Minggu, 14 Februari 2016

Yesus Bersama Anak-anak



BIARKANLAH ANAK-ANAK DATANG  KEPADA  YESUS

DIA memberikan teladan lewat aksi
Banyak orang-orang Kristen maupun orang-orang skeptis bertanya dapatkah anak kecil diselamatkan. Pertanyaan skeptis tersebut muncul karena mereka meragukan keselamatan bagi setiap orang, apalagi bagi mereka yg tidak mengerti teologi dengan segala kerumitannya. Orang tua Kristen pun seringkali was-was karena mereka memahami keselamatan namun harus menunggu sampai anak-anak mereka cukup dewasa untuk mengerti dan meyakini keselamatan tersebut.
 
DIA berbicara kepada mereka
Selama masa pelayanan-Nya sebagai manusia, Yesus Kristus telah menyambut dan memberkati anak-anak Markus 10:13-16 menceritakan hal menarik tentang anak-anak. "Lalu orang banyak membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-muridNya memarahi orang-orang itu. Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: "Biarkan anak-anak itu datang kepadaKu, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil ia tidak akan masuk kedalamnya. Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tanganNya atas mereka Ia memberkati mereka."

Saat anak-anak kecil dibawa pada Yesus, mereka memang masih terlalu kecil untuk mengerti betapa luar-biasanya pertemuan itu, tapi mereka tentu dapat merasakan kehangatan kasih Yesus. Dan setelah mereka dewasa, mereka pasti membalas kasih-Nya. Kata Ibrani yang digunakan untuk “anak kecil” pada ayat tersebut, menerangkan bahwa anak-anak tersebut benar-benar masih sangat kecil, jadi gagalkah upaya Kristus? Tentu tidak, kata Ibrani yang sama juga digunakan dalam II Timotius 3:15 yaitu bahwa sejak masa kecilnya Timotius telah "mengenal kitab suci yang memberi (nya) hikmat dan menuntun kepada keselamatan oleh iman kepada Yesus Kristus."

Ada yang berpendapat bahwa seorang anak harus mencapai usia tertentu (sering disebut sebagai “usia dewasa”) agar dapat membuat keputusan rohani dalam hidupnya. Seringkali usia dua belas atau tiga belas tahun dijadikan patokan karena orang Yahudi melakukan upacara khusus di usia tersebut. Tanpa memandang usia tertentu, sebaiknya kita berpegang bahwa jika seorang anak dapat mengerti kebenaran sederhana tentang injil, maka pada usia itu pula segala perbuatanya harus dapat di pertanggung-jawabkan pada Tuhan.


Anak-anak mudah sekali dipengaruhi orang dewasa, karenanya perlu dicermati agar mereka benar-benar memiliki pendiriannya sendiri. Anak-anak dapat dipaksa “menikah” atau bergaul dengan teman lainnya hanya demi menyenangkan orangtua. Hal demikian terjadi begitu saja tanpa rasa menyesal ataupun percaya pada Yesus Kristus. Namun demikian, jika seorang anak sadar akan dosa dan bertobat serta percaya pada Kristus, dia dapat dan akan diselamatkan, berapapun usianya. Kemarahan Kristus pada para murid mungkin karena mereka menggangap remeh anak kecil.
Khotbah gereja mula-mula menekankan pesan keselamatan yang juga melibatkan anak-anak. Dengan mengacu pada “generasi ini” Petrus berkata, "Bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu dan bagi orang yang masih jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil Tuhan Allah kita". (Kisah 2:39). Janji apakah yang sedang dibicarakan Petrus? Petrus berbicara mengenai janji Allah tentang keselamatan bagi semua orang yang percaya Kristus adalah Anak Allah dan menerimaNya dengan iman dan pertobatan, (Kisah 2:22-42).

Bahkan orang dewasa diingatkan untuk bertingkah laku seperti anak-anak. Saat pria “dewasa” sibuk memikirkan siapa yang berhak mendapat tempat tertinggi, Kristus berkata, "Jika kamu tidak bertobat dan tidak menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk kedalam Kerajaan Surga. Dan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga" (Matius 18:3-4). Dalam banyak hal, anak kecil lebih gampang menerima kebenaran rohani dibanding orang dewasa.

Anak-anak dalam lingkungan Kristen biasanya lebih cepat menerima Kristus dalam hidupnya dibanding anak-anak lain yang bukan dari lingkungan Kristen, dan alasannya sangatlah jelas. Keluarga Kristen sejati memiliki alkitab sebagai landasan dan mereka mengajarkannya pada anak-anak. Karena "iman datang dari pendengaran, dan pendengaran oleh Firman Allah" (Roma 10:17), orang yang sering diajar mengenal Firman akan lebih cepat menerimaNya dibanding orang yang jarang atau yang tidak pernah mendengar Firman. Karena itu, Tuhan memberikan berbagai perintah dalam alkitab agar orang tua lebih memperhatikan pertumbuhan rohani anak-anak mereka. Diatas segalanya, adalah gegabah nmenetapkan umur tertentu bagi Roh Kudus yang berkuasa mendatangkan pertobatan dan iman.


