Senin, 08 Oktober 2018

Bunda OPOSISI


Kesalahan Sarumpaet 
Cuci Tangan Partai Oposisi

Baru-baru ini rakyat Indonesia dikejutkan dengan peristiwa penganiayaan Ratna Sarumpaet, anggota tim kampanye kemenangan Prabowo – Sandi. Peristiwa penganiayaan ini menyita perhatian masyrakat Indonesia dan pada waktu yang sama juga terjadi gempa dan tsunami di Palu menelan ribuan korba. Perhatian publik terbagi untuk memberikan rasa empati dan simpati kepada Ratna Sarumpaet dan korban bencana di Palu. Para pembesar partai Oposis (Gerindra, PAN, PKS dan Demokrat) menunjukkan reaksi keras mengutuk dan meminta kepolisian harus segerah mengusut tuntas kasus biadab yang menimpa Bunda Sarumpaet, Bunda Oposis.

Wajah Yang Menderita

Prabowo – Sandi,  bersama pembesar parati oposisi dan anggota tim kampanye nasional kemenangan mereka, mengadakan konferensi pers. Isi dari konferensi pers itu adalah ungkapan keprihatinan mereka terhadap peristiwa menimpa Sarumapet, mengutuk aksi biadab tersebut, meminta kepolisian  segerah mengusut dan mengungkapakn kasus tersebut secara terang benderang. Namun, ada satu  hal yang sangat menarik adalah mereka secara tidak langsung menuduh Jokowi sebagai dalang peristiwa Sarumpaet ini. Ada beberapa tokoh oposisi, seperti Beny K. Harman dari Demokrat, menuding Jokowi sebagai dalang dan memelihara para preman yang siap menghabisi pihak oposisi.

Pihak kepolisian merespon cepat peristiwa Sarumpaet, Bunda Oposisi. Dalam waktu 1x24 jam setelah persitiwa itu menjadi viral, kepolisian berhasil mengungkap fakta yang sebenarnya dari peristiwa Sarumpaet. Wajah Sarumpaet bengkak dan bonyok itu memang benar tetapi bukan hasil dari gebukan  para penjahat atau orang-orang suruhan Jokowi. Akhirnya Sarumpaet sendiri mengakui bahwa penderitaan yang dialami adalah hasil dari Operasi Plasit. Publik tercengang. Partai oposisi seperti kebakaran jenggot. Tidak ada lagi dalil untuk membela diri dan membela Sarumpaet sebagai Bunda Oposisi.

Mereka Sangat Simpati dan Empati

Pengakuan dan permintaan maaf Sarumpaet seakan-akan menjadi tamparan besar bagi Prabowo – Sandi. Konfernsi pers jilid II terpaksa harus dilakukan oleh pihak oposisi. Prabowo –Sandi dan para pendukungnya menampilkan raut wajah yang sedih, penuh penyesalan, geram dan menempatkan diri mereka sebagai pihak yang dikorbankan oleh Sarumpaet. Namun, rakyat Indonesia tidak begitu saja terlarut dengan sandiwara penyesalan dari pihak oposisi. Banyak orang mencurigai bahwa itu adalah skenario besar yang dibangun pihak oposisi untuk menjatuhkan Jokowi. Namun, sayang skenario jahat itu ketahuan sebelum membuahkan hasil.

Saat ini pihak oposisi sedang membangun image untuk menghapus borok yang telah menodai mereka. Prabowo – Sandi dan para pendukungnya melimpahkan kesalahan itu di pundak Sarumpaet. Status sebagai orang penting di Tim Kampanye kemenangan pun dicopot, bahkan Sarumpaet dituduh sebagai orang selundupan dari pihak lawan. Sarumapet seakan-akan menjadi pelaku tunggal dalam skenario besar ini.

Skenario Gagal "Dia Tipu Kita"

Jika skenario Operasi Palstik ini berhasil dimainkan pasti  kepolisian,  pihak Jokowi dan pengadilan akan menderita tekanan. Pihak oposisi akan menurunkan tukang demo berjilid-jilid untuk menekan pemerintahan. Peristiwa Ahok akan terulang, tetapi kali ini bukan isu agama tetapi isu “Oplas”.  Sarumapet akan ke Cili mendemontrasikan kebohonganya dan meminta suaka di negara lain dengan mengatakan pemerintahan Jokowi adalah pemerintahan tirani, anti kritik dan lain sebagainya. Dunia akan menekan pemerintahan Jokowi dan akhirnya lengser lalu pihak oposisi akan berpesta pora. Namun, syukur bahwa Tuhan tidak buta dan tuli. Dia selalu memberikan pembebasan tepat pada oarng berniat jujur dan membuka aib bagi kumpulan kawanan jahat.


