkat malaikat
Tuhan, embun tebal hanya pada bulu domba yang dibentangkan di atas tanah
kering, embun di seluruh tanah namun tidak membasahi bulu domba yang
dibentangkan di atas tanah. Memulai karyanya, Tuhan memerintahkan Gideon untuk
membuat mezbah baru dan persembahan di atasnya, dengan merobohkan mezbah Baal
yang dipakai orang Israel. Inilah alasannya Gideon diberi nama baru Yerubaal
(baca Hak. 6:11-40). Kemenangan yang diberikan Tuhan melalui Gideon sangat
menakjubkan, yaitu mengalahkan orang Midian hanya dengan 300 orang tentara saja
dan dengan bunyi sangkakala serta obor di tangan. (baca. Hak. 7:1-8).
Tuhan memberi Gideon umur panjang dengan 70 putra, yang salah satunya
bernama Abimelekh (baca Hak. 7:1 – 8:29).
Setelah
Gideon meninggal, Abimelekh ingin menjadi penguasa. Ia mengumpulkan seluruh
kerabat dari ibunya di Sikhem, yang kemudian menyetujuinya menjadi raja. Karena
itu, Abimelekh membunuh seluruh saudaranya, kecuali satu orang, Yotam (anak
bungsu Gideon) yang berhasil menyembunyikan diri. Upacara pentahbisan sebagai
raja bagi Abimelekh dilakukan di dekat tugu perjanjian di Sikhem. Pada saat itu
Yotam melihat dari gunung Gerizim dan berteriak lantang mengucapkan kutukan,
yaitu bila apa yang dilakukan orang Sikhem ini benar biarlah sukacita ada pada
mereka, tetapi jika keliru api akan membakar habis seluruh orang Sikhem. Dan
apa yang terjadi setelah tiga tahun pemerintahan Abimelekh, rakyat Sikhem
memberontak kepada Abimelekh dan menuntut agar darah 70 saudara Abimelekh yang
terbunuh dibalaskan atas Abimelekh dan semua orang Sikhem yang membuat
persetujuan atas peristiwa itu. Para pemberontak ditumpas oleh Abimelekh dengan
membakar hidup-hidup semua penduduk kota menara Sikhem. Abimelekh sendiri mati
pada saat mengejar penduduk Tebes, yang bersembunyi di menara kota. Saat itu
ditimpakan batu kilangan pada kepala Abimelekh hingga pecah, lalu ia dibunuh
dengan pedang atas permintaannya sendiri demi menutupi rasa malu (baca Hak.
9:1-54).
Hakim
berikutnya yang juga terkenal adalah Simson. Yang dipilih Tuhan setelah Yefta
mati dan Israel kembali hidup sesat. Tuhan menyerahkan Israel ke tangan orang
Filistin selama 40 tahun. Manoah (suku Dan) hidup di Zora telah beristri tetapi
lama tidak punya anak. Tuhan melepaskan aib mereka dengan lahirnya Simson, yang
kelak akan menjadi nazir Allah. Sebagai persiapannya orang tua Simson tidak
boleh mabuk atau makan yang haram selama mengandung. Dan kelak tidak ada pisau
cukur yang boleh menyentuh rambut Simson. Selama
20 tahun Simson menjadi hakim bagi Israel, tidak ada musuh yang berani
mengganggu. Simson mengajari bangsanya cara untuk mengikuti hukum Tuhan. Simson
jatuh hati pada seorang perempuan bernama Delila dari lembah Sorek. Perempuan
ini amat jahat dan bersekutu dengan orang Filistin untuk membunuh Simson,
dengan upah 1100 uang perak. Karena diperdaya oleh Delila, Simson memberi tahu
pantangan yang akan menghilangkan kekuatannya. Delila memberitahukan kepada
orang Filistin dan mereka berhasil menangkap Simson. Akhirnya Simson mati
bersama dengan orang Filistin tertimpa reruntuhan bangunan, yang dirobohkannya
setelah Tuhan memulihkan kekuatan Simson (baca hak.13:1 - 16:31).
5.
Zaman Raja – Raja
Di akhir periode Hakim-hakim, di Israel
tampillah seorang Tokoh, Samuel namanya (anak Elkana bin Yeroham bin Elihu bin
Tohu bin Zuf, dari suku Efraim. Samuel adalah anak dari istri pertama, Hana).
Samuel adalah hakim terakhir dan terbesar bagi Israel. Ia mempersiapkan dan
mendampingi pergantian dari masa hakim-hakim (1200-1030) ke masa kerajaan
(1030-930). Menurut tradisi, ia bekerja sebagai imam di tempat suci di Silo,
sebagai nabi, dan pemimpin suku-suku dalam melawan orang Filistin. Ancaman yang
semakin kuat dari Filistin menuntut Samuel dan Israel, untuk memilih lembaga
kerajaan. Ada pula kekhawatiran bahwa dengan peralihan itu akan dipandang
sebagai tanda kurang percaya kepada kepemimpinan Tuhan. Namun pada
kenyataannya, Israel tidak cukup kuat menghadapi tekanan bangsa asing,
khususnya Filistin. Secara berurutan tampillah orang-orang yang dipilih Allah,
demi memenuhi permintaan Israel untuk mempunyai raja yang memerintah mereka.
Tiga raja pertama yang sangat termasyur, yaitu: Saul, Daud, Salomo. Setelah itu
Israel terpecah menjadi dua kerajaan.
a. Kelahiran Samuel
Kisah
tentang Samuel termasuk satu bagian yang amat tersohor di kalangan Katolik,
khususnya tentang panggilannya. Bermula dari keluarga dari suku Efraim yang
tinggal di pegunungan Efraim, yaitu Elkana yang mempunyai dua Istri (Hana dan
Penina). Mereka rajin beribadah di Silo, yang dipimpin oleh kedua anak imam
Eli, yaitu Hofni dan Pinehas. Kedua anak ini sangat kurang ajar kelakuannya,
dengan sering mencuri atau merampas daging hewan kurban. Adapun Hana istri tua
Elkana tidak mempunyai keturunan, sementara madunya Penina memberi beberapa
anak ke Elkana. Ini menjadi alasan Penina selalu menyakiti hati Hana dan
menumpahkan iri hatinya karena Elkana lebih sayang Hana. Pada saat imam Eli
memimpin upacara di tempat ibadat itu dilihatlah olehnya Hana berdoa tanpa kata
sambil menangis. Eli memberkati Hana. Beberapa saat kemudian mengandunglah Hana
dan melahirkan seorang anak laki-laki, Samuel.
Setelah berusia tiga tahun dibawalah Samuel ke Silo dan diasuh oleh imam
Eli. Dari sejak kecil Samuel sudah bersama Eli mempersembahkan kurban bagi
Tuhan. Hingga suatu malam Samuel mendengar panggilan Tuhan. Samuel tumbuh
menjadi nabi besar. Ia menyampaikan kepada Israel yang dikehendaki Tuhan.
Samuel juga menjadi hakim atas seluruh orang Israel seumur hidup. Setelah ia
menjadi tua diangkatkal anak-anaknya (Yoel dan Abia) menjadi hakim pengganti,
tetapi mereka tidak hidup sebagaimana ayahnya. Kedua anak Samuel itu hanya
mengejar lana bagi diri sendiri. Karena itu berkumpullah tua-tua Israel dan
menemui Samuel di Rama, untuk mengangkat seorang raja atas Israel. Seperti
kehendak Tuhan, Samuel meluluskan permintaan itu dan memberitahu lima konsekuensi yang harus mereka
penuhi sebagai hak raja (baca 1 Sam. 8:11-18). Para tua-tua Israel menolak
semua perkataan Samuel dan tetap menuntut seorang raja manusia bagi mereka.
b. Raja-raja Pertama
Saul seorang dari suku Benyamin.
Ia anak dari Kish bin Abiel, bin Zeror, bin Bekhorat, bin Afiah. Bermula dari
hilangnya keledai-keledai betina Kush, disuruhlah Saul dengan seorang bujang
untuk mencarinya ke pegunungan Efraim dan sekitarnya. Pengembaraan ini
mempertemukan Saul dengan Samuel. Setelah Saul sempat menumpang di rumah
Samuel; esok paginya Samuel mengurapi kepala Saul dengan minyak. Samuel pun
menyatakan segala yang difirmankan dan ditetapkan Tuhan atas Saul. Setelah Saul
diperkenalkan dan dilantik sebagai raja atas Israel di hadapan Tuhan di Mizpa,
dituliskanlah oleh Samuel tentang hak-hak kerajaan pada suatu piagam lalu
diletakkan di hadapan Tuhan (baca 1 Sam. 9:1 – 10:27). Pada hari setelah Saul
berhasil memimpin Israel memperoleh kemenangan atas orang Amon yang mengancam
suku Yabesh, berkumpullah orang Israel bersama Saul dan Samuel di Gilgal. Di
sana diperbaharuilah pengangkatan dan pengakuan Saul atas raja Israel, sebab
sebelumnya masih ada pula yang menolak Saul sebagai raja karena berasal dari
suku yang kecil, Benyamin. Saul bersama seorang dari anak laki-lakinya yang
bernama Yonatan telah berhasil memukul mundur banyak musuh. Sebagaimana
difirmankan Tuhan Saul memang harus menumpas seluruh musuh dan segala ternak
yang ada pada mereka. Namun suatu ketika, Saul melanggar perintah itu dengan
mengambil rampasan, yaitu raja Agag orang Amalek, beserta ternaknya yang gemuk-gemuk. Samuel
menjadi seorang yang tamak dan mementingkan diri sendiri. Tuhan menyesal telah memilih
Saul menjadi raja. Samuel menyampaikan penyesalan Tuhan itu kepada Saul. Sejak
itu dan sampai kematiannya, Samuel tidak pernah lagi berjumpa dengan Saul (baca
1 Sam. 11:1 – 15:35).
c. Daud Diurapi Menjadi Raja
Karena pelanggaran Saul, Allah
menyuruh Samuel untuk menemui calon raja baru bagi Israel. Allah
memerintahkannya pergi ke Betlehem untuk menemui anak-anak Isai. Isai adalah
anak Obed dari keturunan Peres. Di Betlehem,
Samuel mengundang semua tua-tua untuk mempersembahkan kurban kepada Tuhan dan
melakukan upacara penyucian diri. Isai dan anak-anak lelakinya juga diundang. Seturut
Firman Tuhan, Samuel mengurapi Daud anak Isai yang bungsu, seorang penggembala
ternak di ladang. Sejak diurapi, Daud dipenuhi dengan kuasa Roh Tuhan. Sebaliknya
Saul semakin menjauhi Tuhan dengan kejahatannya, dan Roh Tuhan pun meninggalkan
Saul. Daud dipanggil Saul ke istana untuk menghiburnya dengan petikan kecapi
dalam perkara seringnya ia melihat berbagai hal aneh. Daud semakin terkenal
karena keberhasilannya mengalahkan Goliat panglima tentara Filistin dalam suatu
medan pertempuran. Dengan nama Tuhan semesta alam, Daud menghadang tentara
Filistin dan menakhlukkan Goliat hanya dengan umban dan batu.
Perjumpaan Daud dengan Yonatan membuat
jiwa kedua orang itu berpadu dan Yonatan sangat mengasihi Daud seperti
mengasihi jiwanya sendiri. Yonatan berulang kali membantu Daud terhindar dari
ancaman jahat Saul, oleh karena rasa
irinya kepada Daud yang selalu menang dalam pertempuran. Daud mengalahkan Saul
tanpa melukai sedikitpun. Dengan bukti potongan ujung jubah Saul, Daud
membuktikan dirinya bukanlah musuh bagi Saul. Lalu dibuatlh perjanjian bahwa Saul
membiarkan Daud hidup, dan supaya Daud membiarkan keturunannya tetap hidup
serta tidakakan menghapuskan nama Saul dari silsilah keturunannya ketika nanti
Daud menjadi raja. Tetapi rupanya kejahatan dan iri hati tetap ada di hati
Saul. Ia kembali memburu Daud, hingga suatu kesempatan kembali Daud mengalahkan
Saul tanpa melukai, yaitu hanya dengan mengambil tombak dan kendi air yang ada
di samping Saul saat tidur. Akhir dari masa pemerintahan Saul bersamaan dengan
dikalahkannya tentara Israel oleh orang Filistin. Saat itu ketiga anak Saul,
termasuk Yonatan, mati dalam peperangan, sementara Saul memilih mati dengan
pedangnya sendiri (baca 1 Sam. 18:1 – 31:13).
Setelah kematian Saul dan
anak-anaknya, Daud berangkat ke Yehuda dan menetap di Hebron bersama kedua
istrinya (Ahinoam dan Abigail). Oleh
kaum Yehuda Daud diurapi menjadi raja atas mereka. Selama tujuh tahun enam
bulan Daud memerintah di sana. Selama di Hebron Daud mempunyai anak-anak
lelaki: Amnon (dari Ahinoam), Kileab (dari Abigail), Absalom (dari Maakha –yang
diperistri di Hebron), Adonai (dari Hagit –yang diperistri di hebron), Sefaca
(dari Abitail), Yitream (dari Egla –yang diperistri di Hebron). Selain dengan para bangsa musuh, Daud juga
terus berperang dengan keluarga-keluarga Saul yang tidak menerimanya. Namun
pada akhirnya datanglah pula suku Israel kepada Daud dan memintanya untuk
menjadi raja juga atas mereka. Daud berusia 30 tahun ketika ditetapkan sebagai
raja atas Yehuda dan Israel. Sejak ditetapkan sebagai raja atas seluruh Israel (Yehuda dan Israel) Daud memerintah lagi
selama 33 tahun. Pada masa itulah Israel mencapai masa kejayaan sebagai satu
negara besar. Daud memilih Yerusalem sebagai pusat kerajaan, dan menamainya Kota Daud. Selain istri-istrinya yang
dibawa dari Yehuda, Daud kembali mengambil gundik dan istri selama di Yerusalem
dan lahirlah anak-anak laki baginya: Syamua, Sobab, Natan, Salomo, Yibhar, Elisua,
Nefeg, Yafia, Elisama, Elyada, dan Elifelet. Daud pun memutuskan untuk
memindahkan Tabut Perjanjian ke Yerusalem. Namun Tuhan tidak mengijinkan Daud
membangun bait Allah pada masa kepemimpinannya. Tuhan memilih pada masa
kepemimpinan salah seorang anak dari Daudlah, bait bagi Tuhan akan dibangun. Demikianlah
Daud telah memimpin bagi seluruh Israel dan menegakkan keadilan dan kebenaran bagi
seluruh bangsa (baca 2 Sam. 1:1 – 7:17).