Tuhan dapat dan pasti akan memanggil anak-anak untuk menerima keselamatan. Dia memanggil Samuel pada usianya yang masih sangat muda, hingga bahkan pada mulanya Nabi Elly pun tidak menyangka (I Samuel 3). Rencana keselamatan Tuhan begitu sederhana sehingga anak-anak akan mampu mengerti dan menerimanya.

Diterjemahkan oleh: Linda Rooroh
Dikutip dari The Bible Has the Answer, oleh Henry Morris dan Martin Clark, diterbitkan oleh Master Books, 1987

Rabu, 10 Februari 2016

KITA SATU


AKU DAN KAMU SATU 


Aku diciptakan untukmu, dan kamu diciptakan untukku. keberadaanmu sangat berarti bagiku, dan keberadaanku juga bermakna bagimu. Mengenai hal ini, Alkitab menulis, "Manusia Adam dibentuk dari Tanah dan diberikan nafas kehidupan. Manusia Hawa dibentuk dari tualng rusuk Adam, supaya Adam selalu dan senantiasa mencintai Hawa. Dan Hawa akan selalu mencari sang asal dan sumber hidupnya (Adam)".  Santo Mateus menulis dalam suratnya,"Perempuan akan meninggalkan ayah dan ibu dan berasatu dengan laki-laki (suaminya), demikian juga laki-laki akan meninggalkan segala sesuatu untuk pergi bersatu dengan perempuan (istrinya).  Mereka bukan lagi dua melainkan  satu daging, karena yang ciptakan oleh Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia".


Penjelasan singkat diatas hendak menyampaikan bahwa perempuan dan laki-laki dipanggil untuk membentuk satu persekutuan hidup bersama, yakni perkawinan. Perkawinan merupakan sebuah komunio yang bercirikan sifat ilahi dan sekaligus insani.  Hidup perkawinan bercirikan sifat ilahi karena Allah turut serta memanggil, merestui dan membentuk seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk hidup bersama dalam ikatan perkawinan suci. Allah menghendaki perkawinan yang telah ikrarkan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan itu menjadi simbol persekutuan Kristus dengan  Gereja. Hidup perkawinan  bercirikan sifat inasani karena manusia turut ambil bagian dan sebagai pelaku utama keberlangsungan hidup perkawinan. oleh karena itu, perkawinan adalah suci, simbol kesakralan untuk menjelaskan relasi intimitas Allah dengan manusia.


Relasi romatis perempuan dan laki-laki dan mengantar mereka memasuki jenjang perkawinan adalah sebuah proses atau dinamika kehidupan manusia. Karena perkawinan itu sifatnya  monogami dan tidak terceraikan, maka proses (perekanlan - pernikahan) adalah kesempatan bagi manusia untuk belajar mengenal, merenungkan dan membuat sebuah pilih pasti akan   pendamping hidupnya. Kata-kata romantis, pujian, sanjungan, kritikan, pewahyuan diri dan komunikasi menjadi hal penting, tetapi bukan sekadar rayuan atau topeng, melainkan harus muncul dari kedalaman hati dan kesadaran diri. Ada nasehat dari leluhur kita, "Hendaknya masa-masa indah, penuh wangi bungan ketika masih pacaran, hendaknya dibawa terus dan menjadi habitus untuk merajut hidup perkawinan sampai selama-lamanya".

Perkawinan monogami dan tidak terceraikan adalah gambaran kesetiaan seorang manusia. Mata dunia mengatakan hal ini tidak mungkin, tetapi bagi mereka yang menjalakan hidup perkawinan seperti ini adalah pasti dan menyenangkan. Tuhan bersabda, "Barangsiapa percaya dan setia pada perkara kecil akan dipercayakan juga pada perkara-perkara besar". Perkawinan monogami dan terceraikan adalah cerminan penghormatan terhadap nilai kemnusiaan. Manusia dikarunia seluruh potensi diri, maka manusia bertanggungjawab mengatur ritme hidupnya, termasuk mengatur nafsu.  Jika manusia hidup suka kawin cerai dan mengatakan itu direstui Allah, maka manusia seperti ini sulit mengendalikan nafsu dan hampir mirip dengan dunia binatang. Perkawinan monogami dan tidak terceraikan juga tidak membuat banyak orang hidup menjanda dan menduda. 

Hargai HIDU dan  HAK  setiap orang. JIka anda sudah memilih SATU, maka AMBIL dan RAWATLAH dia untuk selama-lamanya. Kamu tercipta untukku dan aku tercipta untukmu, cinta kita adalah SATU untuk selamanya....BRAVO buat perkawinan monogami dan tak terceraikan. GBU