Senin, 23 Juli 2018

Filsuf Politik


Filsafat Politik Zaman Yunani Kuno

(oleh Bima Satria Putra)


Pengantar

Sudah sejak 2.500 tahun yang lalu, manusia mempusatkan pemikiran pada dirinya. Sebelumnya, para filsuf pra-sokrates mencari tahu inti segala sesuatu (arche), tentang ‘ada’ dan pembentukan alam semesta. Hingga kemudian pada zaman kaum sofi, filsafat turun dari langit dan berkutat dengan persoalan tentang tentang kehidupan sosial, moral, estetika, ekonomi dan negara. Negara tidak lepas dari para pemikir tersebut, dan hingga zaman kontemporer (sekarang) para pemikir masih juga sibuk membahasnya. Selalu ada topik baru untuk didiskusikan, karena tiap zaman membawa dinamika dan persoalan sendiri terkait politik & negara.
Indonesia juga tidak luput mendapat pengaruh sistem politik ‘barat’ yang menggantikan sistem politik ‘timur’ dimana para raja dan bangsawan di agung-agungkan. Salah satu ciri sistem politik yang kebarat-baratan itu dapat dilihat dari keberadaan badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta pemilihan umum yang telah kita laksanakan.
Retorika & Relativisme
Mari kita mulai pada para pemikir Yunani kuno (kurang lebih 499 SM). Yunani kuno waktu itu mempunyai sistem politik demokrasi yang berbentuk dalam sebuah polis (negara kota). Didalam polis terdapat semacam komite atau senat yang dimana pengambilan keputusan dan kebijakan ditentukan berdasarkan suara terbanyak. Hal ini menuntut politikus zaman itu untuk pintar berpidato dan berdebat (retorika) agar dapat meyakinkan senat dan memenangkan suatu perkara atau memperoleh simpati rakyat.

Kaum Sofis (pengajar kebijaksanaan) hadir untuk mengajar para politikus, seni berbicara dan berargumentasi didepan publik, sehingga mereka yang tidak mempunyai kemampuan dalam bidang pemerintahan dan kenegaraan dapat terjun langsung ke dunia politik. Sayangnya kemampuan seni berbicara tersebut hanya digunakan untuk mencapai kekuasaan. Kaum Sofis dikenal nakal karena dalam seni berargumentasi mereka selalu menghalalkan segara cara untuk memenangkan suatu perkara dan mendapatkan simpati massa. Mereka dikritik karena tidak menjunjung tinggi kebenaran di dalam argumentasi mereka.
Pada gilirannya kaum Sofis memunculkan aliran relativisme, yang dimana bahwa pendirian baik-buruk atau benar-salahnya suatu pandangan tergantung pada manusia yang bersangkutan mengenai hal tersebut. Jadi, apa yang baik oleh seseorang belum tentu baik oleh yang lain. Dan ajaran ini juga berlaku pada banyak bidang lainnya, termasuk hukum dan negara. Kaum Sofis menolak bahwa hukum positif (peraturan, undang-undang) berlaku mutlak dimana-mana tanpa terkecuali. Kemutlakan hukum selalu berkaitan dengan para pembuat hukum yang berbeda-beda ditempat yang berbeda-beda pula. Dalam suatu tempat, hukum menjadi alat untuk menindas kaum yang lemah (kondisi Thrasymachos) dan ditempat lain hukum menjadi alat untuk melindung kaum yang lemah (kondisi Kallikles).
Salah satu filsuf Sofis yang tersohor adalah Protagoras (485-415), ia berpandangan bahwa manusia dianugerahi oleh dewa dengan keadilan (dike) dan hormat (aidos). Dengan kedua anugerah ini manusia kemudian dapat membuat undang-undang. Undang-undang yang satu tidak lebih baik ketimbang undang-undang yang lain, melainkan undang-undang cocok dengan suatu masyarakat tertentu, tetapi tidak cocok dengan masyarakat yang lain.
Eudaimonia (Jiwa Yang Baik)
Sokrates (470-399 SM), pada zaman yang sama menganjurkan kepada penduduk Athena untuk mencapai “jiwa yang baik”. “Jiwa yang baik” dipahami sebagai keadaan objektif, yaitu berkembangnya seluruh aspek kemanusian personal (emosional, moral, sosial, rohani dsb). Dalam artian bahwa, seseorang dengan pemikiran “yang baik” akan bertindak “yang baik” pula. Dalam negara, Sokrates berpandangan bahwa seorang pemimpin harus mempunyai pengertian “yang baik” tersebut. Karena tujuan dari terbentuknya negara adalah memajukan kebahagiaan para warga dan membuat jiwa mereka menjadi sebaik mungkin, maka penguasa negara harus memahami tentang “yang baik” agar dapat mencapai tujuan dari terbentuknya suatu negara.
Sayangnya kemudian Sokrates divonis mati dalam pengadilan rakyat Athena dan dinyatakan bersalah dengan mayoritas 60 suara (280 melawan 220). Tetapi ajaran Sokrates kemudian diturunkan kepada muridnya, Plato ((427-347 SM). Plato mengajarkan bahwa manusia sebaiknya mencapai “yang baik”, namun hidup “yang baik” tersebut hanya terdapat didalam polis. Bagi Plato, sejatinya kodrat manusia adalah makhluk sosial, yang tentu saja makhluk yang berinteraksi didalam polis. Plato menyarankan untuk selalu bersama agar dapat mencapai kebahagiaan, sebab manusia tidak akan mencapai kebahagiaan dengan menyendiri.


Berdasarkan pengalamannya tentang gurunya, Plato kemudian meradikalisasikan pemikirannya terhadap negara. “Semua negara sekarang ini diperintah secara buruk” kata Plato. Sama seperti Sokrates, Plato menyarankan bahwa negara harus dipimpin oleh pemimpin yang berorientasi pada “yang baik”, atau yang dimaksud Plato adalah filsuf. Jadi, Plato membangun model negara yang baik, yaitu negara dengan 3 jenis golongan, yaitu ; golongan penjamin nafkah, golongan penjaga dan para pemimpin. Penjamin nafkah adalah mereka yang memproduksi kebutuhan manusia, sementara penjaga adalah golongan yang mengawas dan mengatur para penjamin nafkah agar tidak hanya memikirkan kepentingan pribadinya. Golongan penjaga ini harus dididik secara intensif dengan kedisiplinan dan kebijaksanaan, antara lain dengan diajarkan filsafat juga. Para pemimpin kemudian diambil dari golongan penjaga (yang paling mendalami filsafat), sebab Plato berpendapat bahwa pemimpin negara yang baik adalah filsuf.
Pemikiran Plato mengenai negara yang baik mungkin terlalu idealis, karena pada kenyataannya susah untuk direalisasikan. Filsuf adalah para pecinta kebijaksanaan, mereka adalah para pemikir. Mungkin alangkah baik jika para filsuf tersebut kemudian yang mendidik para pemimpin agar dapat mengambil keputusan dan membuat kebijak yang baik dan benar, atau cara yang termudah tentu saja adalah menjadikan para filsuf sebagai penasihat pemimpin negara.
Bentuk Negara Yang Baik
Sementara Aristoteles (427-347 SM), murid Plato, mempunyai ajaran mengenai bentuk negara yang baik, yang dibedakan menjadi tiga ; monarki, aristokrasi, dan demokrasi (politeia : pemerintahan moderat dengan UUD). Menurut Sokrates, negara yang baik adalah negara yang mengarah kepada kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi penguasa. Dengan demikian, Aristoteles berpandangan bahwa demokrasi merupakan yang paling baik, dimana setiap warga negara dapat bergantian memerintah lewat pemilihan secara periodik sehingga terdapat keseimbangan antara golongan.
Ajaran Aristoteles mengenai pemimpin secara tidak langsung tidak jauh berbeda dengan gurunya. Ketakutannya mengenai penyalahgunaan kewenangan pemimpin negara, menuntut negara yang dipimpin oleh pemimpin yang baik. Monarki dapat menjadi tirani, jika pemimpin negara bertindak sewenang-wenang sesuai keinginannya. Sementara aristokrasi dapat menjadi oligarki, jika kekuasaan hanya ada pada beberapa orang. Yang paling berbahaya adalah demokrasi tanpa undang-undang, dimana situasi dan keadaan dapat menjadi kacau. Yang kemudian dapat menimbulkan anarki (dari kata a=tidak, dan arkhe=prinsip, asas).

Dengan penjelasan diatas, kita dapat mengetahui bahwa para pemikir Yunani kuno mempunyai pandangan sendiri mengenai politik dan negara. Beberapa mungkin tidak relevan sesuai perkembangan jaman, sementara yang lain tidak praktis atau sulit diwujudkan. Walau demikian, pemikiran-pemikiran diatas bermaksud untuk memberikan usulan mengenai pemerintahan dan kenegaraan yang baik. Karena sudah menjadi sifat kodrati tiap individu untuk hidup bersosial dan memperoleh kebahagiaan dalam interaksinya dengan masyarakat, maka pemikiran tersebut dapat menjadi kerangka rujukan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. 



Jumat, 08 Juni 2018

DOSA


DOSA
(Kejadian 3)

Kitab Kejadian melukiskan tentang jatuhnya manusia ke dalam dosa. Apabila kisah ini  kita tempatkan dalam konteks kekinian rasanya sangat menarik, apa lagi berbicara tentang mentalitas dan karakter tokoh-tokoh publik zaman sekarang.

Ular dan Hawa

Lebih mudah melemparkan kesalahan  kepada orang lain atau kelompok lain daripada mengakui kesalahan sendiri atau kelompoknya sendiri. Ada dialog Tuhan, Adam dan Hawa.  

Tuhan: “Hai Adam dimanakah engaku, Apakah engkau telah memetik buah pohon yang Aku larang itu?”. 
Adam: “Bukan aku Tuhan, tetapi perempuan itu yang memetik”.
Hawa: “Ya aku yang memetik, tetapi ular itu yang menyuruh aku”. 


Dialog singkat ini menggambrkan bahwa manusia itu mudah berkelit dan mudah juga melemparkan kesalahan kepada yang lain. Walaupun sangat jelas bahwa manusia itu ikutserta dalam konspirasi kesalahan/dosa tetapi manusia masih bersilat lidah untuk luput dari kesalahan. Para publik figur bangsa (tokoh politk, tokoh agama, tokoh masyarakat dll) cendrung dan sering melakukan praktek ini, “Bukan aku,  Tuhan   tetapi mereka”.

Kisah Kitab Kejadian kita dapat melihat munculnya dosa berjemaah. Berawal dari setan kemudin ke ular dan dari ular diteruskan lagi kepada manusia Hawa dan Adam.  Kasusnya adalah memetik buah pohon terlarang. Dari kasus ini muncul rentetan peristiwa yang saling berkaitan dan menyeret manusia, hewan dan tumbuhan (seluruh tatanan ciptaan) untuk bersama-sama terjerumus dalam dosa.  Di Indonesia banyak kasus kejahatan melibatkan banyak orang. Semua orang berkeroyok mencari kenikmatan dalam satu sumber yang sama dengan berbagi peran.  Kisah kejahatan berjemaah yang dilukiskan dalam Kitab Kejadian masih aktual di Negara ini.


Dosa menyingkapkan rasa malu. Ada sepenggal dialog Tuhan dan Adam.

Tuhan: “Adam..Adam..Mengapa engkau bersembunyi?”. 
Adam:  “Tuhan…, aku merasa malu, karena aku telanjang”.   

Orang melakukan kesalahan, apa lagi diketahui  publik pasti ia merasa malu.  Ia akan hidup terisolir dari keramaian. Mentalitas manusia adalah lebih takut dan malu apabila dosa dan kesalahan diketahui publik daripada kepada Tuhan. Para publik figur di Negara ini jarang merasa malu jika aksi kejahatanya diketahui publik. Mereka tampak bangga dengan dosanya, bahkan merasa diri kudus tanpa dosa ketika mengenakan busana agamis. Bahkan ada tokoh yang mengadakan sumpah demi Allah, langit dan bumi bahwa dia tidak melakukan kejahatan dan dosa. Dosa yang paling  berat adalah merasa diri tidak berdosa dan itulah yang ada di dalam diri publik figur kita.
Adam dan Hawa merasa takut dan malu



Dosa membuat kita terusir dan terusik dari kemapanan. Ketika kesalahan dan dosa kita tidak diketahui sesama, maka kita selalu merasa nyaman. Kita membuat seakan-akan Tuhan itu tuli dan buta dengan dosa kita. Apabila tebongkar borok kejahatan, manusia  merasa terusik dan terusir dari relasi sosial. Manusia merasakan hidup tidak damai, was-was dan gelisah tiada henti. Sedangkan  kepada Tuhan manusia tidak pernah merasa menyesal. Rupanya manusia lebih takut kepada sesama ciptaan daripada Tuhan Sang Sumber Ciptaan. Ibarat Orang Indonesia pakai Helm karena takut polisi dan bukan karena  pakai Helm untuk keselamatan kepala.

Selasa, 05 Juni 2018

KBG LOKUS PASTORAL PAPIN


MODEL PASTORAL  MEMBAMBAGUN  SEMANGAT  MISIONER
GEREJA KEUSKUPAN PANGKALPINANG

(RD. Yos Patimura)


1.    Pengantar
Kaum awam adalah pelopor/perintis iman katolik di Keuskupan Pangkalpinang. Sejarah Gereja mencatat bahwa ada beberapa tokoh awam yang memiliki kontribusi besar menaburkan benih iman di Keuskupan Pangkalpinang. Salah satunya adalah Paulus Tjen On Ngie. Berawal dari Paulus inilah maka Gereja Keuskupan Pangkalpinang boleh disebut gereja kaum awam. Melihat realitas seperti itu, Mgr. Hilarius Moa Nurak, SVD dan penggantinya Mgr. Adrianus Sunarko, OFM menekankan pola pastoral Komunitas Basis Gerejawi (KBG) untuk Keuskupan Pangkalpinang. Melalui KBG peran serta/partisipasi umat dalam karya pewartaan Gereja semakin baik.  Melalui KBG, semua anggota mengadakan pendalaman ajaran iman, Kitab Suci dan doa bersama, yang nantinya akan membangkitkan semangat missioner umat.

2.    Semangat Misioner Umat Keuskupan Pangkalpinang
2.    1  Gereja Kaum Awam
Penabur benih iman katolik di wilayah Keuskupan Pangkalpinang dilakukan oleh kaum awam. Salah satuh tokoh awam adalah  Paulus Tjen On Ngie (1830-1871). Ia dikenal sebagai seorang tabib (sinshe/sinsang) yang berkeliling di Pulau Bangka. Selain mengobati orang sakit, beliau juga mewartakan Injil. Ia lahir di Tiongkok 1795,  kemudian merantau ke Pulau Penang (Malaysia) dan dibaptis di Penang 1872. Ia merantau lagi ke Bangka dan menetap di Sungai Selan di antara para kuli Tiong Hoa pertambangan timah.
Paulus Tjen On Ngie memberikan pengajaran iman dan mempersiapkan para katekumen. Dia kemudian mengirimkan para katekumen itu ke Singapore dan Penang untuk dibaptis.  Paulus  Tjen On Ngie sendiri belum tahu dan belum  mendengar bahwa ada uskup di Batavia.  Mgr. Vrancken dari Batavia mendapatkan informasi dari Singapore dan Penang bahwa di Sungai Selan (Bangka) ada umat Katolik. Tahun 1849 Mgr. Vrancken mengutus Pastor Claesens, Pr berkunjung ke Sungai Selan dan saat itu Pastor Claesens membabtis 50 katekumen yang telah dipersiapkan oleh Paulus Tjen On Ngie.
Pada tahun 1853 ada pastor mulai menetap di Sungai Selan dengan wilayah pelayanannya meliputi bagian timur Sumatera dan Kalimantan Barat. Paulus Tjen On Ngie diangkat menjadi Katekis, ia melayani dengan setia dan penuh semangat. Pada tahun 1867 wilayah Sungai Selan (Bangka) mengalami kekosongan pastor, Paulus Tjen berperan sebagai “pastor” sampai wafat  1871.
Komunitas nelayan katolik di Sungai Bawah (Moro) Kepulaun Riau berasal dari Fu Kien (Tiongkok), kebanyakan sudah masuk katolik di tempat asalnya dan sebagian besar dari Paroki Ping Hai. Pada tahun 1920 komunitas nelayan katolik dari Sungai Bawah mengadakan kontak dengan pastor di Singapore yang beberapa kali datang melayani mereka. Pada tahun 1950 muncul beberapa komunitas katolik yang terdiri dari pendatang asal Flores di Kepulauan Lingga (Kepulauan Riau). Mereka membawa warisan iman dari Flores untuk berkumpul pada hari Minggu dan berdoa; umumnya berdoa rosario dan menyanyikan lagu-lagu dari jubilate di kapel-kapel sederhana yang beratapkan daun rumbia yang mereka dirikan sendiri. Pada hari Raya Natal atau Paskah mereka mencari gereja di kota atau pulau lain dan pada waktu itulah mereka berjumpa dengan pastor yang kemudian datang melayani mereka secara berkala.
Banyak tempat di wilayah Keuskupan Pangkalpinang jarang mendapatkan pelayanan pastor, karena wilayahnya banyak pulau. Kunjungan pastor yang jarang, membuat umat  semakin giat mengatur dirinya baik dalam hal ibadat, pewartaan dan karya sosial lainnya. Terbentuknya komunitas-komunitas umat yang mandiri memunculkan juga peran guru agama cukup besar.  Pada awalanya guru agama/sinsang bersifat suka rela dan setelah kedatangan imam mereka ini diangkat menjadi katekis dan diberi gaji. Para katekis ini menjadi pengajar-pengajar yang tangguh di berbagai tempat, terutama di pulau-pulau terpencil di wilayah Keuskupan Pangkalpinang, seperti Paulus Tjen On Ngie di Pulau Bangka, Josef Tan Tek Hoa di Tanjung Balai, Yohanes Tjong Piang Khoen di Belitung dan beberapa tokoh awam Flores di Kep. Lingga.

2.    2  Sebutan Gereja Perantau
Terbentuknya komunitas umat katolik di wilayah Keuskupan Pangkalpinang terjadi karena para perantau. Mereka datang dari berbagai daerah ke wilayah Keuskupan Pangkalpinang. Tujuan kehadiran para perantau ini adalah ingin memperbaiki taraf hidup perekonomian mereka. Di samping mereka berkerja di tambang timah, perkebunan sawit, karet, kapal nelayan dan industri, mereka juga menyempatkan diri menyebarkan benih iman di daerah dimana mereka bekerja.
Wilayah Kevikepan Bangka Belitung sebagian umat adalah perantau dari Flores, Jawa dan Batak. Umat Tiong Hoa sudah menetap lama dan sebagai tuan tanah di wilayah Bangka Belitung.  Sedangkan Wilayah Kevikepan Kep. Riau umat katolik berasal dari  berbagai suku karena wilayah ini adalah daerah industri. Namun ada beberapa tempat umat katolik adalah penduduk setempat (penduduk asli), seperti Kep. Anambas dan Kep. Lingga.
Gereja Katolik Keuskupan Pangkalpinang masih dikenal sebagai Gereja perantau, meskipun sudah berabad-abad gereja hidup dan ada di wilayah ini.  Petugas pastoral, entah awam maupun religius, masih suka menggunakan istilah gereja perantau. Sebutan Gereja Perantau bermaksud untuk membangkitkan semangat iman umat, mengajak umat membuka diri (dialog) dengan yang lain dan menciptakan kesatuan karena merasa senasib/sepenanggungan (perantau). Namun, sebutan Gereja Perantau membawa pengaruh negatif pada pandangan orang tentang gereja itu sendiri. Orang melihat bahwa Gereja Katolik itu adalah sesuatu yang asing sehingga menimbulkan kecurigaan-kecurigaan di mata masyarakat pada umumnya. Pada Sinode II Keuskupan Pangkalpinang, mulai menyadari identitas diri bahwa Gereja Pangkalpinang telah menyatuh dengan budaya lokal. Gereja telah menjadi tuan tanah bukan lagi warga perantau di tanah sendiri. Umat katolik telah lahir turun temurun, berbahasa, berkarakter dan berbudaya dengan lokalitas yang ada. Maka 100% katolik dan 100%  Gereja Katolik Keuskupan Pangkalpinang.

3.      KBG  Sebagai Model Pastoral
3.    1  KBG  sebagai Fokus dan Lokus Pastoral
Keuskupan Pangkalpinang menggerakkan semangat bermisi  KBG. Mgr. Hilarius Moa Nurak, SVD menegaskan bahwa KBG bukan sebagai salah satu alternatif pastoral atau salah satu pastoral kategorial. Tetapi KBG adalah fokus dan lokus dari seluruh karya pastoral Keuksupan Pangkalpinang, baik parokial maupun kategorial. KBG merupakan persekutuan kaum beriman kristiani, yang hidup, kecil dan basis dalam sebuah paroki, di bawah kegembalaan pastor paroki, sebagai ungkapan sejati persekutuan gerejawi, tempat kaum beriman mengkomunikasikan Sabda Allah dan mengungkapkannya dalam pelayanan serta kasih seseorang kepada yang lain. 
KBG menjadi fokus dan lokus pastoral Keuskupan Pangkalpinang bertujuan  untuk mengajak  umat beriman menimbah semangat misioner awal. Gereja Pangkalpinang adalah gereja kaum awam. Semangat kaum awam sebagai misionaris awal dengan segala keterbatasannya mampu dan gigih mewartakan injil dan menaburkan iman katolik di Wilayah Keuskupan Pangkalpinang. Kaum awam telah bekerja dengan satu keyakinan teguh bahwa Nama Tuhan harus dimuliakan dan sukacita injil harus menggapai semua orang. Semangat misioner  kaum awam masa lalu ini hendaknya menjadi spirit hidup semua umat katolik Keuskupan Pangkalpinang dewasa ini. Pastoral KBG mampu menciptakan kaum awam yang handal, militan dalam iman dan peduli akan misi karya pewartaan Gereja. KBG sebagai fokus dan lokus pastoral ini akan membentuk misionari-misonaris awam yang handal dalam tugas perutusan gereja dewasa ini. Melaui KBG semangat misioner Paulus Tjen On Ngie dkk akan terus hidup dan menyala dalam diri umat Keuskupan Pangkalpinang.
Gereja Pangkalpinang adalah bagian dari lokalitas budaya dimana gereja itu ada dan hidup. Misi umat Keuskupan Pangkalpiang adalah membangun KBG yang inklusif, dialogal, berakar pada iman dan peduli terhadap semesta. Stereotipe gereja perantau menimbulkan kesan yang kurang bagus dan sekaligus membuat gereja itu kurang berakar. Pandangan gereja sebagai warga asing akan menimbulkan juga perasaan minder dan menutup diri dengan situasi yang ada. Melaui situasi ini, pastoral KBG mampu secara perlahan-lahan membangkitkan antusiasme umat menampakan iman dan membuka diri bahwa gereja adalah bagian yang tak terpisahkan dari wilayah dimana gereja itu hidup.

3.    2  KBG Menempah  Semangat Misioner Umat
Umat Keuskupan Pangkalpinang yang berada dalam KBG-KBG telah memilih untuk melukiskan identitasnya sebagai “Umat yang dijiwai oleh Allah Tritunggal Mahakudus bertekad Membangun Gereja Partisipatif”. Visi ini mengingatkan kembali seluruh anggota Gereja, imam, awam dan religius untuk melaksanakan tugas perutusan Kristus. Persatuan para anggota Gereja dengan komunio Allah Tritunggal melahirkan suatu "keluarga" baru, sehingga terciptalah suatu persekutuan dan persaudaraan di antara para anggota Gereja, Tubuh Mistik Kristus, Umat Allah di Keuskupan Pangkalpinang. Dalam kesatuan itu semua anggota menjadi bagiannya. Pada saat yang sama semua anggota komunitas basis mengambil bagian untuk membangun suatu persaudaraan atas dasar iman, harapan dan kasih. Dan dengan cara hidup demikian umat Allah mewartakan Kerajaan Allah kepada dunia.
Dijiwai oleh Allah Tritunggal, harus dipahami bahwa Allah Tritunggal merupakan sasaran iman, dasar, sumber dan model hidup umat beriman Keuskupan Pangkalpinang. Sasaran iman umat  berarti beriman tidak kepada sembarang Allah tetapi pada Allah dengan sifat-sifat yang khas-Nya: persekutuan dalam kasih, rahim, murah hati, mencipta, mewahyukan diri, menyelamatkan manusia dan seluruh ciptaan. Allah adalah dasar iman dan sumber  kehidupan ciptaan. Dialah yang memungkinkan kita hidup dan beriman, berinisiatif  menciptakan kita semua, mewahyukan diri, mewartakan serta mewujudkan karya keselamatan kepada umat manusia dan seluruh ciptaan.  Hidup dan iman kita berasal dari Dia. Sumber hidup dan iman kita tidak hanya pada mulanya, melainkan sampai sekarang dan selalu Ia terus menerus memperkenalkan diri, mewartakan serta mewujudkan karya keselamatan kepada umat manusia serta seluruh ciptaan. Allah  sebagai model hidup umat beriman karena dalam iman dan relasi dengan-Nya, umat Keuskupan Pangkalpinang  ingin – seperti Allah Tritunggal - membangun persekutuan dan keluar berpartisipasi dalam karya keselamatan bagi manusia dan seluruh alam ciptaan.
Gereja Keuskupan Pangkalpinang menggambarkan diri sebagai sebuah Gereja Partisipatif, maka umat Allah menyadari bahwa (1) dirinya merupakan bagian dari Tubuh Kristus yang satu, kudus, katolik dan apostolik, karena berpartisipasi dalam hidup dan misi Kristus; (2) partisipasi dalam hidup Kristus menjadikan seluruh umat Keuskupan Pangkalpinang sebagai satu keluarga di mana semua anggota "ambil bagian" dalam duka dan kecemasan, derita dan kegembiraan para anggotanya; (3) dan akhirnya, diutus untuk membangun suatu keluarga yang dilandasi oleh cinta, damai dan keadilan baik di antara para anggota Gereja maupun dengan seluruh umat manusia.
Konsili Vatikan II mengungkapkan, bahwa “seluruh Gereja tampak sebagai umat yang disatukan berdasarkan kesatuan Bapa dan Putera dan Roh Kudus.” Dalam terang Konsili ini dapat dikatakan, bahwa Umat Allah Keuskupan Pangkalpinang dijiwai oleh Allah Tritunggal Mahakudus, tidak hanya mengungkapkan kekayaan “spiritualitas” hidup Gereja, melainkan dengan tegas mengungkapkan bahwa misteri iman Allah Tritunggal adalah ikon hidup bersama dalam komunitas Gerejawi yang sedang berziarah di dunia ini. Model Gereja Partisipatif  ini pada hakekatnya merupakan wujud dari Umat Allah dan Tubuh Kristus yang dibentuk, dibangun dan sakramental karena dan atas dasar persekutuan hidup dan karya Allah Tritunggal Mahakudus. Karena baptisan, semua yang berpartisipasi disatukan dengan hidup dan perutusan Yesus Kristus yang telah dimulai oleh Bapa dan diteguhkan oleh Roh KudusNya di dalam sejarah umat manusia. Partisipasi dan pengalaman kesatuan dengan Kristus itu melahirkan kesatuan setiap orang dengan sesama anggota umat Allah maupun dengan semua manusia yang diciptakan sebagai gambaran Allah. Dalam persekutuan sebagai Tubuh Kristus itu, setiap orang beriman maupun komunitas-komunitas gerejawi diutus untuk mewartakan Kabar Baik Kerajaan Allah.

3.    3  KBG adalah Tempat Pendalaman Kitab Suci, Kesaksian dan Perutusan
Sharing Injil adalah sarana yang paling tepat untuk menolong umat beriman mendengarkan Yesus. KBG adalah komunitas doa, maka dalam sharing injil, Kitab Suci menjadi buku doa dan inspirasi hidup komunitas. Umat beriman digerakan untuk berani mengisahkan kisah Yesus dalam hidupnya yang konkret. Menolong umat untuk melihat segala sesuatu dalam terang injil. Kegiatan pendalaman Kitab Suci dapat dilakukan oleh umat sendiri tanpa harus ada imam walaupun imam hadir bersama mereka.
Anggota KBG tidak hanya mengkomunikasikan pesan Injil, tetapi mereka juga akan melakukan aksi-aksi nyata dari pesan Injil untuk kebaikan bersama. KBG adalah komunitas saudara-saudari Yesus (Gereja). Tuntutan Yesus bukan hanya mendengarkan melainkan juga melaksanakan Sabda Allah. Aksi nyata membuat iman menjadi iman yang hidup, seperti kata St. Yakobus, “iman tanpa perbuatan adalah mati” (Yak. 2:20). Tugas umat beriman untuk menghayati hidupnya dalam terang injil. Bersaksi tentang Yesus adalah pengabdian yang luhur. Yesus bersabda, “Hendaknya terangmu bercahaya di depan orang supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu di surga” (Mat 5:16). Isi injil disimpan oleh Gereja sebagai warisan hidup yang berharga, maka injil harus diteruskan dan dikomunikasikan, seperti lewat kesaksian hidup kristiani kepada semua orang.  Tugas umat beriman adalah mewartakan kabar gembira Yesus kepada semua orang.
KBG sangat membantu umat dan para petugas pastoral untuk mengenal satu sama lain secara mendalam. Hidup ber-KBG membuat umat beriman merasa saling memiliki, mengenal secara personal, hidup dalam satu saudara, kegembiraan dan kecemasan adalah milik bersama.  Melalui KBG umat berpartisipasi secara lebih aktif ambil bagian dalam tugas gereja dan sosial- kemasyarakatan.

4.    Prospek  Misi  Yang  Memberikan Harapan di Keuskupan Pangkalpinang

4.    1  Keluarga
Keluarga adalah sel utama keberlangsungan hidup gereja dan masyarakat. Oleh karena itu, keluarga merupakan tempat dan sarana untuk mewujudkan masyarakat  yang semakin manusiawi, yang didalamnya nilai-nilai kebajikan dipelihara, dilaksanakan dan diteruskan oleh generasi selanjutnya. Pembinaan dan perhatian pada pastoral keluarga menjadi penting. Mgr. Ardianus Sunarko, OFM pada sebuah kesempatan mengatakan keluarga yang baik menghasilkan komunitas basis  yang baik,  komunitas yang baik akan menghasilkan gereja dan masyaraat yang berkualitas. Demikian pula, ketika keluarga kristiani diperhatikan dengan baik dan menjalankan tugas perutusanya secara baik, maka keluarga-keluarga kristiani akan menjadi batu-batu hidup KBG.
Melihat pentingnaya peran keluarga dalam kehidupan Gereja, masyarakat, dan menjadi batu-batu hidup KBG (KBG merupakan persekutuan umat yang paling kecil yang terdiiri dari 15-20 keluarga), maka sangatlah penting bagi Gereja Keuskupan Pangkalpinang untuk senantiasa mendukung dan mendampingi pastoral keluarga. Munculnya kelompok-kelompok keluarga dari KBG-KBG yang siap sedia mendedikasikan diri untuk pastoral keluarga di Keuskupan Pangkalpinang. Kelompok ME dan CFC menjadi mitra komisi kelurga keuskupan yang berkarya untuk membangun dan merawat keluarga-keluarga kristiani.