Kebesaran Daud runtuh karena
kebiasaannya untuk selalu mendapatkan perempuan yang disenanginya. Ketika Daud
melihat Betsyeba istri Uria (salah seorang perwira tentara Daud dari keturunan
orang Het), Daud mengambil Betsyeba dan tidur dengannya. Untuk menutupi
kesalahan itu, Daud menyuruh Uria bertempur di barisan terdepan hingga mati.
Setelah kematian Uria, Daud mengambil Betsyeba sebagai istri. Dosa Daud
mendatangkan kutukan, yang
disampaikan nabi Natan, bahwa anak-anak Daud akan saling berkelahi, dan anak
pertama dari Betsyeba akan mati. Anak pertama bagi Daud pun mati. Baru setahun
kemudian Betsyeba melahirkan lagi anak laki-laki, yang diberi nama Salomo.
Tuhan menyuruh Natan agar anak itu diberi nama Yedija (=karena Tuhan). Sekian
lama sesudahnya Israel dilanda perang saudara. Anak-anak Daud seperti
dinubuatkan Natan, mereka saling berebut kekuasaan dan mengguncang kekuasaan
Daud. Mereka saling membunuh. Kutukan ini berhenti setelah Daud mendirikan
Mezbah dekat Yerusalem (baca 2 Samuel 11:1 – 24:25).
d. Salomo Diurapi sebagai Raja
Pada hari tuanya, Daud memutuskan memiloh
Salomo sebagai penggantinya, dan diurapilah Salomo sebagai raja pengganti.
Sebelum kematiannya Daud memberi nasihat kepada Salomo: Agar dilakukan
kewajiban sebagai raja dengan setia kepada Tuhan dan hidup menurut jalan yang
ditunjukkan-Nya; supaya di habisilah Yoab anak Zeruya dan keluarganya, sebab ia
telah membunuh panglima-panglima Daud pada masa pemberontakan; supaya anak-anak Barzilai orang Gilead tetap
dipelihara; tetapi haruslah dilenyapkan
Simei bin Gera yang pernah mengutuki Daud (baca 1 Raj. 1:1 – 2:12).
Ketika Salomo memerintah sebagai
raja Israel, pertama kali Tuhan menampakkan
diri di Gibeon dalam mimpi. Dan Tuhan
mengaruniakan kebijaksanaan dalam menimbang perkara, seperti yang diminta
Salomo dalam mimpi itu. Salomo berkuasa atas segala kerajaan mulai dari
Sungai Efrat sampai negeri orang Filistin dan ke tapal batas Mesir. Ia
dikaruniai damai di seluruh negeri. Semua orang Yehuda dan Israel berdiam
dengan damai. Pada masanya, Salomo menggubah 3000 amsal dan 1005 nyanyian.
Orang-orang dari segala bangsa datang untuk mendengarkan hikmat Salomo dan
memberinya upeti (baca 1 Raj. 3:1 – 5:18).
Pada tahun keempat masa
pemerintahannya, sebagaimana pernah dinubuatkan Tuhan kepada Daud dahulu, Salomo mendirikan rumah bagi Tuhan
(Bait Suci /Allah di Yerusalem). Panjang rumah itu 60 hasta dan 20 hasta lebarnya,
dan 30 hasta tingginya. Tujuh tahun lamanya rumah itu dibangun (dan mampu
berdiri 400 tahun). Salomo juga membangun istananya selama 13 tahun. Setelah
selesai semuanya, Salomo mentahbiskan Bait Suci dengan memindahkan Tabut
Perjanjian dan menempatkannya di tempat khusus di dalam bait suci itu.
Setelah semuanya selesai dibuat
oleh Salomo, Tuhan menampakkan diri
kedua kalinya kepada Salomo. Kali ini Tuhan
sendiri meneguhkan perjanjian-Nya dengan Salomo, kalau hidup benar di
hadapan Tuhan dengan tulus seperti dahulu Daud, maka akan diteguhkanlah tahta
kerajaan Salomo atas Israel untuk selamanya. Tetapi kalau ia berbalik dari
Tuhan dan tidak berpegang pada seluruh perintah dan ketetapan Tuhan, lalu
beribadah kepada allah-allah lain, maka Tuhan akan melenyapkan seluruh orang
Israel dari atas tanah yang telah diberikan, dan Bait Suci itu akan dibuang
Tuhan sehingga menjadi reruntuhan (baca 1 Raj. 6:1 – 9:9).
Kejayaan Salomo sebagai raja mulai
runtuh oleh karena dia jatuh kepada penyembahan berhala-berhala. Itu terjadi
karena Salomo sangat mencintai banyak perempuan asing, padahal Tuhan pernah
melarang agar tidak bergaul dengan mereka. Salomo mempunyai 700 istri dan 300
gundik. Ketika Salomo sudah semakin tua, istri-istri dan gunduk dari negeri
asing itu mencondongkan hati Salomo kepada allah-allah mereka, seperti Asyoret (dewi
orang Sidon), Milkon (dewa kejijikan orang Amon); dan juga mendirikan kuil-kuil
persembahann untuk para istrinya. Salomo tidak lagi sepenuh hati mengikuti
Tuhan. Karena itu Tuhan murka dan bersumpah setelah kematian Salomo, kerajaan
Israel akan dikoyakkan, dan hanya akan disisakan satu suku kecil untuk salah
satu anak Salomo. Lalu Tuhan memunculkan banyak lawan terhadap Salomo.
Demikianlah terjadi hingga kematian Salomo (baca 1 Raj. 11:1 – 43).
6.
Kerajaan Terpecah: Israel dan Yehuda (Zaman Para Nabi)
Periode terpecahnya
kerajaan dimulai sekitar 930 – 722 sM, persisnya sesudah kematian Salomo. Pengganti setelah Salomo seharusnya Rehabeam,
tetapi karena tidak terjadi kesepakatan dengan para wakil suku di Sikhem,
tentang pajak dan kerja paksa yang memberatkan, terutama pada akhir masa
kepemimpinan Salomo (baca 1 Raj. 11:1-24), sebagai reaksi Rehabeam ditolak oleh
suku-suku itu. Mereka mengangkat Yerobeam sebagai raja di Utara. Rehabeam
diakui sebagai raja di wilayah Yehuda dan suku benyamin (terpaksa, karena
segera wilayahnya dikuasai Rehabeam). Sejak 930 sM, Kerajaan Israel pecah
menjadi dua wilayah kekuasaan dengan rajanya masing-masing, dan bahkan saling
bermusuhan.
Kalau
kita bandingkan dengan teliti di antara kedua kerajaan tersebut, maka akan
ditemukan beberapa perbedaan mencolok dari keduanya. Nih kita bantuin
ngelihatnya dengan tabel aja,
Kerajaan
Yehuda / Selatan
|
Kerajaan
Israel / Utara
|
Kecil
dan miskin
|
Lebih
luas dan kaya (subur)
|
Pemerintahan
stabil (1 wangsa)
|
Pemerintahan
labil (9 wangsa berturut-turut)
|
Pengaruh
unsur-unsur bangsa Kanaan tidak begitu besar
|
Pengaruh
unsur-unsur bangsa Kanaan (budaya dan agama) sangat kuat
|
Pusat
keagamaan pada Sion dan Perjanjian Yahweh – Daud (2 Sam. 7)
|
Pusat
keagamaan pada tradisi perjanjian Sinai
|
Pusat
pemerintahan di Yerusalem
|
Pusat
pemerintahan di Samaria
|
Pusat
keagamaan di Sion, Bait Allah Yerusalem
|
Pusat
keagamaan di Betel juga di Dan
|
Jadi
Guyss.... selama masa dua kerajaan inilah, kehadiran para Nabi sangat berperan
penting. Peran para Nabi adalah sebagai
seorang yang berbicara atas nama Tuhan dan menyampaikan apa yang menjadi pesan
Tuhan kepada umat-Nya. Pesan yang disampaikan bisa saja tentang sesuatu di
masa lampau (sudah terjadi), saat ini (sedang terjadi), atau juga masa yang
akan datang (belum terjadi). Jadi para Nabi adalah seorang yang diterangi /
dikaruniai oleh Tuhan sendiri, untuk mengatakan nubut, berkotbah menyampaikan
pesan, petunjuk, perintah, dan kehendak Tuhan (baca 1 Raj. 22:7); secara khusus
adalah nubuat tentang rencana kasih karunia keselamatan Allah. Kecuali itu Nabi
juga menegur mereka yang menyimpang dari kehendak Tuhan.
a. Kerajaan Israel
Di Israel pada periode awal,
Raja Yerobeam berusaha membentuk kerajaan yang kuat, khususnya untuk menghadapi
Yerusalem. Yerobeam juga melakukan pembaharuan dalam keagamaan, tetapi sering
disalahartikan (baca 1 Raj. 12;25-32), misal supaya rakyat tidak beribadah ke
Yerusalem lagi dibuatlha pusat keagamaan baru dengan mendirikan dua kenisah di
tempat suci yaitu di Betel (yang dipakai pada zaman Bapa bangsa, baca Kej.
28:10-22) juga di Dan (dipakai pada zaman hakim-hakim, baca Hak. 17 – 18).
Persoalannya, dimasing-masing kenisah itu dilengkapi dengan patung lembu emas
(simbol dewa Baal), sebagai tahta Yahweh. Simbol ini untuk menyamai patung
kerub (malaikat) sebagai tahta Yahweh,
yang ditaruh di atas tabut perjanjian, di kenisah di Yerusalem. Yang
dilakukan Yerobeam memudahkan terjadinya sinkretisme
dan bahkan bahaya menyembah Baal. Alasan Yerobeam karena jumlah rakyat yang
berasal dari Kanaan mencapai hampir 50%.
Pada
abad XIX sebelum Masehi, pada pemerintahan raja Omri (886-875 sM), israel terancam
bangsa Aram. Untuk memperkuat dan memperluas kerajaannya raja Omri membangun
ibu kota kerajaan yang baru di Samaria. Padahal di samaria sudah lama sebagai
pusat budaya dan agama Kanaan. Tentu saja situasi ini sangat berpengaruh untuk
kerajaan Israel. Selanjuntya ketika Israel diperintah oleh Ahab (875-853 sM),
agama Kanaan nyaris menghapus sama sekali agama Yahwisme. Ini pengaruh kuat
dari istri Ahab, yaitu Izebel (putri raja Tirus). Melawan ancaman itu, Allah
mengutus Nabi Elia (orang
Tisbe-Gilead). Elia berhasil mengembalikan semangat agama Yahwisme di wilayah
Israel dan mematahkan pengaruh dewa-i kesuburan Kanaan. Nabi Elia mengingatkan tiga hal, bahwa: 1) Yahwehlah Allah bagi Israel, juga di
bidang kesuburan; bukan Baal (1Raj. 17-18); 2) Yahweh yang berkuasa atas hidup dan mati, bukan Baal (2 Raj. 1);
3) Raja Israel tidak boleh
memerintah dengan gaya Kanaan (1 Raj. 21). Keberhasilan Elia ini membuatnya
sering disandingkan dengan Musa sebagai pendiri agama Yahwisme (oleh tradisi
Yahudi). Ada mukjizat istimewa yang
dilakukan Elia, di antaranya: menghidupkan kembali anak dariseorng janda di
Sarfat (1 Raj. 17:17-23), dan mengalahkan para nabi Baal di Gunung Karmel (api
dan hujan turun – baca 1 Raj. 18:37-46), dan Elia naik ke surga dengan
mengendarai kereta kuda berapi (2 Raj. 2:1-12).
Nabi
selanjutnya yang cukup terkenal di Israel adalah Elisa bin Sarfat. Dia
dipanggil ketika sedang membajak dengan 12 pasang lembu. Tuhan ingin Elia
mengurapinya menjadi Nabi untuk menggantikan Elia. Setelah peristiwa Elia
terangkat ke surga, Elisa siap diutus sebagai nabi di antara bangsa Israel.
Tuhan mengaruniakan roh yang sama dengan Elia. Beberapa karya mukjizat yang
dibuat Elisa di antaranya: Menyehatkan air di Yerikho (2 Raj. 2: 19-22); minyak
seorang janda (2Raj. 4:1-7); menghidupkan kembali anak perempuan Sunem (2 Raj.
4:8-37); maut dalam kuali (2 Raj. 4:38-41); memberi makan seratus orang (2 Raj. 4: 42-44); penyembuhan Naaman (2 Raj.
5:1-27); kapak mengapung (2 Raj. 6:1-7). Karya Elisa dalam kehidupan politik
kerajaan kelihatan sekali ketika pada peristiwa kudeta wangsa Yehu (secara
rohani dipahami sebagai tindakan pemurnian bagi Israel), yang sangat kejam
membunuh semua keluarga raja dan para pendukung Baalisme. Raja yangsangat
terkenal pada masa itu adalah Yerobeam II, yang membawa israel mencapai masa puncak
keemasan, yang menguasai bukan hanya wilayah Utara dan Selatan, tetapi juga
sampai ke Timur. Bahkan disebut kejayaan yang melebihi zaman Salomo. Sayangnya
itu hanya dinikmati oleh kalangan pejabat, sementara rakyat terus menderita dan
kehilangan hak-haknya.
Pada
situasi demikian (sekitar 760 sM) muncullah Nabi Amos (petani dari Kerajaan
Selatan). Ia diutus Allah untuk menegakkan hukum yang benar dan pasti bagi
Israel. Dalam karyanya yang hanya sekitar tiga bulan, Amos dengan blak-blakan
membongkar segala kejahatan dan kebobrokan dalam hidup sosial dan keagamaan, di
antara golongan kelas atas.
Selanjutnya
tampillah Nabi Hosea (758 sM). Inti
pewartaan Nabi Hosea adalah sisi vertikal perjanjian, yaitu hubungan Yahweh
– Israel dan Israel – Yahweh. Hosea menegur Israel dengan cara yang sungguh
mengharukan, bahwa sikap Israel sungguh tidak wajar dan bahkan tidak tahu
terima kasih, atas kasih Yahweh yang begitu besar. Hosea menjadi saksi
kehancuran Israel setelah masa Yerobeam II. Enam raja berganti-ganti dalam
kurun waktu 25 tahun, yang terakhir adalah raja Hosea yang memberontak melawan
Asyur. Pemberontakan ini berujung pada peristiwa kehancuran Kerajaan Utara (722
sM) dan peristiwa pembuangan (menjadi tawanan/budak bangsa asing), bagi
masyarakat kelas bawah, ke Mesopotamia. Sebagai
gantinya, orang dari Mesopotamia dipindah ke wilayah bekas kerajaan Israel itu.
Sehingga lama-kelamaan terjadi bangsa campuran, orang Israel, Orang Kanaan, dan
orang Mesopotamia. Kelak bangsa campuran ini tidak diterima sebagai “sisa
Israel yang sah” oleh kaum Yahudi sesudah masa pembuangan, dan mereka itu
nantinya disebut sebagai orang-orang
Samaria. Berikut ini daftar raja-raja di Israel:
RAJA-RAJA ISRAEL
|
||
Nama
|
Lama Pemerintahan (Tahun)
|
Ayat Alkitab
|
Yerobeam I
|
22
|
|
Nadab
|
2
|
|
Baesa
|
24
|
|
Ela
|
2
|
|
Zimri
|
(7 hari)
|
|
Omri
|
12
|
|
Ahab
|
21
|
|
Ahazia
|
1
|
|
Yoram
|
11
|
|
Yehu
|
28
|
|
Yoahas
|
16
|
|
Yoas
|
16
|
|
Yerobeam II
|
40
|
|
Zakharia
|
1/2
|
|
Salum
|
(1 bulan)
|
|
Menahem
|
10
|
|
Pekahya
|
2
|
|
Pekah
|
20
|
|
Hosea
|
9
|
b. Kerajaan Yehuda
Di kerajaan Selatan para nabi yang
muncul di antaranya: Yeremia, Mikha, Nahum, Zefanya, Yeremia dan Habakuk. Bagi
kerajaan Yehuda situasi politik tidaklah gemilang. Segala usaha merebut Israel
di Utara selalu gagal, bahkan sebaliknya sering menjadi bawahan Israel.
Kekuatan kerajaan Yehuda di selatan cukup mapan hanya pada masa raja Azarya
(782-742 sM) dengan keberhasilan memperluas wilayah dari Timur, Selatan dan
Barat. Dalam keagamaan tidak lebih baik dari kerajaan Utara, ada masa
pasang-surut. Salah satu masa surut keagamaan di Utara adalah pada zaman raja
Ahaz (735-716 sM). Raja mempersembahkan anak kandungnya kepada dewa Molok (2
Raj. 16:3) dan menolak pewartaan nabi Yesaya yang muncul saat itu (Yes. 7). Persekutuan
Ahaz untuk menolak sekutu israel dan Aram demi melawan Asyur, berbuah buruk
menjadikan Yehuda taklukan Asyur, bersama Israel dan Aram. Selain Nabi Yesaya
(tampil di kota Yerusalem), ada juga Nabi Mikha (tampil di daerah). Kedua nabi
diutus Allah mewartakan pertobatan, dengan menekankan bahwa kekudusan Yahweh,
dosa bangsa Israel (umat Allah), dan sikap iman. Ini menandakan hidup keagamaan
dan sosial di Yehuda amat menyedihkan. Nabi Yesaya sangat berpengaruh karena ia
berasal dari lapisan masyarakat kelas atas. Dari mulut Nabi Yesaya terucap
banyak nubut, baik tentang hukum perjanjian, kehancuran kerajaan Yehuda, dan
juga tentang akan datangnya Sang Mesias (baca Yes. 7:14; 9:5; 11:1-2). Sementara
Nabi Mikha lebih mirip dengan Nabi Amos di Utara. Mikha berulang kali menuntut
kasih setia Israel terhadap Yahweh sebagaimana tertera dalam perjanjian. Ia
juga mengecam kejahatan dan ketidakadilan sosial yang menghancurkan hubungan
Yehuda-Israel, sebagai sesama anggota bangsa terpilih. Kritik sosial dari Mikha
amat pedas, sebab ia merasakan penderitaan masyarakat bawah atau pinggiran.
Masyarakat kelas atas sungguh menindas orang kecil. Karena itu Mikha
menubuatkan hukuman berat bagi Yehuda. Seperti Yesaya, Mikha juga pernah
bernubut tantang akan datangnya raja Mesian (Mik. 5:1).
Setelah kerajaan Israel di Utara
runtuh, sejarah Yehuda di Selatan selama 135 tahun sangat terpengaruh oleh
Mesopotamia. Ini dikarenakan Asyur sangat berkuasa atas politik, kebudayaan,
dan juga keagamaan. Baru di tahun 625-605 sM, pengaruh itu berkurang sebab
perebutan kekuasaan antara dua kerajaan besar Babel dan Asyur. Kekisruhan politik mereda ketika Babel
berhasil merebut ibu kota Asyur, Niniwe tahun 612 sM. Babel mantab sebagai
kerajaan berkuasa di wilayah Siria-Palestina pada tahun 600 sM. Runtuhnya
Israel membawa situasi shock besar
untuk Yehuda, sebab para nabi menubuatkan kehancuran itu sebagai hukuman Yahweh
atas ketidaksetiaan pada perjanjian. Karena itu raja Hizkia ketika menggantikan
Ahaz ayahnya, segera mengumumkan pembaharuan keagamaan. Hizkia dengan tegas
menolak segala unsur sinkretis dari agama asing, yang efeknya kepada pemberontakan
terhadap kekuasaan Asyur (705 sM). Akibatnya Yehuda dihancurkan Sanherib raja
Asyur (701 sM), seluruh kota termasuk Yerusalem. Hizkia menyelamatkan Yerusalem
dengan membayar uang tebusan yang mahal, 300 talenta perak dan 30 talenta emas
(2 Raj. 18:14-16).
Sejak itu seluruh kebijakan di
Yehuda (termasuk tentang keagamaan) diubah, terutama setelah Manasye tampil
sebagai raja. Manasye mempromosikan agama sinkretik,
di samping Yahwisme, agama Asyur dan Kanaan diberi tempat. Ini demi mengurangi
tekanan Asyur atas Yehuda. Secara politis Manasye cakap sebagai raja karena
kehancuran Yehuda pada masa Ahaz berhasil dipulihkan, hingga diwariskan ke
anaknya raja Amon kelak dalam keadaan makmur. Tetapi bagi para nabi, Manasye
adalah raja paling jelak, sebab sudah tidak setia pada perjanjian Sinai.
Setelah Manasye, kerajaan Yehuda
dipimpin oleh Yosia. Saat dia
dilantik sebagai raja baru berumur 8
tahun. Selama 10 tahun lebih Yosia di bawah bimbingan tokoh politik dan
imam. Mereka ingin menjadikan Yosia raja yang ideal, seperti Daud leluhurnya.
