Kamis, 06 November 2014

YUSRIL Pakar Hukum Tata Boga



YUSRIL, PAKAR HUKUM….?

 Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH., M. Sc, pakar hukum tata negara,  mempersoalkan payung hukum tiga kartu Jokowi-JK, yakni Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Kesejateraan Keluarga. Menurut Yusril  ketiga kartu ini harus jelas dasar hukumnya. Lebih lanjut dia mengatakan, “niat baik Jokowi-JK  membantu orang miskin karena hendak menaikan BBM patut dihargai”. Yusril juga membandingkan bahwa hal serupa ini juga perna dilakukan  pada  masa pemerintahan SBY. Apabila mengeluarkan sebuah kebijakan haruslah jelas dasar hukumnya. Cara mengelola negara tidak sama seperti mengelola rumah tangga atau warung makan. Inilah komentar Yusril terhadap tiga kartu Jokowi-JK.

Menurut Puan Maharani, kebijakan tiga kartu ini akan dibuatkan payung hukum dalam bentuk Inpres dan Keppres oleh Presiden Jokowi. Namun Yusril menyangga pendapat Puan Maharani ini. Yusril mengatakan, “Puan jangan asal ngomong kalau tidak memahami tata aturan  negara dengan baik”.  Yusril mengusulkan Puan untuk belajar banyak  dalam mengelola negara, sebab mengelola sebuah negara tidak seperti mengelola warung makan. Inpres dan Keppres bukanlah instrumen hukum dalam hirarki peraturan undang-undang Republik Indonesia. Inpres hanya sebuah perintah biasa dari presiden, sedangkan Keppres merupakan penetapan, seperti mengangkat dan memberhentikan pejabat. Legalitas keberadaan tiga kartu itu  bukan dengan  Inpres dan Keppres.


Prof. Dr. Yusril adalah politikus sekaligus akademisi. Sebagai politikus, Yusril membidani lahirnya Partai Bulan Bintang, meskipun partai ini tidak berbuat banyak untuk bangsa Indonesia. Yusril berulang kali mencalonkan diri menjadi presiden, tetapi selalu knock out, bahkan partainya pun tidak lolos verifikasi. Sebagai akademisi, Yusril dikenal sebagai salah satu pakar hukum tata negara. Tetapi  kata orang Belitong, “Bang Yusril lebih cocok menjadi pakar hukum tata boga”.  Yusril telah tiga kali menjabat sebagai menteri dalam tiga kabinet yang berbeda, yakni: Menteri Hukum dan Perundang-undangan, Menteri Hukum dan HAM, dan Menteri Sekretaris Negara. Dari jabatan  pretisius ini, sepintas membuat orang kagum akan  kehebatan dan kepintaran Yusril. 

Yusril, putra Belitong, sebenarnya tidak melakukan banyak hal untuk bangsa ini selama tiga kali menjabat menteri.  Buah pemikiran dan hasil kerja Yusril pun hampir tidak tampak di negara ini. Tentu hal ini sangat ironis  dengan jargon, “Yusril pakar hukum tata Negara” dan gelar akademis yang disandangnya. Pemikiran nakal saya mengatakan, “ Yusril mendapatkan gelar akademis itu dari Universitas Terbuka (UT), atau hasil belanja kali”. Hukum di negara ini semakin hari semakin kacau, selama Yusril menjabat menteri (tiga periode) banyak memproduk udang-udang dengan gaya penafsiran berbeda-beda.  Setip kali mengaplikasikan tata aturan ini selalu saja tumpang tindi dan membuat perjalanan bangsa ini menjadi kacau. Dimanakah peranmu, Bung Yusril?

Pada masa pemerintahan Jokowi-JK ini, Yusril tidak perlu berkomentar banyak, sebab kredibilitas Yusril sebagai pakar hukum, akademisi  dan politikus tidak terbukti dan nihil.  Yusril tidak mengetahui  banyak hal tetapi berlagak pintar, kemudian membuat kompensasi diri dan mengatakan Puan Maharani  tidak tahu apa-apa dan jangan ngomong banyak. Komentar orang  Belitong, “Bang Yusril pakar hukum tata boga”  ada benarnya juga, sebab komentar ini muncul dari pengamatan mereka terhadap kinerja Yusril. Sekarang waktu yang tepat buat Yusril untuk introspeksi diri. Selamat merenung Bung Yusril.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar