YUSRIL, PAKAR HUKUM….?
Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH., M. Sc, pakar hukum tata negara,
mempersoalkan payung hukum tiga kartu
Jokowi-JK, yakni Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu
Kesejateraan Keluarga. Menurut Yusril
ketiga kartu ini harus jelas dasar hukumnya. Lebih lanjut dia
mengatakan, “niat baik Jokowi-JK
membantu orang miskin karena hendak menaikan BBM patut dihargai”. Yusril
juga membandingkan bahwa hal serupa ini juga perna dilakukan pada masa pemerintahan SBY. Apabila mengeluarkan
sebuah kebijakan haruslah jelas dasar hukumnya. Cara mengelola negara tidak
sama seperti mengelola rumah tangga atau warung makan. Inilah komentar Yusril
terhadap tiga kartu Jokowi-JK.
Menurut Puan Maharani, kebijakan tiga kartu ini akan
dibuatkan payung hukum dalam bentuk Inpres dan Keppres oleh Presiden Jokowi. Namun
Yusril menyangga pendapat Puan Maharani ini. Yusril mengatakan, “Puan jangan
asal ngomong kalau tidak memahami
tata aturan negara dengan baik”. Yusril mengusulkan Puan untuk belajar banyak dalam mengelola negara, sebab mengelola sebuah
negara tidak seperti mengelola warung makan. Inpres dan Keppres bukanlah instrumen
hukum dalam hirarki peraturan undang-undang Republik Indonesia. Inpres hanya
sebuah perintah biasa dari presiden, sedangkan Keppres merupakan penetapan,
seperti mengangkat dan memberhentikan pejabat. Legalitas keberadaan tiga kartu
itu bukan dengan Inpres dan Keppres.
Prof. Dr. Yusril adalah politikus sekaligus akademisi. Sebagai
politikus, Yusril membidani lahirnya Partai Bulan Bintang, meskipun partai ini
tidak berbuat banyak untuk bangsa Indonesia. Yusril berulang kali mencalonkan
diri menjadi presiden, tetapi selalu knock
out, bahkan partainya pun tidak lolos verifikasi. Sebagai akademisi, Yusril
dikenal sebagai salah satu pakar hukum tata negara. Tetapi kata orang Belitong, “Bang Yusril lebih cocok
menjadi pakar hukum tata boga”. Yusril
telah tiga kali menjabat sebagai menteri dalam tiga kabinet yang berbeda,
yakni: Menteri Hukum dan Perundang-undangan, Menteri Hukum dan HAM, dan Menteri
Sekretaris Negara. Dari jabatan pretisius ini, sepintas membuat orang kagum
akan kehebatan dan kepintaran Yusril.
Yusril, putra Belitong, sebenarnya tidak melakukan banyak hal
untuk bangsa ini selama tiga kali menjabat menteri. Buah pemikiran dan hasil kerja Yusril pun hampir
tidak tampak di negara ini. Tentu hal ini sangat ironis dengan jargon, “Yusril pakar hukum tata Negara”
dan gelar akademis yang disandangnya. Pemikiran nakal saya mengatakan, “ Yusril
mendapatkan gelar akademis itu dari Universitas Terbuka (UT), atau hasil
belanja kali”. Hukum di negara ini semakin hari semakin kacau, selama Yusril
menjabat menteri (tiga periode) banyak memproduk udang-udang dengan gaya
penafsiran berbeda-beda. Setip kali
mengaplikasikan tata aturan ini selalu saja tumpang tindi dan membuat
perjalanan bangsa ini menjadi kacau. Dimanakah peranmu, Bung Yusril?
Pada masa pemerintahan Jokowi-JK ini, Yusril tidak perlu
berkomentar banyak, sebab kredibilitas Yusril sebagai pakar hukum, akademisi dan politikus tidak terbukti dan nihil. Yusril tidak mengetahui banyak hal tetapi berlagak pintar, kemudian
membuat kompensasi diri dan mengatakan Puan Maharani tidak tahu apa-apa dan jangan ngomong banyak. Komentar orang Belitong, “Bang Yusril pakar hukum tata boga” ada benarnya juga, sebab komentar ini muncul
dari pengamatan mereka terhadap kinerja Yusril. Sekarang waktu yang tepat buat
Yusril untuk introspeksi diri. Selamat merenung Bung Yusril.