Katika Yosia mulai memerintah secara penuh (625 sM), pengaruh Asyur mulai
melemah karena perang saudara. Kesempatan ini dimanfaatkan dengan cepat, yaitu
dengan merebut kembali sebagian bekas kerajaan Utara, dan berusaha keras memulihkan
agama nenek moyang, Yahwisme murni. Maka segala bentuk sinkretisme
disingkirkan. Kegiatan ibadat hanya boleh dilakukan di Kenisah Allah di
Yerusalem. Setelah usaha itu, pada tahun 622 sM, ditemukan di antara di Kenisah
yang dipugar suatu naskah kuno
tentang perjanjian Sinai. Isi naskah sebagaimana tertulis dalam Kitab Ulangan
5-28 (yang sekarang). Kemungkinan itu adalah naskah kuno yang berhasil di bawa
lari ke Yehuda di Selatan oleh orang-orang Israel di utara pada saat
penghancuran oleh Asyur. Naskah itu dijadikan pedoman untuk pembaharuan agama,
bahkan dijadikan sejenis undang-undang dasar kerajaan. Yosia mengerahkan
seluruh petugas agama dan aparat pemerintah untuk mendukungnya. Sayangnya tetap
ada juga yang tidak setuju, khususnya kelompok Lewi paramantan petugas ibadat
di Yerusalem, yang masih sangat berpengaruh di masyarakat. Akibatnya
pembaharuan hanya di tingkat permukaan saja, tidak sampai kepada mentalitas
masyarakat, karena orang hanya takut pada sangsi raja. Nabi Yeremia tampil dan mengecam keras atas
situasi di atas. Ia menubuatkan hukuman Allah atas bangsa durhaka itu dengan
keruntuhan dan pembuangan (selama 70 tahun). Yeremia juga pernah menubutkan
tentang Tunas Daud yang adil (Yer. 23:5).
Setelah Yosia mati dalam
peperangan melawan raja Mesir di dekat kota Moab, Yoyakim menggantikannya.
Yoyakim menghentikan segala usaha pembaharuan, dengan demikian segala bentuk
kekafiran muncul kembali. Bahkan penyembahan berhala masuk dan sampai menguasai
kenisah di Yerusalem ( baca Yeh. 8).
Sejak masa Yoyakim ini dan selama 20 tahun terakhir berikutnya, Yehuda
dipimpin oleh para raja, dengan berbagai kebijakan bodoh, karena pengaruh dari
para penasihat yang terpecah, yaitu pro-Babel dan pro-Mesir (2 Raj. 23:31 –
25:26 dan seluruh Kitab Yeremia). Ini penyebab runtuhnya Kerajaan Yehuda. Tahun
600 sM (pada tahun ketiga pemerintahannya) Yoyakim memberontak terhadap Babel,
padahal sejak 602 sM Babel sudah menguasai seluruh Siria-Palestina.
Akibat kekalahan itu, dari Yehuda
dibawalah sejumlah orang dari kaum bangsawan dan para pemuda yang cakap dan
pandai. Para pemuda ikut dibawa ke Babel untuk memperoleh pendidikan yang baik,
untuk menjadi kaum terpelajar di Babel. Termasuk di antaranya adalah Daniel
(Betsazar) dan tiga temannya yaitu Hananya (Sadrakh), Misael (Mesakh), dan
Azarya (Abednego), dari keluarga Yahudi terkemuka (Daniel 1:1-6). Mereka
dipaksa belajar sejarah dan bahasa Babel, dan juga disediakan makanan dari meja
raja, makanan haram menurut hukum Yahudi. Kecerdasan ketiga pemuda ini menarik hati
raja dan menjadikan mereka penasihatnya. Daniel mempunyai kelebihan menafsirkan
mimpi. Berbeda dengan nasib ketiga sahabat Daniel, karena kesetiaan mereka pada
agama nenek moyang, berakibat ketiganya dibakar hidup-hidup. Sedangkan Daniel
semakin dipenuhi roh kebijaksanaan sebagai nabi (Daniel 1:7 – 3:30).
Setelah Nebukadnezar mati terbunuh
dalam peperangan melawan bangsa Persia, Darius dari Media berkuasa sebagai
raja. Darius juga mengagumi Daniel dan ingin memberinya kuasa atas seluruh
kerajaan. Karena hasutan para penasihat yang iri, Darius melemparkan Daniel ke
gua singa. Tuhan menyelamatkan Daniel dan ia semakin dihormati oleh raja.
Selama karyanya Daniel banyak menyerukan tentang nubuat-nubuat di masa depan,
termasuk tentang akhir zaman.
Setelah Yoyakim mati, Yoyakin (putranya)
menggantikan sebagai raja. Saat itu Babel menguasai Yehuda, tetapi Yerusalem
tidak dihancurkan, hanya saja raja dan seluruh pejabat yang berpendidikan
(militer, pegawai, imam, tukang) dibuang ke Babel, termasuk Nabi Yehezkiel.
Hanya sedikit sekali cendikiawan yang disisakan di Yehuda untuk membantu raja
baru (Zedekia) yang diangkat oleh Babel. Zedekia ini sebenarnya kakak raja
Yoyakim, putra tua raja Yosia. Waktu itu tidak dipilih sebagai raja karena dia
dinilai tidak mampu. Karena hasutan Mesir, Zedekia memberontak terhadap Babel
(589 sM). Dengan mudah Nebukadnezar raja Babel kala itu, menghancurkan Yehuda
(587 sM). Penduduk yang masih tersisa dibuang ke Babel. Inilah yang disebut
pembuangan kedua atau pembuangan besar (2 Raj. 25:8-24; 2 Taw. 36:18-21; Yer.
39:8-14, 40:1-6, 52:12-30). Inilah daftar para raja di Yehuda:
RAJA-RAJA YEHUDA
|
||
Nama
|
Lama Pemerintahan (Tahun)
|
Ayat Alkitab
|
Rehabeam
|
17
|
|
Abiam
|
3
|
|
Asa
|
41
|
|
Yosafat
|
25
|
|
Yoram
|
8
|
|
Ahazia
|
1
|
|
Atalya
|
6
|
|
Yoas
|
40
|
|
Amazia
|
29
|
|
Azarya (Uzia)
|
52
|
|
Yotam
|
18
|
|
Ahas
|
19
|
|
Hizkia
|
29
|
|
Manasye
|
55
|
|
Amon
|
2
|
|
Yosia
|
31
|
|
Yoahas
|
1/4
|
|
Yoyakim
|
11
|
|
Yoyakhin
|
1/4
|
|
Zedekia
|
11
|
7.
Masa Pembuangan dan sesudahnya
Yess....
inilah periode terakhir dalam sejarah Perjanjian Lama Guysss...... sebaiknya
jangan dilewatin ya. Pada periode ini terjadi peralihan situasi, dan semakin
jelas terjadinya ramalan para Nabi bahwa akan datang Sang Juru Selamat. Itu
terasa banget ketika di dua abad terakhir sebelum kelahiran Yesus Kristus,
Tuhan kita lhooo.... okeyy lah kalau begitu yukkk dilanjutkan aja ya baca
sejarahnya......
Masa
ini terjadi sekitar tahun 587 – 539 sM. Setelah peristiwa penghancuran dan
pembuangan besar-besaran ini, secara yuridis (hukum wilayah) Yehuda digabungkan
dengan Samaria. Situasi sangat menyedihkan. Lama-kelamaan masyarakat kecil yang
tersisa, bersama beberapa kaum terpelajar yang berhasil meloloskan diri (587
sM), mereka kembali mengatur pelan-pelan kehidupan di Yehuda dan membentuk
kader baru (kaum terpelajar baru). Di antara mereka yang tidak diangkut ke babel
adalah nabi Yeremia. Tetapi karena jumlah sangat kecil, pembangunan sangat
lamban.