4.  2  Kaum Muda
Gereja menyadari bahwa pengetahuan iman kaum muda Katolik masih kurang, sehingga, di satu sisi, mereka tidak mempunyai dasar iman yang kokoh, dan dilain pihak, mereka tidak memiliki spiritualitas hidup yang jelas. Gereja merasa harus membantu kaum muda untuk membangun iman yang kokoh dan mengakar di dalam diri kaum muda sehingga mereka mampu menghadapi masalah dan tantangan yang ada. Spiritualitas umat Keuskupan Pangkalpinang,”Kemuridan dan Hamba Allah” menjadi bekal pembinaan kaum muda. Melalui spirtualitas ini kaum muda dibina untuk menghayati kehidupan rohani yang kelak akan melahirkan semangat untuk mewartakan kabar suka cita dengan memberikan kesaksian iman di tengah masyarakat.
Pembinaan dan pendampingan orang muda selalu berjalan teratur dan terencana di Keuskupan Pangkalpinang. Tingkat  KBG, wilayah, Paroki dan Kevikepan  selalu tersedia tempat dan waktu untuk pembinaan kaum muda. Banyak modul-modul pendalaman dan pelatihan yang  disedikan oleh komisi kepemudaan. Pembinaan yang dilakukan secara rutin ini selalu menghasilkan kaum muda yang berkualitas bagi gereja dan masyrakat.

4. 3 Anak dan Remaja
Pastoral anak dan remaja sangat popular di Keuskupan Pangkalpinang. Setiap KBG mempunyai pembinaan tetap untuk anak dan remaja yang didampingi oleh fasilitor sekolah Minggu. Gereja menyadari bahwa anak dan remaja adalah generasi masa depan gereja dan masyarkat. Oleh karena itu, pembinaan  iman dengan spiritualitas 2D2K (doa, derma, kurban dan kesaksian) dan animasi anak dan remaja diberikan secara teratur. Keuskupan Pangalpinang mempunyai tradisi tahunan, yakni Jambore Anak dan Remaja. Jambore ini sebagai ajang untuk anak dan remaja berkumpul bersama, membagi suka cita dan persaudaraan satu sama lain. Melalui ajang perjumpaan ini semangat misioner di dalam diri anak dan remaja terus berkembang.

4. 4 Imigran dan Perantau
            Wilayah Keuskupan Pangkalpinang menjadi daerah tujuan untuk para pencari kerja, dan tempat  transit para TKI ke Malaysia dan Singapore. Hampir setiap tahun selalu ada cerita duka tentang nasib para pencari kerja ini. Mereka harus menanggung penderitaan lahir batin. Keuskupan Pangkalpinang merasa terpanggil untuk memperhatikan dan menyelamatkan duka dan derita para pendatang dan pencari kerja ini. Melalui Komisi Imigran dan Perantau, Keuskupan Pangkalpinang sudah banyak membantu saudara-saudari yang menderita. Gereja menyalurkan rahmat bantuan bagi semua yang menderita, tanpa melihat, agama, suku, ras dan golongan. Misi kemanusiaan ini membuat Gereja Keuskupan Pangkalpinang menjadi buah tutur kebaikan  dari banyak orang.

4.    5 Ekonomi
Ada ungkapan, “Iman umat akan semakin fokus apabila isi perut mereka terjamin dengan baik”. Ungkapan ini ada benarnya juga. Gereja boleh mengharapkan umatnya untuk bersuka cita dan bersemngat dalam misi, tetapi Gereja juga harus memperhatikan kesejahteraan hidup ekonomi mereka. Tentu  Gereja tidak menyalurkan bantuan material, uang dan barang, tetapi Gereja harus memberikan ide, solusi agar umat terbebas dari kemiskinannya.
Keuskupan Pangkalpinang menggerakan perbaikan ekonomi masyarakat melalui Cerdit Union. Keuskupan berinisiatif  mendirikan Credit Union Jembatan Kasih. Anggota dari  CU ini telah mencapai 100.000 orang dengan asset sudah mencapi 170 Miliyar. Anggota CU ini umum, tetapi visi, misi, spiritualitas tetap menampakan unsur kekatolikan. Melaui pastoral ekonomi ini misi Keuskupan untuk membangun dan mensejahterakan masyarakat tercapai.

5.    Penutup
Semangat Misioner umat terus berkembang mengikuti perjalanan sejarah Keuskupan Pangkalpinang. Melalui Sakramen Baptis setiap umat beriman dipanggil dan diutus untuk mewartakan Injil Kristus sesuai dengan karisma masing-masing. Model pastoral Keuskupan Pangkalpinang yakni KBG, tujuanya adalah memberdayakan dan membangkitkan semangat misioner dalam diri umat beriman. Misi Gereja Keuskupan Pangkalpinang sebagai pedoman pastoral, yakni misi kedalam dan misi keluar. Misi kedalam adalah membangun KBG yang inklusif, dialogal, berakar pada iman dan ajaran Gereja. Sedangakn misi keluar adalah peduli terhadap lingkungan hidup, berpihak kepada yang miskin, profetis. transformatif, kekeluargaan dan memberdayakan. Karya pastoral Keuskupan Pangkalpiang bersifat ke dalam maupun keluar bertujuan untuk menyampaikan kabar suka cita injil bagi semua orang.



Buku Sumber:
1.      Marilah Melangkah Maju Dalam Persudaraan: Pedoman Umat Katolik Keuskupan Pangkalpinang 2000-2010, Grasindo, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2000
2.      Menjadi Gereja Partisipatif: Pedoman Pastoral Keuskupan Pangkalpinang, Post Sinode II, Obor, 2012
3.      Sejarah Gereja Katolik Indonesia, Jilid 3A, Dokumentasi Penerangan KWI, 1974
4.      Sejarah Gereja Katolik indonesia, Jilid 2, Dokumentasi Penerang KWI, 1972. Hlm 98-102