Orang-orang
Yehuda sebenarnya mengalami dua kali
pembuangan, yaitu di tahun 597 sM dan 587 sM. Raja Yoyakin masuk dalam
kelompok buangan pertama. Jumlah mereka yang dibuang ke babel pada periode
kedua hanya mencapai 20.000 – 30.000 orang. Tetapi karena mereka adalah kelas
sosial atas atau kaum terpelajar, maka itu membawa akibat buruk untuk Yehuda
yang ditinggalkan. Pengalaman tragis ini sempat membuat kaum Yehuda mengalami
krisis iman, sehubungan dengan pemenuhan janji Allah bagi para bapa bangsa dan
keturunan Daud. Tujuan pembuangan oleh
Asyur dan Babel adalah untuk melumpuhkan suatu bangsa, supaya tidak
memberontak. Sementara itu para kaum buangan Yehuda di Babel ternyata tidak
diperlakukan seperti tahanan perang yang dipenjara. Di Babel mereka boleh
mengatur hidup mereka sendiri di wilayah yang diberikan, dengan pengawasan
longgar. Mereka dikumpulkan di satu daerah, yaitu Tel Aviv dekat ibu kita
Babel. Jadi mereka lebih mirip sebagai transmigran, dan mereka juga boleh
memilih pemimpin dari antara mereka sendiri. Awalnya mereka bekerja sebagai
petani, lalu selanjutnya boleh masuk ke ibu kota untuk berdagang atau bekerja
sebagai tukang yang ahli. Dengan demikian setelah beberapa saat orang buangan
yang sudah berhasil, bisa mendapat kedudukan dan terpandang. Ada sebagian yang
segera menyesuaikan diri dengan budaya dan agama Babel, tetapi ada juga yang
tetap mempertahankan identitas sebagai kaum Yehuda.
Sekitar
tahun 550 sM, situasi di Timur Tengah mulai berubah sejak raja Koresy (Cyrus) dari Persia berkuasa, termasuk atas
bangsa-bangsa taklukan Babel. Sekitar tahun 546 sM, muncullah di pembuangan di
Babel seorang nabi yang tidak dikenal namanya. Menurut tradisi kemudian dikenal
dengan Yesaya kedua (Deutero-Yesaya), sebab pewartaan nabi itu kemudian
disatukan dalam kitab Yesaya, yaitu Yesaya 40-50. Nabi itu mewartakan bahwa
penyelamatan akan terjadi dalam waktu dekat, masa hukuman akan segera berakhir,
keselamatan sudah di ambang pintu. Keraguan orang-orang buangan dijawab dengan
dua dasar keyakinan, yaitu: Yahwe adalah Pencipta dan Tuhan yang menguasai
sejarah. Menurutnya Yahweh akan memakai Koresy untukmembebaskan orang Yehuda.
Nubuat itu terbukti ketika Koresy berhasil menundukkan Babel dan menjadikan
dirinya raja di Babel (539 sM). Kebijaksanaan Koresy adalah memberikan otonomi
seluas-luasnya dalam hal kebudayaan dan agama, bagi semua bangsa bawahannya.
Tahun 538 sM, Koresy mengeluarkan izin
resmi (Dekrit Koresy) bagi orang-orang Yehuda untuk kembali ke Yerusalem
dan membangun kota itu (2 Taw. 36:22-23).
8.
Masa sesudah Pembuangan
Masa ini
terjadi sekitar tahun 538 – 200 sM. Dekrit Koresy ternyata tidak dimanfaatkan
sepenuhnya oleh seluruh kaum buangan di Babel (Ezra 1:2-4) untuk kembali ke
Yehuda. Tidak sedikit mereka yang sudah mapan secara sosial-ekonomis memilih
untuk tetap tinggal di Babel. Mereka yang menetap di Babel ini menjadi
asal-usul kelompok Yahudi di Mesopotamia dan memelopori perkembangan Yudaisme
(Kis. 2:9). Sementara kelompok yang kembali ke Yehuda umumnya adalah yang tidak
cukup berhasil selama di pembuangan di Babel. Tetapi ada pula yang kembali ke
Yehuda karena dipengaruhi pewartaan Nabi Yeremia, Yehezkiel, dan
Deutero-Yesaya. Mereka kembali ke Yehuda dengan semangat besar, tetapi kemudian
menjadi sangat kecewa setelah tiba di Yehuda hanya menemukan puing-puing dan
miskin.
Pembangunan
kembali Yerusalem dilakukan dengan cukup berat, walaupun diharuskan oleh Dekrit
Koresy (Ezra 6:3-5). Koresy memberikan biaya khusus dan mengembalikan segala
perlengkapan yang pernah dirampas oleh raja Babel. Kesulitan juga karena ada
perselisihan antara kelompok bekas orang buangan dengan “kaum negeri”(yang tidak ikut dibuang), dan juga antara kelompok
bekas orang buangan dengan orang-orang
Samaria (bangsa campuran keturunan orang-orang kelas bawah dari kerajaan
Israel di Utara, dengan kelompok pendatang dari Mesopotamia yang dipindahkan
oleh raja Asyur setelah penghancuran israel tahun 722 sM – baca 2 Raj.
17:24-34). Perselisihan dikarenakan
perkara klaim siapa yang lebih pantas disebut sebagai “sisa Israel” sejati.
Kaum bekas orang buangan, setelah proses pertobatan, memang lebih berkembang
dalam hidup keagamaan.
Perselisihan
antara kaum bekas orang buangan dengan orang Samaria semakin tidak terdamaikan,
ketika orang Samaria membangun sendiri
kenisah mereka di Gunung Gerizim (abad 4 sM). Sedangkan perselisihan kaum
bekas orang buangan dengan “kaum negeri” semakin tajam karena soal hak tanah dan rumah, yang dulu
ditinggalkan sewaktu peristiwa pembuangan dan diambil alih oleh mereka yang
tidak ikut dalam pembuangan. Menurut Kitab Ezra dan Nehemia, baik kaum bekas
orang buangan maupun “kaum negeri”, masing-masing lebih mementingkan diri
sendiri daripada membangun kembali Bait Allah di Yerusalem.
Yerusalem
mulai dibangun lagi dengan serius di masa gubernur Zerubabel dan Imam Agung
Yosua, juga karena didesak oleh pihak ibu kota Persia (kota Susa), dan atas
dukungan dua orang nabi di Yerusalem (Hagai dan Zakharia). Bait Allah yang baru
selesai dan ditahbiskan tahun 515 sM. Namun demikian penduduk belum juga merasa
aman, sebab sebagai suatu nagara Yehuda tidak memiliki tembok perlindungan.
Nehemia (seorang keturunan Yahudi, pejabat di Persia) meminta untuk diangkat
sebagai gubernur di Yerusalem, supaya orang Samaria atau bangsa tetangga
lainnya tidak bisa lagi mengganggu. Sebagai gubernur, Nehemia memang berhasil
menjadikan Yehuda kuat dan aman, tetapi dalam keagamaan tidak. Baru tahun 430 sM, dengan bantuan imam Ezra,
Nehemia membaharui hidup keagamaan di Yehuda dengan paksa (tentang sabat dan
sunat). Hukum Taurat dijadikan dasar pembaharuan Perjanjian Sinai, dan paksaan untuk
menceraikan istri-istri dari bangsa asing (Ezra 9-10). Mereka yang keberatan
dengan pembaharuan secara paksa ini akan muncul pada masa Ptolomeus menguasai
wilayah Yehuda, setelah kerajaan Yunani pecah.
Situasi
sangat berubah ketika dengan munculnya Alexander Agung sebagai raja di
Makedonia (334-323 sM). Ia sukses membangun kerajaan raksasa, dari Yunani Utara
sampai India Utara. Ia berambisi menakhlukkan seluruh kerajaan di muka bumi,
dan menyebarkan segala unsur budaya Yunani
(helenisme), termasuk bahasa dan agama. Sayangnya ia mati muda (32
tahun) sebelum mencapai semuanya dan tidak meninggalkan pewaris tahta. Kerajaan
raksasa terpecah-pecah di antara para panglima yang kuat. Yehuda dari 323 – 200
sM berada di bawah penguasaan Ptolomeus dari Mesir. Ptolomeus memberi
kelonggaran yang cukup bagi Yehuda menyangkut adat dan agama.
Kelonggaran
bagi kaum Yehuda tidak cukup dimanfaatkan karena sudah terlalu tertarik dengan
helenisme. Inilah kelompok anti pembaharuan paksa. Dalam Kitab Rut ditampilkan
seorang wanita saleh dari Moab, yang setia pada agama Yahwisme. Rut (inilah nenek raja Daud) yang menikah
dengan Boas adalah kritik terhadap kebijakan yang keras dari Ezra dan Nehemia,
menyangkut istri-istri asing. Tokoh lain
yang juga ditampilkan sebagai kritik adalah Nabi Yunus, yang sendirian
menghadapi bangsa kafir Yunani. Ternyata semua orang kafir itu lebih terbuka
dan setia kepada yahweh daripada nabi itu. Kisah yang tersimpan dalam Kitab
Yunus ini ditutup dengan keprihatinan Allah terhadap semua orang, termasuk
orang bukan Yahudi.
9.
Dua Abad Terakhir sebelum Masehi
Wilayah
Palestina selanjutnya dikuasai Wangsa Seleukus (dari Siria-Babel) sejak tahun
200 sM di masa raja Antiokhus III (dari Wangsa Seleukus) mengalahkan Ptolomeus
V. Kebijakan atas adat dan agama tetap sebagaimana masa Alexander dan
ptolomeus, namun budaya Helenis telah
terlanjur melekat di hampir sebagian besar masyarakat Palestina. Khususnya di
kalangan masyarakat atas budaya helenis menjadi
kebanggan tersendiri. Lebih lagi ketika masa Antiokhus III dan sebelumnya
Ptolomeus menjadikan pendidikan helenis
sebagai syarat bagi calon pejabat. Alexandria dan Antiokhia menjadi pusat
belajar budaya Helenis. Mereka yang
kembali dari belajar pun telah meninggalkan agama Yahudi. Situasi ini yang
menjadi keprihatinan dalam Kitab Putra Sirakh (185 sM). Kitab ini memandang
negatif pada Helenisme, sebab dengan
menerimanya berarti meninggalkan agama dan tradisi Israel.
Sejak naik
sebagai raja Antiokhus IV Epifanes (175
sM) mempunyai dua cita-cita, yaitu pertama, mempersatukan seluruh kerajaan dan
mewajibkan agama dan kebudayaan Helenis. Kedua, memperluas wilayah kerajaan dengan
aksi militer. Inilah akar banyak konflik dengan orang Yahudi. Niat Antiokhus,
yang didukung oleh para imam agung,
dilakukan dengan paksaan. Terbukti pada 168 sM dalam Bait Allah dibangun satu
mezbah untuk Zeus (Dan. 9:27; Mat 24:15), lalu disusul dengan larangan praktek
agama Yahwisme. Ini memicu pembrontakan yang dipimpin imam Mattatias (+166 sM),
dan dilanjutkan oleh anaknya, Yudas (yang diberi julukan Makabe = bahasa Aram maqqaba
berarti palu); yang didukung ribuan petani, termasuk kedua saudaranya,
Yonatan Makabe dan Simon Makabe. Tahun 164 sM Yudas Makabe berhasil memaksa
raja Antiokhus V menyetujui oran yahudi mengambil alih Yerusalem, untuk
mentahirkan kenisah. Tahun 142 sM Yudas Makabe menjadi raja tanpa mahkota (etnarkh), dan tahun 104 sM resmi sebagai
raja.
Tahun 142
sM kemerdekaan kerajaan Yehuda diakui oleh raja Siria. Keturunan Simon Makabe
(Wangsa Hasmone) tampil memimpin dalam keagamaan (sebagai imam agung) dan
politik (sebaagi raja). Tahun 85 sM wilayah kerajaan Yehuda bisa semakin diperluas
hampir sebesar kerajaan inti Daud, sekaligus proses pemurnian “keyahudian”
kembali dilakukan dengan paksa. Kerajaan Yehuda melemah dan kacau karena
perselisihan dalam keluarga raja. Permohonan dukungan kepada penguasa Romawi,
mendorong Pompeyus menjadikan Yehuda bagian propinsi Romawi-Siria (63 sM).
Mulai saat inilah kemerdekaan Yehuda berakhir hingga tanggal 15 Mei 1948,
ketika negara israel memproklamasikan diri atas peran PBB.
Tahun 37
sM Herodes Agung diangkat oleh senat Roma menjadi raja atas Yehuda. Herodes
(dari Idumea) adalah anak dari perempuan keturunan Yahudi, yang lalu dinikahkan
dengan putri Marianne. Herodes unggul dalam politik, militer dan budaya. Selama
kekuasaannya kenisah Yerusalem dibangun dengan sangat megah. Tujuannya untuk menarik
simpati orang Yahudi, tetapi tetap saja ditolak karena tidak murni Yahudi.
Herodes juga dikenal sebagai raja
terkejam dalam sejarah. Istri dan pangeran-pangeran muda tidak luput dari
kekejamannya. Walau begitu Herodes tidak pernah disingkirkan Roma, sebab ia
sangat setia dan menjadi penopang kekuasaan di wilayah Timur Tengah (baca Mat.
2, kisah pembunuhan di Bethlehem).
Pada dua
abad terakhir ini, muncul tiga golongan
dalam bangsa Yahudi, yaitu: Farisi (= terpisah), Saduki (= Sadok, nama imam
agung pada zaman Daud), dan Eseni (= kaum saleh). Perbedaan mendasarnya adalah menyangkut sikap
mereka terhadap Hukum Taurat. Kelompok
Saduki setia mempertahankan semua aturan dan hukum yang tertulis dalam Taurat,
serta menolak segala bentuk pembaharuan. Eseni memilih untuk mengasingkan diri
dan hidup di Qumran (tepi laut Mati), menyepi seperti cara hidup para leluhur
dulu. Farisi terbuka spada tuntutan zaman, menafsirkan dan menyesuaikan Taurat
dengan situasi baru yang dihadapi (Taurat lisan). Bagi mereka Allah berkehendak
agar Turat berlaku untuk sepanjang zaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar